Lompat ke isi

Festival Hantu: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Cun Cun (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Cun Cun (bicara | kontrib)
+ref
Baris 1: Baris 1:
[[Berkas:Qianggu.jpg|thumb|right|280px|Foto bangunan dari pohon pinang yang akan dipanjat oleh para pemanjat untuk meramaikan Festival Cioko]]
[[Berkas:Qianggu.jpg|thumb|right|280px|Foto bangunan dari pohon pinang yang akan dipanjat oleh para pemanjat untuk meramaikan Festival Cioko]]
'''Festival Cioko''' atau disebut juga '''Festival Hantu''' ([[Hanzi]]: 鬼節, [[hanyu pinyin]]: gui jie) adalah sebuah tradisi perayaan dalam kebudayaan Tionghoa. Festival ini juga sering disebut '''Festival Tionggoan''' (Hanzi: 中元, hanyu pinyin: zhong yuan). [[Orang Hakka]] menamakannya '''Chit Ngiet Pan'''.<ref>{{id}}[http://bangka.tribunnews.com/mobile/index.php//2011/08/11/shen-mu-miau-siap-gelar-sembahyang-rebut Shen Mu Miau Siap Gelar Sembahyang Rebut], ''Bangkapos''. Akses:01-09-2012</ref> Perayaan ini jatuh pada tanggal [[15 (angka)|15]] bulan [[7 (angka)|7]] [[penanggalan Tionghoa]], bulan 7 dalam penanggalan Tionghoa juga dikenal sebagai bulan hantu dimana ada kepercayaan bahwa dalam kurun waktu satu bulan ini, pintu alam baka terbuka dan hantu-hantu di dalamnya dapat bersuka ria berpesiar ke alam manusia. Demikian halnya sehingga pada pertengahan bulan 7 diadakan perayaan dan sembahyang sebagai penghormatan kepada hantu-hantu tersebut. Tradisi ini sebenarnya merupakan produk masyarakat [[agraris]] di zaman dahulu yang bermula dari penghormatan kepada leluhur serta dewa-dewa supaya panen yang biasanya jatuh di musim gugur dapat terberkati dan berlimpah. Namun pengaruh religius terutama dari [[Buddhisme]] menjadikan tradisi perayaan ini sarat dengan mitologi tentang hantu-hantu kelaparan yang perlu dijamu pada masa kehadiran mereka di dunia manusia. Di dalam Buddhisme, tradisi ini disebut sebagai [[Ulambana]] yang juga dirayakan dan eksis dalam kebudayaan [[Jepang]], [[Vietnam]] dan [[Korea]]. Namun, Ulambana tidak dapat diartikan langsung sebagai Festival Hantu dan sebaliknya juga. Terlepas dari semua mitologi religius di atas, hikmah dari perayaan ini sebenarnya adalah penghormatan kepada leluhur dan penjamuan [[fakir miskin]]. Ini ditandai dengan tradisi sembahyang rebutan, yang membagi-bagikan makanan sembahyangan kepada para fakir miskin setelah penghormatan selesai.
'''Festival Cioko''' atau disebut juga '''Festival Hantu''' ([[Hanzi]]: 鬼節, [[hanyu pinyin]]: gui jie) adalah sebuah tradisi perayaan dalam kebudayaan Tionghoa.<ref>{{en}}[http://m.thejakartapost.com/news/2010/09/05/cioko-festival-appeases-poor-hungry-spirits.html Cioko festival appeases the poor, hungry spirits], ''The Jakarta Post''. Akses:01-09-2012</ref> Festival ini juga sering disebut '''Festival Tionggoan''' (Hanzi: 中元, hanyu pinyin: zhong yuan). [[Orang Hakka]] menamakannya '''Chit Ngiet Pan'''.<ref>{{id}}[http://bangka.tribunnews.com/mobile/index.php//2011/08/11/shen-mu-miau-siap-gelar-sembahyang-rebut Shen Mu Miau Siap Gelar Sembahyang Rebut], ''Bangkapos''. Akses:01-09-2012</ref> Perayaan ini jatuh pada tanggal [[15 (angka)|15]] bulan [[7 (angka)|7]] [[penanggalan Tionghoa]], bulan 7 dalam penanggalan Tionghoa juga dikenal sebagai bulan hantu dimana ada kepercayaan bahwa dalam kurun waktu satu bulan ini, pintu alam baka terbuka dan hantu-hantu di dalamnya dapat bersuka ria berpesiar ke alam manusia. Demikian halnya sehingga pada pertengahan bulan 7 diadakan perayaan dan sembahyang sebagai penghormatan kepada hantu-hantu tersebut. Tradisi ini sebenarnya merupakan produk masyarakat [[agraris]] di zaman dahulu yang bermula dari penghormatan kepada leluhur serta dewa-dewa supaya panen yang biasanya jatuh di musim gugur dapat terberkati dan berlimpah. Namun pengaruh religius terutama dari [[Buddhisme]] menjadikan tradisi perayaan ini sarat dengan mitologi tentang hantu-hantu kelaparan yang perlu dijamu pada masa kehadiran mereka di dunia manusia. Di dalam Buddhisme, tradisi ini disebut sebagai [[Ulambana]] yang juga dirayakan dan eksis dalam kebudayaan [[Jepang]], [[Vietnam]] dan [[Korea]]. Namun, Ulambana tidak dapat diartikan langsung sebagai Festival Hantu dan sebaliknya juga. Terlepas dari semua mitologi religius di atas, hikmah dari perayaan ini sebenarnya adalah penghormatan kepada leluhur dan penjamuan [[fakir miskin]]. Ini ditandai dengan tradisi sembahyang rebutan, yang membagi-bagikan makanan sembahyangan kepada para fakir miskin setelah penghormatan selesai.


== Tanggal ==
== Tanggal ==

Revisi per 1 September 2012 12.32

Foto bangunan dari pohon pinang yang akan dipanjat oleh para pemanjat untuk meramaikan Festival Cioko

Festival Cioko atau disebut juga Festival Hantu (Hanzi: 鬼節, hanyu pinyin: gui jie) adalah sebuah tradisi perayaan dalam kebudayaan Tionghoa.[1] Festival ini juga sering disebut Festival Tionggoan (Hanzi: 中元, hanyu pinyin: zhong yuan). Orang Hakka menamakannya Chit Ngiet Pan.[2] Perayaan ini jatuh pada tanggal 15 bulan 7 penanggalan Tionghoa, bulan 7 dalam penanggalan Tionghoa juga dikenal sebagai bulan hantu dimana ada kepercayaan bahwa dalam kurun waktu satu bulan ini, pintu alam baka terbuka dan hantu-hantu di dalamnya dapat bersuka ria berpesiar ke alam manusia. Demikian halnya sehingga pada pertengahan bulan 7 diadakan perayaan dan sembahyang sebagai penghormatan kepada hantu-hantu tersebut. Tradisi ini sebenarnya merupakan produk masyarakat agraris di zaman dahulu yang bermula dari penghormatan kepada leluhur serta dewa-dewa supaya panen yang biasanya jatuh di musim gugur dapat terberkati dan berlimpah. Namun pengaruh religius terutama dari Buddhisme menjadikan tradisi perayaan ini sarat dengan mitologi tentang hantu-hantu kelaparan yang perlu dijamu pada masa kehadiran mereka di dunia manusia. Di dalam Buddhisme, tradisi ini disebut sebagai Ulambana yang juga dirayakan dan eksis dalam kebudayaan Jepang, Vietnam dan Korea. Namun, Ulambana tidak dapat diartikan langsung sebagai Festival Hantu dan sebaliknya juga. Terlepas dari semua mitologi religius di atas, hikmah dari perayaan ini sebenarnya adalah penghormatan kepada leluhur dan penjamuan fakir miskin. Ini ditandai dengan tradisi sembahyang rebutan, yang membagi-bagikan makanan sembahyangan kepada para fakir miskin setelah penghormatan selesai.

Tanggal

Tahun Tanggal Masehi
2551 14 Agustus 2000
2552 2 September 2001
2553 23 Agustus 2002
2554 12 Agustus 2003
2555 30 Agustus 2004
2556 19 Agustus 2005
2557 8 Agustus 2006
2558 27 Agustus 2007
2559 15 Agustus 2008
2560 3 September 2009
Tahun Tanggal Masehi
2561 24 Agustus 2010
2562 14 Agustus 2011
2563 31 Agustus 2012
2564 21 Agustus 2013
2565 10 Agustus 2014
2566 28 Agustus 2015
2567 17 Agustus 2016
2568 5 September 2017
2569 25 Agustus 2018
2570 15 Agustus 2019

Pranala luar

Referensi

  1. ^ (Inggris)Cioko festival appeases the poor, hungry spirits, The Jakarta Post. Akses:01-09-2012
  2. ^ (Indonesia)Shen Mu Miau Siap Gelar Sembahyang Rebut, Bangkapos. Akses:01-09-2012