Benteng Van der Capellen: Perbedaan antara revisi
k menambahkan Kategori:Benteng di Indonesia menggunakan HotCat |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 2: | Baris 2: | ||
Van der Capellen adalah [[benteng]] peninggalan [[Belanda]] yang berdiri di [[Batusangkar]], [[Sumatera Barat]], [[Indonesia]]. Fort Van der Capellen juga nama lama Batusangkar. diambil dari nama seorang jendral belanda yaitu [[Godert Alexander Gerard Philip baron van der Capellen]] |
Van der Capellen adalah [[benteng]] peninggalan [[Belanda]] yang berdiri di [[Batusangkar]], [[Sumatera Barat]], [[Indonesia]]. Fort Van der Capellen juga nama lama Batusangkar. diambil dari nama seorang jendral belanda yaitu [[Godert Alexander Gerard Philip baron van der Capellen]] |
||
== |
==Sejarah== |
||
Benteng Van der Capellen merupakan salah satu peninggalan benda cagar budaya di Batusangkar Kabupaten Tanah Datar. Situs dan bangunan benteng tersebut memiliki perjalanan sejarah yang panjang. Keberadaan Benteng Van der Capellen tidak terlepas dari peristiwa peperangan antara Kaum Adat melawan Kaum Agama yang terjadi sekitar tahun 1821. Hal ini terjadi karena adanya pertentangan Kaum Agama yang dipelopori oleh tiga orang Haji yang baru kembali dari Mekah dan ingin melakukan pemurnian ajaran agama Islam. |
Benteng Van der Capellen merupakan salah satu peninggalan benda cagar budaya di Batusangkar Kabupaten Tanah Datar. Situs dan bangunan benteng tersebut memiliki perjalanan sejarah yang panjang. Keberadaan Benteng Van der Capellen tidak terlepas dari peristiwa peperangan antara Kaum Adat melawan Kaum Agama yang terjadi sekitar tahun 1821. Hal ini terjadi karena adanya pertentangan Kaum Agama yang dipelopori oleh tiga orang Haji yang baru kembali dari Mekah dan ingin melakukan pemurnian ajaran agama Islam. |
||
Waktu itu masyarakat Minangkabau telah banyak melakukan praktek budaya sehari-hari yang bertentangan dengan ajaran agama Islam, misalnya adu ayam, berjudi, minum minuman keras dan sebagainnya. Namun gerakan pemurnian ajaran agama Islam ini tidak berjalan mulus dan memperoleh tantangan dari Kaum Adat. Dalam kondisi demikian, pertentangan antara Kaum Adat dan Kaum Agama semakin meruncing dan konflik terbuka antara keduanya tidak dapat dihindarkan lagi. |
Waktu itu masyarakat Minangkabau telah banyak melakukan praktek budaya sehari-hari yang bertentangan dengan ajaran agama Islam, misalnya adu ayam, berjudi, minum minuman keras dan sebagainnya. Namun gerakan pemurnian ajaran agama Islam ini tidak berjalan mulus dan memperoleh tantangan dari Kaum Adat. Dalam kondisi demikian, pertentangan antara Kaum Adat dan Kaum Agama semakin meruncing dan konflik terbuka antara keduanya tidak dapat dihindarkan lagi. |
Revisi per 8 Maret 2012 15.02
Van der Capellen adalah benteng peninggalan Belanda yang berdiri di Batusangkar, Sumatera Barat, Indonesia. Fort Van der Capellen juga nama lama Batusangkar. diambil dari nama seorang jendral belanda yaitu Godert Alexander Gerard Philip baron van der Capellen
Sejarah
Benteng Van der Capellen merupakan salah satu peninggalan benda cagar budaya di Batusangkar Kabupaten Tanah Datar. Situs dan bangunan benteng tersebut memiliki perjalanan sejarah yang panjang. Keberadaan Benteng Van der Capellen tidak terlepas dari peristiwa peperangan antara Kaum Adat melawan Kaum Agama yang terjadi sekitar tahun 1821. Hal ini terjadi karena adanya pertentangan Kaum Agama yang dipelopori oleh tiga orang Haji yang baru kembali dari Mekah dan ingin melakukan pemurnian ajaran agama Islam. Waktu itu masyarakat Minangkabau telah banyak melakukan praktek budaya sehari-hari yang bertentangan dengan ajaran agama Islam, misalnya adu ayam, berjudi, minum minuman keras dan sebagainnya. Namun gerakan pemurnian ajaran agama Islam ini tidak berjalan mulus dan memperoleh tantangan dari Kaum Adat. Dalam kondisi demikian, pertentangan antara Kaum Adat dan Kaum Agama semakin meruncing dan konflik terbuka antara keduanya tidak dapat dihindarkan lagi.
Konflik terbuka berupa peperangan fisik antara Kaum Adat dan Kaum Agama membuat Kaum Adat meminta bantuan Belanda yang pada waktu itu sudah berkedudukan di Padang. Pasukan Belanda dibawah pimpinan Kolonel Raff masuk ke Tanah Datar untuk melakukan penyarangan kepada rakyat.
Sesampai di Batusangkar, pasaukan Belanda dipusatkan di suatu tempat yang paling tinggi di pusat kota, lebih kurang 500 meter dari pusat kota. Pada tempat ketinggian inilah pasukan Belanda kemudian membangun sebuah benteng yang permanen. Bangunan benteng pertahanan yang dibangun pada tahun 1824 ini berupa bangunan yang memiliki ketebalan dinding 75 cm dan ± 4 meter dari dinding bangunan dibuat parit dan tanggul pertahanan yang melingkar mengelilingi bangunan. Bangunan inilah yang kemudian diberi nama Benteng Van der Capellen, seseuai dengan nama Gubernur Jendral Belanda pada waktu itu yaitu Godert Alexander Gerard Philip baron van der Capellen. Dengan adanya benteng pertahanan yang permanen dan strategis, maka secara militer dan politis memudahkan Belanda untuk menguasai wilayah sekitar Batusangkar. Hal ini menandakan beratnya perjuangan kolonial Belanda di Tanah Datar sehingga harus membuat benteng. Kesempatan demikian akhirnya bukan hanya bertujuan untuk memadamkan gerakan Kaum Agama, tetapi sekaligus untuk menguasai secara politis kawasan Tanah Datar dan sekitarnya. Konflik ini akhirnya berkembang menjadi Operasi Militer Belanda. Kenyataan demikian menyadarkan Kaum adat yang semula mengizinkan Belanda untuk masuk ke Tanah Datar. Keberadaan Belanda di Batusangkar sampai saat meletusnya Perang Dunia II. Pada saat Jepang berhasil merebut Sumatera Barat kemudian Belanda meniggalkan Batusangkar. Benteng Van der Capellen kemudian dikuasai oleh Badan Keamana Rakyat (BKR) dari tahun 1943-1945. Setelah Indonesia berhasil merebut kemerdekaan dari penjajahan Jepang, Benteng Van der Capellen kemudian dikuasai oleh Tentara Keamanan Rakyat (TKR) sampai tahun 1947. Pada waktu Agresi Belanda II, Benteng Van der Capellen kembali dikuasai Belanda selama dua tahun, yaitu tahun 1948-1950.
Pasca Indonesia Merdeka
Setelah Belanda meninggalkan Batusangkar, Benteng Van der Capellen kemudian dimanfaatkan oleh PTPG yang merupakan cikal bakal IKIP Padang sekarang Universitas negeri Padang untuk proses belajar mengajar yang saat itu diresmikan olah Prof. M. Yamin, SH. Pemakaian bangunan benteng untuk PTPG berlangsung sampai tahun 1955 dan pada tahun itu juga PTPG dipindahkan ke Bukit Gombak. Benteng Van der Capellen kemudian dijadikan sebagai markas Angkatan Perang Republik Indonesia. Pada saat meletus peristiwa PRRI tahun 1957, Benteng Van der Capellen dikuasai oleh Batalyon 439 Diponegoro yang kemudian diserahkan kepada POLRI pada tanggal pada tanggal 25 Mei 1960. Oleh POLRI kemudian ditetapakan sebagai Markas Komando Resort Kepolisian (Polres) Tanah Datar dan berlanjut hingga tahun 2000. Sejak tahun 2001, Benteng Van der Capellen dikosongkan karena Polres Tanah Datar telah pindah ke bangunan baru yang berada di Pagaruyung. Beberapa perubahan bangunan, antara lain atap yang semula berupa atap genteng diganti dengan atap seng pada tahun 1974. Pada tahun 1984 dilakukan penambahan ruangan untuk serse dan dibangun pula TK Bhayangkari. Parit yang masih ada disebelah kanan dan kiri bangunan benteng ditimbun dan diratakan pada tahun 1986. Selain itu, ruangan sel tahanan yang semula terdiri dari 4 ruangan, dibongkar satu sehingga tinggal menjadi 3 ruangan. Perubahan bangunan terakhir kalinya terjadi pada tahun 1988, yaitu berupa penambahan bangunan kantin dan bangunan untuk gudang.
pengembalian kembali benteng van der capellen ke bentuk semula
Pada Tahun 2008 sebahagian dari bangunan Benteng Van der Capellen telah direnovasi oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala kemudian akan dilanjutkan pada tahun anggaran 2009, yaitu mengembalikan ke bentuk aslinya.