Lompat ke isi

Wikipedia:Bak pasir: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Rio Efrianto (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Aldo samulo (bicara | kontrib)
reset
Baris 1: Baris 1:
Pada zaman dahulu tahun ± 1500 M kerajaan Pagar Ruyung masih memeluk agama Hindu pada masa Raja Paku Alam II. Kerajaan Pagar Ruyung adalah kerajaan Minang Kabau yang terbesar dan terkenal pada masanya.

Pada suatu masa datanglah penyiar agama Islam ke tanah Pagar Ruyung dari Persia yang bernama Syech Burhanudin. Agama Islam yang dibawa oleh Syech Burhanudin awalnya ditolak oleh pihak kerajaan dan masyarakat tetapi Syech Burhanudin selalu melakukan pendekatan-pendekatan terhadap masyarakat Minang Kabau baik penetrasi melalui budaya lokal maupun rumah kerumah. Syech Burhanudin menyebarkan agama Islam tidak sendiri tetapi dia dibantu oleh murid-muridnya, Malin nan Putiah merupakan murid Syech Burhanudin salah satu yang-cukup terkenal.

Dalam adat Minang Kabau istri Raja atau Permaisuri disebut dengan Bundo Kanduang. Adik kandung perempuan dari Bundo Kanduang bernama Bundo Panjago Adat dan suami dari Bundo Panjago Adat bernama Datuak Panjago Nagori. Akibat Bundo Kanduang tidak memiliki keturunan dengan Raja Paku Alam II maka dia mengangkat anak dari anak Bundo Panjago Adat anak tersebut bernama Siti Hasimah. Siti Hasimah dibesarkan dalam lingkungan relegius dan adat-istiadat Minang Kabau, dia anak kesayangan dari Bundo Kanduang.

Siti Hasimah mempunyai guru ngaji bernama Malin nan Putiah. Kemudian hari Malin nan Putiah memperisitri Siti Hasimah, perkawinan tersebut menghasilkan tiga orang keturunan atau Pangeran. Anak pertamanya diberi nama Ahmad, anak kedua Syarif dan anak ketiga Ali. Siti Hasimah belajar silat melalui mimpi, ini didapatkannya karena Penerapan Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah dan nilai-nilai relegius diamalkan Siti Hasimah disertai rajin membaca kitab suci Al-Qur’an dan melaksanakan ibadah Sholat wajib dan sholat malam. Siti Hasimah, dalam sapaan kependekarannya bernama “Inyiak Simah atau Olang Bagegah” mempunyai dua saudara kandung: Siti Fatimah dan Siti Halimah serta satu orang saudara angkat: Ismail, bergelar Datuak Bolang.

Akibat kekacauan yang terjadi didalam kerajaan Pagar Ruyuang maka Inyiak Simah pergi merantau ke hilir daerah Minang Kabau untuk menyebarkan agama Islam, tiga orang putranya dititipkannya dengan pamannya yaitu Datuak Bolang sekaligus belajar ilmu beladiri/silat pada sang Datuak. Akhir petualangan Inyiak Simah singgah disebuah negeri disalah satu didaerah aliran Sungai Kuantan belum bernama, karena belum ada nama maka Inyiak Simah memberi nama tersebut dengan nama PANGEAN, terinspirasi daerah asal orang tuanya, Pangian di Lintau. Dari sinilah dikenal asal muasal nama Pangean dan silat Pangean yang dikenal ke setiap penjuru negeri. Negeri itu berada diwilayah Kabupaten Kuantan Singingi, Propinsi Riau.

Di negeri baru tersebut Inyiak Simah menetap. Beberapa tahun Inyiak Simah merantau membuat Malin nan Putiah gelisah, maka diutuslah Datuak Bolang serta ketiga anaknya untuk mencari Inyiak Simah. Akhirnya Inyiak Simah bertemu dengan Datuak Bolang, Ahmad, Syarif dan Ali di negeri Pangean. Di Pangean inilah Inyiak Simah dan anak-anaknya menyusun kekuatan dan mengajarkan Silat Pangean.

Datuak Malin nan Putiah akhirnya menyusul mencari Inyiak Simah dan anak-anaknya dengan hilir kemelalui sungai Batang Kuantan, pencarian Datuak Malin nan Putiah tak sia-sia, dia menemukan anak dan istrinya di Pangean. Datuak Malin nan Putiah membujuk istrinya untuk pulang ke Pagar Ruyung tetapi ditolak oleh istrinya karena sudah merasa kerasan dan tentram hidup di daerah baru tersebut ( Pangean, red).

Pada akhirnya terjadi pertengkaran antara Inyiak Simah dan Datuak Malin nan Putiah, sebelum berkelahi mereka mengadakan perjanjian yaitu jika Inyiak simah Kalah maka ia harus bersedia pulang ke Pagar Ruyung dan sebaliknya.

Didalam perkelahian itu terucaplah beberapa petuah oleh Inyiak Simah:

‘’Somuik bah iriang tah pijak indak mati alu tah aruang patah tigo, makan abih-abih manyuruak hilang-hilang, ompek ganjial limo gonok.”

Makna petuah diatas sangat dalam maknanya, memiliki nilai spritual dalam silat Pangean. Akhirnya pertempuran itu dimenangkan oleh Inyiak Simah hingga Malin nan Putiah akhirnya mengikuti keinginan Inyiak Simah menetap di Pangean.

Dalam gelar kepandekaran Ahmad dikenal dengan nama Pendekar Baromban Bosi, dia mengerti, memahami agama dan hukum adat-istiadat. Syarif dikenal dengan nama pendekar dari Utara yang menyebarkan Silat, agama Islam kearah Utara Pangean. Ali bergelar Pendekar dari Selatan, kearah selatan Pangean.

Silat Pengean

Tanah Pangean sangat terkenal dengan persilatannya, Pangean tak asing bagi pesilat di Kuantan. Silat Pangean diwariskan secara turun temurun. Silat Pangean diajarkan kepada anak dan kemenakan.

Dalam gerakan, silat Pangean dikenal dengan gerak lembut dan gemulai. Walau begitu setiap gerakan menyimpan efek mematikan. Aliran silat Pangean terdiri dua jenis yaitu Pangean Bathino, langsung diwariskan oleh Inyiak Simah dan Pangean jantan, diwariskan Datuak Bolang. Pangean jantan gerakannya sedikit kasar dan dipergunakan untuk perang atau pasukan terdepan dalam siasat perang adat Pangean, terkadang Pangean Jantan ini banyak disalah gunakan oleh pesilat Pangean ke arah kiri atau pada tabiat negatif. Sedangkan Pangean Bathino gerakannya yang lemah gemulai dan lunak diperuntukan bagi pangeran-pangeran kerajaan atau keturunan raja, aliran Pangean Bathino ini dikenal dengan nama khas sebagai ilmu Pangean Kebathinan.

Jadi Silat Pangean Jantan berasal dari Lintau yang diwariskan oleh Datuak Bolang dan Pangean Bathino berasal dari Pangean salah satu daerah di tepian batang Kuantan sebelah hilir, kini menjadi sebuah Kecamatan di Kabupaten Kuantan Singingi - Propinsi Riau.

Kini, dalam mencapai tujuan pengembangan silat dalam rangka melestarikan kebudayaan masyarakat Pangean, Penghulu adat membuka laman silat di samping Mesjid Koto Tinggi Pangean. Sebuah bukit di Pangean yang bernama Bukit Sangkar Puyuh sekarang disebut Koto Tinggi Pangean. Nama bukit ini diambil dari bentuknya yang memang seperti Sangkar Burung Puyuh. Di sini sebuah balai adat didirikan.

Selain itu, dalam rangka pemerataan keterampilan silat, para guru silat Pangean memberi izin untuk dibukanya laman silat di masing-masing banjar (suku). Dalam penerapannya, silat Pangean terdiri dari permainan dan pergelutan. Tarian silat sambut menyambut serangan ini sering dimainkan di halaman. Hal ini berbeda dalam pengajaran silat kepada murid tingkat atas yang dilakukan di rumah. Silat didalam rumah ini yang disebut dengan Silat Pangean Kebathinan.

Seiring berjalannya waktu silat Pangean mendapat perhatian yang luas. Tidak hanya di rantau Kuantan, tapi mulai dikenal di Indragiri dan daerah Riau lainnya. Bahkan pengaruh silat Pangean juga tumbuh diluar negeri seperti di Negara Malaysia, Singapura dan Pathani Thailand.

Revisi per 8 Mei 2012 09.19