Lompat ke isi

Pembicaraan:Wayang kulit: Perbedaan antara revisi

Konten halaman tidak didukung dalam bahasa lain.
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 21: Baris 21:
Jika sekarang ada hal-hal lain yang bertambah kan tidak apa. Ini hanya menambah khazanah dan wawasan budaya Jawa, asalkan tidak semata-mata merusak. Ingat bahwa budaya Jawa itu pada hakekatnya terbuka dan menerima sinkretisme atau merangkul semua budaya.
Jika sekarang ada hal-hal lain yang bertambah kan tidak apa. Ini hanya menambah khazanah dan wawasan budaya Jawa, asalkan tidak semata-mata merusak. Ingat bahwa budaya Jawa itu pada hakekatnya terbuka dan menerima sinkretisme atau merangkul semua budaya.


Masalah apakah pemuda-pemudi masih memahani makna wayang, ya itu sebenarnya masalah para orangtua bagaimana mereka mendidik anak-anak mereka. Beberapa tahun yang lalu saya mengamati bahwa banyak orang tua Jawa enggan atau bahkan malu untuk mendidik anak mereka berbahasa Jawa. Untungnya sekarang hal ini sudah begitu lagi. Bahkan banyak yang berbangga bisa berbahasa Jawa.
Masalah apakah pemuda-pemudi masih memahani makna wayang, ya itu sebenarnya masalah para orangtua bagaimana mereka mendidik anak-anak mereka. Beberapa tahun yang lalu saya mengamati bahwa banyak orang tua Jawa enggan atau bahkan malu untuk mendidik anak mereka berbahasa Jawa. Untungnya sekarang hal ini sudah berubah. Bahkan banyak yang berbangga bisa berbahasa Jawa.


Terima kasih.
Terima kasih.

Revisi per 28 April 2005 12.28

Assalamualaikum Wr Wb

Nuwun sewu saya orang Jawa Timur asli Saya ingin tahu pendapat teman2 tentang budaya jawa, terutama wayang. apakah wayang ini masih bisa eksis? apakah wayang masih bisa mendominasi budaya di Jawa seperti pada tahun 60-an? apakah pemuda-pemudi kita dapat memahami makna dari wayang?

sementara itu saja.

Wassalamualaikum Wr Wb

Tanggapan

Walaikum salam. Salam Damai Sejahtera. Oṃ Swasti Astu.

Terima kasih anda telah membuka diskusi ini. Tentang apakah wayang bisa tetap eksis... Bisa saja menurut saya, meski dalam era globalisasi ini. Wayang harus tetap dilestarikan dan mungkin jika perlu dikemas dalam kemasan yang lebih modern. Kita lihat sekarang pagelaran wayang biasa diiringi dengan campursari dan sebagainya. Tetapi bentuknya yang lebih tradisional jangan ditinggalkan. Dan jika perlu dipentaskan dalam upacara-upacara tertentu, seperti Suro atau ruwatan.

Kalau masalah dominasi menurut saya tidak perlu. Sebab ini bukanlah permainan kekuasaan. Lagipula wayang itu merupakan bagian integral budaya Jawa. Jadi biar bagaimanapun masih tetap ada. Coba mari kita tanya pada seseorang non-Jawa untuk menyebut sebuah aspek budaya Jawa, pasti seringkali yang disebut adalah wayang.

Jika sekarang ada hal-hal lain yang bertambah kan tidak apa. Ini hanya menambah khazanah dan wawasan budaya Jawa, asalkan tidak semata-mata merusak. Ingat bahwa budaya Jawa itu pada hakekatnya terbuka dan menerima sinkretisme atau merangkul semua budaya.

Masalah apakah pemuda-pemudi masih memahani makna wayang, ya itu sebenarnya masalah para orangtua bagaimana mereka mendidik anak-anak mereka. Beberapa tahun yang lalu saya mengamati bahwa banyak orang tua Jawa enggan atau bahkan malu untuk mendidik anak mereka berbahasa Jawa. Untungnya sekarang hal ini sudah berubah. Bahkan banyak yang berbangga bisa berbahasa Jawa.

Terima kasih.

Wassalamualaikum Wr Wb. Oṃ Śanti Śanti Śanti Oṃ Meursault2004 12:25, 28 Apr 2005 (UTC)