Lompat ke isi

Wikipedia:Bak pasir: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Aldo samulo (bicara | kontrib)
reset
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1: Baris 1:
'''Mendongkrak Produk Domestik Pasca Reshuffle'''

(*) Oleh : Sanco Simanullang

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akhirnya mereshuffle kabinet beberapa menteri dan wakil menteri. Walau diwarnai kontroversi perubahan menteri dan penambahan wakil menteri serta sosok beberapa personelnya, masyarakat kini menunggu hasil kerja kabinet hasil reshuffle tersebut. Pasca reshuffle, timbul pertanyaan kita, sejauh mana kinerja kementerian sebelumnya, bagaimana langkah kabinet baru untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi untuk mencapai tujuan kesejahteraan dan sehingga lebih siap menghadapi tantangan, khususnya krisis global?.

Sebagaimana diketahui bersama, dampak krisis ekonomi global telah membuat semua indeks pasar finansial dunia meradang mengikuti Wall Street. Volatilitas indeks pasar finansial tersebut menggambarkan ketidakpastian ekonomi AS dan Eropa yang menimbulkan respons kepanikan investor global.

Menjelang berakhirnya 2011, perekonomian global kembali dihadapkan dengan situasi yang tidak menggembirakan, dan cukup menyedihkan khususnya dari Amerika Serikat dan Eropa. Kondisi perekonomian AS masih melemah dan tertekan oleh tingginya pengangguran setempat. Kondisi ekonomi Eropa juga semakin mengkhawatirkan dengan risiko gagal bayar utang pemerintah.

Membaca gelagat perekonomian dunia, pelemahan sektor perdagangan internasional dipastikan dapat mengganggu kinerja perekonomian Indonesia secara nasional. Pada tahun 2011, dampaknya memang relatif lebih rendah karena pertumbuhan ekonomi akan tertolong oleh kinerja sektor konsumsi masyarakat dan pemerintah yang diperkirakan masih tinggi.

Untuk mencegah dampak penurunan yang lebih dalam akibat perlambatan pertumbuhan ekonomi global, penguatan ekonomi domestik menjadi hal yang vital dan mestinya menjadi fokus utama menteri baru hasil reshuffle, khususnya kementerian yang terlibat dalam perekonomian.

Langkah-langkah pengamanan melalui penguatan ekonomi domestik yang pernah ditempuh pada 2009, baik di bidang fiskal maupun moneter, sepertinya masih tetap relevan untuk kembali diterapkan pada 2012 mendatang.

Krisis global yang menghantam dunia internasional terutama Amerika dan Eropa mengharuskan Indonesia untuk memperkuat kerja sama global. Walau disadari bahwa sejak tahun 2008, Indonesia telah melakukan kerja sama global dalam forum G20, Asean+3, dan swap bilateral dengan Jepang dan China. Langkah-langkah tersebut terbukti efektif melawan krisis global.


Resesi
Presiden SBY telah merombak kabinet (reshuffle). Presiden sudah mendengar dan memahami secara baik aspirasi masyarakat bahwa kinerja kabinet sangat mengecewakan, tidak terkecuali menteri-menteri yang mengurus ekonomi. Pada saat yang bersamaan, perekonomian dunia juga dirundung duka. Perekonomian AS, Jepang, dan beberapa negara Eropa (Spanyol, Yunani, Portugal, Italia, dan lain-lain) sedang menghadapi masalah berat; utang negara membengkak dan defisit anggaran tidak terbendung.
Resesi ekonomi yang sekarang terjadi di negara-negara maju diperkirakan bakal sulit ditangani sehingga potensi menjadi krisis ekonomi sangat terbuka. Indonesia sendiri dalam beberapa pekan terakhir telah merasakan pengaruh resesi ekonomi tersebut,sekurangnya bila dilihat gejolak di pasar saham dan nilai tukar. Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) sudah berjibaku mengawal stabilitas ekonomi, di mana sampai sekarang kedua institusi itu relatif dapat menjaga perekonomian makro dengan baik.
Meski pun begitu, tidak ada yang bisa memastikan bagaimana nasib ekonomi ke depannya, segalanya masih mungkin terjadi, termasuk kemungkinan yang terburuk. Fakta berikut ini penting untuk dilihat.IMF dan Bank Dunia sama sekali tidak keberatan dengan kebijakan pelonggaran fiskal dan moneter yang diambil negara-negara maju, khususnya AS dalam mengelola krisis kali ini.AS dipersilakan terus melakukan anggaran defisit (dengan cara utang) dan di sisi moneter dibiarkan melonggarkan keputusan moneter via kebijakan quantitative easing (QE).
Model kebijakan ini diharapkan bisa menyelamatkan ekonomi negara maju karena pelonggaran fiskal bisa memacu ekonomi dan menyerap tenaga kerja,sedangkan QE menstimulasi sektor privat bergairah kembali. Respons ini sangat berbeda bila dibandingkan dengan resep IMF dan Bank Dunia ketika negara-negara berkembang diterjang kasus jebakan utang luar pada awal dekade 1980-an (Meksiko).Saat itu negara berkembang diminta melakukan disiplin anggaran (fiskal) dan kebijakan uang ketat (moneter). Pertanyaannya, mengapa sikap lembaga multilateral itu berbeda?
Meskipun masih dugaan, faktor China merupakan salah satu penyebabnya. Perkembangan ekonomi China saat ini sulit dilawan oleh negara maju sehingga mengganggu konstelasi kekuatan ekonomi dunia. China hari ini bisa bergerak dengan leluasa karena didukung oleh ekonomi emerging markets seperti India,Indonesia,Thailand, Vietnam, Malaysia, Korea Selatan,dan sebagainya. Kebijakan pelonggaran fiskal dan moneter sebetulnya diketahui bukan merupakan resep yang tepat dan efektif saat ini, melainkan tetap dilakukan dengan tujuan untuk “membiayai” para pemain di pasar untuk masuk ke pasar uang emerging markets.
Setelah capital inflowmengalir deras ke emerging markets, sekarang sebagian dana itu dibawa balik secara mendadak sehingga instabilitas terjadi di negaranegara berkembang tersebut. Nanti akan terlihat, negara maju pertumbuhan ekonominya melaju, tapi negara berkembang terkikis.

Otoritas, Renegosiasi dan Ekonomi Domestik
Reshuffle cabinet yang baru saja dilakukan khususnya di pos ekonomi setidaknya harus memainkan tiga kunci yang penting yaitu peneguhan otoritas, komitmen renegosiasi, dan penguatan ekonomi domestik. BI dan Kemenkeu segera menetapkan kebijakan kontrol modaldemi melindungi stabilitas ekonomi, khususnya nilai tukar. Kebebasan arus masuk-keluar modal terbukti selama ini membuat ekonomi nasional selalu dalam kondisi terancam. BI harus mulai melakukan kontrol modal, walaupun moderat. Langkah ini perlu diperketat lagi dan diimbangi dengan keseriusan kementerian keuangan untuk melakukan upaya serupa dari serbuan asing. Ooritas yang dimiliki oleh BI dan Kemenkeu harus betul-betul dimanfaatkan. Sejak 2008 isu kembali ke perekonomian domestik dan membatasi persaingan dengan luar negeri mulai menghangat lagi, khususnya di AS.
Mereka menggelorakan kampanye “beli produk AS” untuk menguatkan kembali industri domestik. Berkaca dari Negara Paman Sam ini, liberalisasi perdagangan yang sudah diratifikasi Indonesia perlu ditelaah ulang.Liberalisasi perdagangan cenderung banyak merusak ketimbang menyumbang faedah bagi ekonomi nasional. Pascareformasi ekonomi 1998, sepertinya lupa melakukan penguatan ekonomi (investasi) domestik. Kebijakan- kebijakan investasi lebih banyak diarahkan untuk mendatangkan investasi asing ketimbang memfasilitasi investasi domestik.
Dalam situasi seperti sekarang, ketika pasar luar negeri gamang, maka penguatan ekonomi/investasi domestik merupakan satu-satunya jalan keluar yang masuk akal. Dengan pertimbangan tersebut, mudah mudahan reshuffle kabinet ekonomi yang baru saja dilaksanakan dimulai dari perubahan platform ekonomi Presiden, yakni melindungi sektor keuangan, komitmen renegosiasi liberalisasi, penguatan investasi/ekonomi domestik.
Pesan

Terlepas dari masalah kontroversi terhadap reshuffle kabinet, masyarakat tetap berharap hasil maksimal dari kabinet hasil reshuffle untuk mengatasi krisis global. Menteri yang baru perlu memfokuskan pada pertumbuhan perdagangan dalam negeri melalui pasar tradisional, perlindungan terhadap praktik-praktik yang merugikan produk dalam negeri dan memperluas pasar luar negeri. Mereka diharap lebih sigap dan cepat menerapkan instrumen pengamanan perdagangan guna melindungi pasar domestik. Langkah sigap dan cepat itu dibutuhkan agar dapat menolong industri domestik dari kejatuhan yang lebih dalam. Selama ini safeguard acap kali datang terlambat. Pasien mati, baru safeguard keluar. Maka menteri baru hasil reshuffle lebih sigap dan lincah mengamankan pasar domestik. Sementara disisi lain, keberpihakan pada industri dalam negeri harus lebih cepat dilaksanakan. Selain langkah cepat dalam melindungi industri dalam negeri, penguatan daya saing industri domestic pun mutlak harus dilakukan. Sebab bicara soal daya saing, industri nasional harus diperkuat agar dapat bertahan di tengah situasi dunia yang tidak menentu. Dari segi program, kementerian perdagangan walaupun sudah cenderung lebih pro kepada pasar dalam negerinamun dengan ketidakpastian ekonomi dunia, pengamanan pasar dalam negeri hendaknya jadi kunci survival.

Dengan perombakan kabinet baru, harus ada peningkatan penggunaan sistem perlindungan pasar dalam negeri, seperti safeguard dan bea masuk anti dumping, untuk menghadang arus produk impor. Perlindungan pasar domestik, harus menjadi fokus pemerintah menghadapi ancaman krisis global karena 70% produk industri Indonesia dipasarkan di dalam negeri.
Langkah untuk membela kepentingan nasional, tidak bisa di tawar tawar. Menteri yang baru harus segera mengkaji ulang perjanjian perdagangan bebas bilateral Indonesia, khususnya dengan China. Semua ini pada muaranya adalah tujuan kesejahteraan bangsa ini dan untuk lebih sigap menghadapi tantangan, khususnya krisis global yang terus menghadang perekonomian dunia. (**)

(*) Penulis adalah Kolumnis, Mahasiswa Program Doktor Teknik Industri Universitas Sumatera Utara

Revisi per 12 Januari 2012 01.38

Mendongkrak Produk Domestik Pasca Reshuffle

(*) Oleh : Sanco Simanullang

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akhirnya mereshuffle kabinet beberapa menteri dan wakil menteri. Walau diwarnai kontroversi perubahan menteri dan penambahan wakil menteri serta sosok beberapa personelnya, masyarakat kini menunggu hasil kerja kabinet hasil reshuffle tersebut. Pasca reshuffle, timbul pertanyaan kita, sejauh mana kinerja kementerian sebelumnya, bagaimana langkah kabinet baru untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi untuk mencapai tujuan kesejahteraan dan sehingga lebih siap menghadapi tantangan, khususnya krisis global?.

Sebagaimana diketahui bersama, dampak krisis ekonomi global telah membuat semua indeks pasar finansial dunia meradang mengikuti Wall Street. Volatilitas indeks pasar finansial tersebut menggambarkan ketidakpastian ekonomi AS dan Eropa yang menimbulkan respons kepanikan investor global.

Menjelang berakhirnya 2011, perekonomian global kembali dihadapkan dengan situasi yang tidak menggembirakan, dan cukup menyedihkan khususnya dari Amerika Serikat dan Eropa. Kondisi perekonomian AS masih melemah dan tertekan oleh tingginya pengangguran setempat. Kondisi ekonomi Eropa juga semakin mengkhawatirkan dengan risiko gagal bayar utang pemerintah.

Membaca gelagat perekonomian dunia, pelemahan sektor perdagangan internasional dipastikan dapat mengganggu kinerja perekonomian Indonesia secara nasional. Pada tahun 2011, dampaknya memang relatif lebih rendah karena pertumbuhan ekonomi akan tertolong oleh kinerja sektor konsumsi masyarakat dan pemerintah yang diperkirakan masih tinggi.

Untuk mencegah dampak penurunan yang lebih dalam akibat perlambatan pertumbuhan ekonomi global, penguatan ekonomi domestik menjadi hal yang vital dan mestinya menjadi fokus utama menteri baru hasil reshuffle, khususnya kementerian yang terlibat dalam perekonomian.

Langkah-langkah pengamanan melalui penguatan ekonomi domestik yang pernah ditempuh pada 2009, baik di bidang fiskal maupun moneter, sepertinya masih tetap relevan untuk kembali diterapkan pada 2012 mendatang.

Krisis global yang menghantam dunia internasional terutama Amerika dan Eropa mengharuskan Indonesia untuk memperkuat kerja sama global. Walau disadari bahwa sejak tahun 2008, Indonesia telah melakukan kerja sama global dalam forum G20, Asean+3, dan swap bilateral dengan Jepang dan China. Langkah-langkah tersebut terbukti efektif melawan krisis global.


Resesi Presiden SBY telah merombak kabinet (reshuffle). Presiden sudah mendengar dan memahami secara baik aspirasi masyarakat bahwa kinerja kabinet sangat mengecewakan, tidak terkecuali menteri-menteri yang mengurus ekonomi. Pada saat yang bersamaan, perekonomian dunia juga dirundung duka. Perekonomian AS, Jepang, dan beberapa negara Eropa (Spanyol, Yunani, Portugal, Italia, dan lain-lain) sedang menghadapi masalah berat; utang negara membengkak dan defisit anggaran tidak terbendung. Resesi ekonomi yang sekarang terjadi di negara-negara maju diperkirakan bakal sulit ditangani sehingga potensi menjadi krisis ekonomi sangat terbuka. Indonesia sendiri dalam beberapa pekan terakhir telah merasakan pengaruh resesi ekonomi tersebut,sekurangnya bila dilihat gejolak di pasar saham dan nilai tukar. Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) sudah berjibaku mengawal stabilitas ekonomi, di mana sampai sekarang kedua institusi itu relatif dapat menjaga perekonomian makro dengan baik. Meski pun begitu, tidak ada yang bisa memastikan bagaimana nasib ekonomi ke depannya, segalanya masih mungkin terjadi, termasuk kemungkinan yang terburuk. Fakta berikut ini penting untuk dilihat.IMF dan Bank Dunia sama sekali tidak keberatan dengan kebijakan pelonggaran fiskal dan moneter yang diambil negara-negara maju, khususnya AS dalam mengelola krisis kali ini.AS dipersilakan terus melakukan anggaran defisit (dengan cara utang) dan di sisi moneter dibiarkan melonggarkan keputusan moneter via kebijakan quantitative easing (QE). Model kebijakan ini diharapkan bisa menyelamatkan ekonomi negara maju karena pelonggaran fiskal bisa memacu ekonomi dan menyerap tenaga kerja,sedangkan QE menstimulasi sektor privat bergairah kembali. Respons ini sangat berbeda bila dibandingkan dengan resep IMF dan Bank Dunia ketika negara-negara berkembang diterjang kasus jebakan utang luar pada awal dekade 1980-an (Meksiko).Saat itu negara berkembang diminta melakukan disiplin anggaran (fiskal) dan kebijakan uang ketat (moneter). Pertanyaannya, mengapa sikap lembaga multilateral itu berbeda? Meskipun masih dugaan, faktor China merupakan salah satu penyebabnya. Perkembangan ekonomi China saat ini sulit dilawan oleh negara maju sehingga mengganggu konstelasi kekuatan ekonomi dunia. China hari ini bisa bergerak dengan leluasa karena didukung oleh ekonomi emerging markets seperti India,Indonesia,Thailand, Vietnam, Malaysia, Korea Selatan,dan sebagainya. Kebijakan pelonggaran fiskal dan moneter sebetulnya diketahui bukan merupakan resep yang tepat dan efektif saat ini, melainkan tetap dilakukan dengan tujuan untuk “membiayai” para pemain di pasar untuk masuk ke pasar uang emerging markets. Setelah capital inflowmengalir deras ke emerging markets, sekarang sebagian dana itu dibawa balik secara mendadak sehingga instabilitas terjadi di negaranegara berkembang tersebut. Nanti akan terlihat, negara maju pertumbuhan ekonominya melaju, tapi negara berkembang terkikis.

Otoritas, Renegosiasi dan Ekonomi Domestik Reshuffle cabinet yang baru saja dilakukan khususnya di pos ekonomi setidaknya harus memainkan tiga kunci yang penting yaitu peneguhan otoritas, komitmen renegosiasi, dan penguatan ekonomi domestik. BI dan Kemenkeu segera menetapkan kebijakan kontrol modaldemi melindungi stabilitas ekonomi, khususnya nilai tukar. Kebebasan arus masuk-keluar modal terbukti selama ini membuat ekonomi nasional selalu dalam kondisi terancam. BI harus mulai melakukan kontrol modal, walaupun moderat. Langkah ini perlu diperketat lagi dan diimbangi dengan keseriusan kementerian keuangan untuk melakukan upaya serupa dari serbuan asing. Ooritas yang dimiliki oleh BI dan Kemenkeu harus betul-betul dimanfaatkan. Sejak 2008 isu kembali ke perekonomian domestik dan membatasi persaingan dengan luar negeri mulai menghangat lagi, khususnya di AS. Mereka menggelorakan kampanye “beli produk AS” untuk menguatkan kembali industri domestik. Berkaca dari Negara Paman Sam ini, liberalisasi perdagangan yang sudah diratifikasi Indonesia perlu ditelaah ulang.Liberalisasi perdagangan cenderung banyak merusak ketimbang menyumbang faedah bagi ekonomi nasional. Pascareformasi ekonomi 1998, sepertinya lupa melakukan penguatan ekonomi (investasi) domestik. Kebijakan- kebijakan investasi lebih banyak diarahkan untuk mendatangkan investasi asing ketimbang memfasilitasi investasi domestik. Dalam situasi seperti sekarang, ketika pasar luar negeri gamang, maka penguatan ekonomi/investasi domestik merupakan satu-satunya jalan keluar yang masuk akal. Dengan pertimbangan tersebut, mudah mudahan reshuffle kabinet ekonomi yang baru saja dilaksanakan dimulai dari perubahan platform ekonomi Presiden, yakni melindungi sektor keuangan, komitmen renegosiasi liberalisasi, penguatan investasi/ekonomi domestik. Pesan

Terlepas dari masalah kontroversi terhadap reshuffle kabinet, masyarakat tetap berharap hasil maksimal dari kabinet hasil reshuffle untuk mengatasi krisis global. Menteri yang baru perlu memfokuskan pada pertumbuhan perdagangan dalam negeri melalui pasar tradisional, perlindungan terhadap praktik-praktik yang merugikan produk dalam negeri dan memperluas pasar luar negeri. Mereka diharap lebih sigap dan cepat menerapkan instrumen pengamanan perdagangan guna melindungi pasar domestik. Langkah sigap dan cepat itu dibutuhkan agar dapat menolong industri domestik dari kejatuhan yang lebih dalam. Selama ini safeguard acap kali datang terlambat. Pasien mati, baru safeguard keluar. Maka menteri baru hasil reshuffle lebih sigap dan lincah mengamankan pasar domestik. Sementara disisi lain, keberpihakan pada industri dalam negeri harus lebih cepat dilaksanakan. Selain langkah cepat dalam melindungi industri dalam negeri, penguatan daya saing industri domestic pun mutlak harus dilakukan. Sebab bicara soal daya saing, industri nasional harus diperkuat agar dapat bertahan di tengah situasi dunia yang tidak menentu. Dari segi program, kementerian perdagangan walaupun sudah cenderung lebih pro kepada pasar dalam negerinamun dengan ketidakpastian ekonomi dunia, pengamanan pasar dalam negeri hendaknya jadi kunci survival.

Dengan perombakan kabinet baru, harus ada peningkatan penggunaan sistem perlindungan pasar dalam negeri, seperti safeguard dan bea masuk anti dumping, untuk menghadang arus produk impor. Perlindungan pasar domestik, harus menjadi fokus pemerintah menghadapi ancaman krisis global karena 70% produk industri Indonesia dipasarkan di dalam negeri. Langkah untuk membela kepentingan nasional, tidak bisa di tawar tawar. Menteri yang baru harus segera mengkaji ulang perjanjian perdagangan bebas bilateral Indonesia, khususnya dengan China. Semua ini pada muaranya adalah tujuan kesejahteraan bangsa ini dan untuk lebih sigap menghadapi tantangan, khususnya krisis global yang terus menghadang perekonomian dunia. (**)

(*) Penulis adalah Kolumnis, Mahasiswa Program Doktor Teknik Industri Universitas Sumatera Utara