Gili lampu: Perbedaan antara revisi
Baris 11: | Baris 11: | ||
==Perkembangan Fungsi== |
==Perkembangan Fungsi== |
||
Sekitar tahun 1970-80an, Pulau Lampu hanyalah sebagai tempat peristirahatan para nelayan yang kebetulan sedang mencari ikan di perairan sekitarnya. Pada waktu itu penggunanya kebanyakan nelayan setempat yaitu dari Dusun Labuan Pandan (Sekarang Desa Labuan Pandan, red), sebagian kecil dari Dusun Tibu Borok dan sekitarnya, serta kemungkinan nelayan luar seperti dari Labuan Lombok, Tanjung Teros, Labuan Haji, atau Sumbawa. Demikian pula pantainya, nelayan atau warga setempat lebih banyak memanfaatkannya untuk berlabuh atau sekedar mencari nener (bibit bandeng). |
Sekitar tahun 1970-80an, Pulau Lampu hanyalah sebagai tempat peristirahatan para nelayan yang kebetulan sedang mencari ikan di perairan sekitarnya. Pada waktu itu penggunanya kebanyakan nelayan setempat yaitu dari Dusun Labuan Pandan (Sekarang Desa Labuan Pandan, red), sebagian kecil dari Dusun Tibu Borok dan sekitarnya, serta kemungkinan nelayan luar seperti dari Labuan Lombok, Tanjung Teros, Labuan Haji, atau Sumbawa. Demikian pula pantainya, nelayan atau warga setempat lebih banyak memanfaatkannya untuk berlabuh atau sekedar mencari nener (bibit bandeng). |
||
Tetapi memasuki pertengahan tahun 1980-an, proyeksi pemanfaatan Pulau Lampu mengalami perkembangan. Tidak hanya sebatas aktivitas nelayan dan budidaya perikanan, tetapi lebih didorong ke arah |
Tetapi memasuki pertengahan tahun 1980-an, proyeksi pemanfaatan Pulau Lampu mengalami perkembangan. Tidak hanya sebatas aktivitas nelayan dan budidaya perikanan, tetapi lebih didorong ke arah kepariwisataan. Masyarakat sekitar terutama dari Dusun Transad yang pada dasarnya tidak memiliki latar belakang nelayan tertarik melakukan pengembangan, antara lain dengan membersihkan dan menata pantainya sedemikian rupa sehingga bisa untuk rekreasi. Beberapa fasilitas meskipun bersifat alakadar (minimalis) mulai disediakan, seperti tempat pedagang makanan dan minuman ringan, membuat sumur pembilasan, tempat ganti pakaian, dan toilet umum. |
||
Dalam promosinya yang |
Dalam promosinya memang yang disebut adalah "Pulau Lampu", tetapi sebenarnya yang lebih dominan wisata pantainya. Memasuki tahun 1990-an selain menyediakan penginapan berupa bungalow-bungalow, kelompok pengelola setempat yang dimotori oleh Mas Yanto dkk disana terus melakukan pembenahan, misalnya dengan menyediakan paket penyeberangan ke Gili yang pada waktu itu bekerjasama dengan agen tour ternama seperti "Perama". |
||
==Wisatawan Yang Berkunjung== |
==Wisatawan Yang Berkunjung== |
Revisi per 17 Juli 2012 01.09
artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia. |
Gili Lampu adalah sebuah destinasi wisata pantai yang sudah sangat populer, berada di Sambelia, salah satu kecamatan di Kabupaten Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat Indonesia. Selama ini mungkin banyak orang menyangka Gili Lampu itu sebagai pulau yang dipenuhi dengan lampu-lampu. Tetapi kenyataannya tidaklah demikian. Ditinjau dari susunan katanya, Gili Lampu berasal dari kata "Gili" yang berarti Pulau dan "Lampu" yang bisa berarti Penerang. Jadi "Gili Lampu" sebenarnya merupakan pulau kecil dimana terdapat sebuah mercusuar sebagai tanda penerang atau rambu-rambu lalu lintas laut dan hilir mudik pelayaran di sekitarnya. Menurut keterangan dari tokoh masyarakat setempat, mercusuar ini dibangun sejak zaman penjajahan Jepang, dan hingga saat ini kondisinya masih berfungsi. Pada malam hari, kerlip pijar mercusuar di Pulau Lampu ini tidak hanya tampak dari wilayah sekitar pesisir, tetapi juga bisa dilihat dari Depan Kantor Kecamatan Sambelia. Tetapi ada hubungan apa antara posisi Kantor Kecamatan dengan mercusuar tersebut, kita tidak bisa menafsirkannya terlalu jauh.
Posisi dan Perbatasan
Secara administratif Gili atau Pulau Lampu termasuk dalam wilayah Kecamatan Sambelia, posisinya sekitar 2 Km di sebelah timur Dusun Transad Desa Labuhan Pandan. Dari segi komposisi pulau ini lebih tepat disebut gugusan karang, karena jenis vegetasi yang dominan tumbuh di atasnya hanya bakau. Di sebelah timur Pulau Lampu berbatasan dengan Selat Alas, kemudian di utaranya terdapat Gili Petagan yang berukuran sedikit lebih besar, dan di sebelah selatan ada beberapa gugusan pulau kecil yang masyarakat setempat menamainya Gili Lebur. Kuat dugaan bahwa dahulu kala pulau-pulau kecil ini merupakan satu kesatuan. Namun akibat arus pasang dan naiknya permukaan air laut, menyebabkan gugusan pulau karang ini seolah terpisah satu sama lainnya.
Perkembangan Fungsi
Sekitar tahun 1970-80an, Pulau Lampu hanyalah sebagai tempat peristirahatan para nelayan yang kebetulan sedang mencari ikan di perairan sekitarnya. Pada waktu itu penggunanya kebanyakan nelayan setempat yaitu dari Dusun Labuan Pandan (Sekarang Desa Labuan Pandan, red), sebagian kecil dari Dusun Tibu Borok dan sekitarnya, serta kemungkinan nelayan luar seperti dari Labuan Lombok, Tanjung Teros, Labuan Haji, atau Sumbawa. Demikian pula pantainya, nelayan atau warga setempat lebih banyak memanfaatkannya untuk berlabuh atau sekedar mencari nener (bibit bandeng). Tetapi memasuki pertengahan tahun 1980-an, proyeksi pemanfaatan Pulau Lampu mengalami perkembangan. Tidak hanya sebatas aktivitas nelayan dan budidaya perikanan, tetapi lebih didorong ke arah kepariwisataan. Masyarakat sekitar terutama dari Dusun Transad yang pada dasarnya tidak memiliki latar belakang nelayan tertarik melakukan pengembangan, antara lain dengan membersihkan dan menata pantainya sedemikian rupa sehingga bisa untuk rekreasi. Beberapa fasilitas meskipun bersifat alakadar (minimalis) mulai disediakan, seperti tempat pedagang makanan dan minuman ringan, membuat sumur pembilasan, tempat ganti pakaian, dan toilet umum. Dalam promosinya memang yang disebut adalah "Pulau Lampu", tetapi sebenarnya yang lebih dominan wisata pantainya. Memasuki tahun 1990-an selain menyediakan penginapan berupa bungalow-bungalow, kelompok pengelola setempat yang dimotori oleh Mas Yanto dkk disana terus melakukan pembenahan, misalnya dengan menyediakan paket penyeberangan ke Gili yang pada waktu itu bekerjasama dengan agen tour ternama seperti "Perama".
Wisatawan Yang Berkunjung
Pada awalnya wisatawan yang datang sebatas masyarakat setempat, seperti dari dusun tetangga se-Desa Sambelia atau dari desa lain se-Kecamatan Sambelia. Inipun hanya pada waktu tertentu misalnya ketika piknik sehabis kenaikan sekolah, Lebaran Idul Fitri, Idul Adha, atau liburan tahun baru. Tetapi lambat laun pengunjung dari luar juga mulai berbondong-bondong, seperti dari Kecamatan Pringgabaya, Aikmel, Masbagik, Selong, dll. Bahkan seiring waktu dan digencarkannya promosi oleh tokoh pemuda bersama pemerintah setempat dan pihak swasta, alhasil jumlah kunjungan wisata ke Pulau Lampu meningkat dengan pesat.
Daya Tarik Kepariwisataan
Saat ini obyek wisata Pulau Lampu sudah cukup terkenal, khususnya sebagai salah satu destinasi wisata pantai di Pulau Lombok. Bagi wisatawan lokal, kebanyakan berkunjung kesana mungkin karena tertarik dengan nama "Pulau Lampu". Selain itu mereka juga bisa mandi dan berenang di pantainya. Sedangkan bagi wisatawan luar daerah atau mancanegara, yang menjadi magnet sebenarnya bukan sekedar nama itu, tetapi karena di Pulau Lampu mereka bisa melihat "sun rise". Jadi kalau di Bali ada Pantai Sanur untuk melihat sunrise dan Pantai Kuta untuk menikmati sunset, maka di Lombok ada Pantai Pulau Lampu untuk melihat sunrise dan Pantai Senggigi untuk menikmati sunset. Kira-kira seperti itulah gambarannya. Keberhasilan Masyarakat Sambelia terutama para pemuda di Dusun Transad ini patut mendapatkan apresiasi. Sebuah karya anak bangsa, dan sudah sepantasnya para pihak terkait mendukungnya bagi pengembangan wisata Provinsi NTB, serta peningkatan manfaat yang seluasnya bagi masyarakat sekitar. Kalau ingin menjadi lebih baik, masih banyak yang harus dikerjakan disana, misalnya bagaimana mengemas budaya setempat dan produk-produk lokal menjadi paket-paket untuk meningkatkan daya tarik kepariwisataan, dan tentunya itu mesti dimulai sekarang hingga masa-masa selanjutnya (WG).