Poligami: Perbedaan antara revisi
Tidak ada ringkasan suntingan |
|||
Baris 5: | Baris 5: | ||
Walaupun diperbolehkan dalam beberapa kebudayaan, poligami ditentang oleh sebagian kalangan. Terutama kaum [[feminis]] menentang poligini, karena mereka menganggap poligini sebagai bentuk penindasan kepada kaum wanita. |
Walaupun diperbolehkan dalam beberapa kebudayaan, poligami ditentang oleh sebagian kalangan. Terutama kaum [[feminis]] menentang poligini, karena mereka menganggap poligini sebagai bentuk penindasan kepada kaum wanita. |
||
Kenyataan bahwa poligami seringkali dianggap sebagai hampir seluruh wanita sebagai penindasan adalah sebuah pendapat yang jelas keliru. Poligami adalah suatu kewajaran dan diperbolehkan oleh agama (Islam). Hendaknya kaum wanita menyadari dengan sepenuhnya bahwa poligami adalah hak seorang pria dan merupakan ibadah yang jelas jelas lebih bermanfaat bagi perkembangan jumlah ummat manusia di kemudian hari. Penentangan terhadap poligami jelas jelas merupakan penentangan terhadap takdir hidup manusia. Poligami adalah sebuah keputusan terhormat dari seorang laki-laki yang ingin bertanggung jawab terhadap seorang perempuan lainnya dengan cara terhhormat pula, yaitu menikah secara syah menurut hukum agama. |
|||
== Poligami dan agama == |
== Poligami dan agama == |
Revisi per 16 September 2012 08.29
Hubungan pribadi |
---|
Jenis hubungan |
Duda · Istri · Janda · Keluarga · Kumpul kebo · Monogami · Nikah siri · Pacar lelaki · Pacar perempuan · Perkawinan · Poligami · Saudara · Sahabat · Selir · Suami · Wanita simpanan |
Peristiwa dalam hubungan |
Cinta · Ciuman · Kasih sayang · Pacaran · Persahabatan · Pernikahan · Perselingkuhan · Perceraian · Percumbuan · Perjantanan · Persetubuhan · Perzinaan |
Dalam antropologi sosial, poligami merupakan praktik pernikahan kepada lebih dari satu suami atau istri (sesuai dengan jenis kelamin orang bersangkutan). Hal ini berlawanan dengan praktik monogami yang hanya memiliki satu suami atau istri.
Terdapat tiga bentuk poligami, yaitu poligini (seorang pria memiliki beberapa istri sekaligus), poliandri (seorang wanita memiliki beberapa suami sekaligus), dan pernikahan kelompok (bahasa Inggris: group marriage, yaitu kombinasi poligini dan poliandri). Ketiga bentuk poligami tersebut ditemukan dalam sejarah, namum poligini merupakan bentuk yang paling umum terjadi.
Walaupun diperbolehkan dalam beberapa kebudayaan, poligami ditentang oleh sebagian kalangan. Terutama kaum feminis menentang poligini, karena mereka menganggap poligini sebagai bentuk penindasan kepada kaum wanita.
Kenyataan bahwa poligami seringkali dianggap sebagai hampir seluruh wanita sebagai penindasan adalah sebuah pendapat yang jelas keliru. Poligami adalah suatu kewajaran dan diperbolehkan oleh agama (Islam). Hendaknya kaum wanita menyadari dengan sepenuhnya bahwa poligami adalah hak seorang pria dan merupakan ibadah yang jelas jelas lebih bermanfaat bagi perkembangan jumlah ummat manusia di kemudian hari. Penentangan terhadap poligami jelas jelas merupakan penentangan terhadap takdir hidup manusia. Poligami adalah sebuah keputusan terhormat dari seorang laki-laki yang ingin bertanggung jawab terhadap seorang perempuan lainnya dengan cara terhhormat pula, yaitu menikah secara syah menurut hukum agama.
Poligami dan agama
Hindu
Baik poligini maupun poliandri dilakukan oleh sekalangan masyarakat Hindu pada zaman dulu. Hinduisme tidak melarang maupun menyarankan poligami. Pada praktiknya dalam sejarah, hanya raja dan kasta tertentu yang melakukan poligami.
Buddhisme
Dalam Agama Buddha pandangan terhadap Poligami adalah suatu bentuk keserakahan (Lobha).
Yudaisme
Walaupun kitab-kitab kuno agama Yahudi menandakan bahwa poligami diizinkan, berbagai kalangan Yahudi kini melarang poligami.
Kristen
Gereja-gereja Kristen umumnya, (Protestan, Katolik, Ortodoks, dan lain-lain) menentang praktik poligami. Namun beberapa gereja memperbolehkan poligami berdasarkan kitab-kitab kuna agama Yahudi. Gereja Katolik merevisi pandangannya sejak masa Paus Leo XIII pada tahun 1866 yakni dengan melarang poligami yang berlaku hingga sekarang.
Mormonisme
Penganut Mormonisme pimpinan Joseph Smith di Amerika Serikat sejak tahun 1840-an hingga sekarang mempraktikkan, bahkan hampir mewajibkan poligami. Tahun 1882 penganut Mormon memprotes keras undang-undang anti-poligami yang dibuat pemerintah Amerika Serikat. Namun praktik ini resmi dihapuskan ketika Utah memilih untuk bergabung dengan Amerika Serikat. Sejumlah gerakan sempalan Mormon sampai kini masih mempraktekkan poligami.
Islam
Islam pada dasarnya 'memperbolehkan' seorang pria beristri lebih dari satu (poligami). Islam 'memperbolehkan' seorang pria beristri hingga empat orang istri dengan syarat sang suami harus dapat berbuat 'adil' terhadap seluruh istrinya [1]. Poligini dalam Islam baik dalam hukum maupun praktiknya, diterapkan secara bervariasi di tiap-tiap negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam. Di Indonesia sendiri terdapat hukum yang memperketat aturan poligami untuk pegawai negeri, dan sedang dalam wacana untuk diberlakukan kepada publik secara umum. Tunisia adalah contoh negara Arab dimana poligami tidak diperbolehkan.
Poligami Menurut Mahkamah Konstitusi Indonesia
Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan bahwa ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) yang menyatakan bahwa asas perkawinan adalah monogami, dan poligami diperbolehkan dengan alasan, syarat, dan prosedur tertentu tidak bertentangan dengan ajaran islam dan hak untuk membentuk keluarga, hak untuk bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, dan hak untuk bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif sebagaimana diatur dalam UUD 1945 sebagaimana diutarakan dalam sidang pembacaan putusan perkara No. 12/PUU-V/2007 pengujian UU Perkawinan yang diajukan M. Insa, seorang wiraswasta asal Bintaro Jaya, Jakarta Selatan pada Rabu (3/10/2007).[2]
Insa dalam permohonannya beranggapan bahwa Pasal 3 ayat (1) dan (2), Pasal 4 ayat (1) dan (2), Pasal 5 ayat (1), Pasal 9, Pasal 15, dan Pasal 24 UU Perkawinan telah mengurangi hak kebebasan untuk beribadah sesuai agamanya, yaitu beribadah Poligami. Selain itu, menurut Insa, dengan adanya pasal-pasal tersebut yang mengharuskan adanya izin isteri maupun pengadilan untuk melakukan poligami telah merugikan kemerdekaan dan kebebasan beragama dan mengurangi hak prerogatifnya dalam berumah tangga dan merugikan hak asasi manusia serta bersifat diskriminatif.[3]
MK, dalam sidang terbuka untuk umum tersebut, menyatakan menolak permohonan M. Insa karena dalil-dalil yang dikemukakan tidak beralasan. Menurut MK dalam pertimbangan hukumnya, pasal-pasal yang tercantum dalam UU Perkawinan yang memuat alasan, syarat, dan prosedur poligami, sesungguhnya semata-mata sebagai upaya untuk menjamin dapat dipenuhinya hak-hak isteri dan calon insteri yang menjadi kewajiban suami yang berpoligami dalam rangka mewujudkan tujuan perkawinan.[4]
Tujuan perkawinan, sebagaimana dikemukakan ahli M. Quraish Shihab, dalam sidang sebelumnya yang dikutip dalam pertimbangan hukum putusan, adalah untuk mendapatkan ketenangan hati (sakinah). Sakinah dapat lestari manakala kedua belah pihak yang berpasangan itu memelihara mawaddah, yaitu kasih sayang yang terjalin antara kedua belah pihak tanpa mengharapkan imbalan (pamrih) apapun, melainkan semata-mata karena keinginannya untuk berkorban dengan memberikan kesenangan kepada pasangannya.[5]
Menurut Shihab, sifat egoistik, yaitu hanya ingin mendapatkan segala hal yang menyenangkan bagi diri sendiri, sekalipun akan meyakitkan hati pasangannya akan memutuskan mawaddah. Itulah sebabnya, demi menjaga keluarga sakinah adalah wajar jika seorang suami yang ingin berpoligami, terlebih dahulu perlu meminta pendapat dan izin dari isterinya agar tak tersakiti. Di samping itu, izin isteri diperlukan karena sangat terkait dengan kedudukan isteri sebagai mitra yang sejajar dan sebagai subjek hukum dalam perkawinan yang harus dihormati harkat dan martabatnya.[6]
Ahli M. Quraish Shihab pun menyatakan bahwa asas perkawinan yang dianut oleh ajaran islam adalah asas monogami. Poligami merupakan kekecualian yang dapat ditempuh dalam keadaan tertentu, baik yang secara objektif terkait dengan waktu dan tempat, maupun secara subjektif terkait dengan pihak-pihak (pelaku) dalam perkawinan tersebut.[7]
Terkait dengan salah satu syarat poligami yang terpenting, yaitu adil, pendapat Ahli Huzaemah T. Yanggo yang dikutip dalam pertimbangan hukum putusan, menyatakan bahwa kaidah fiqh yang berlaku adalah pemerintah (negara) mengurus rakyatnya sesuai dengan kemaslahatannya. Oleh karena itu, menurut ajaran islam, negara (ulil amri) berwenang menentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh warga negaranya yang ingin melakukan poligami, demi kemaslahatan umum, khususnya mencapai tujuan perkawinan.[8]
Mengenai adanya ketentuan yang mengatur tentang poligami untuk WNI yang hukum agamanya memperkenankan perkawinan poligami, hal ini menurut MK adalah wajar. Oleh karena sahnya suatu perkawinan menurut Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan apabila dilakukan sesuai dengan agama dan kepercayaannya. Sebaliknya, akan menjadi tidak wajar jika UU Perkawinan mengatur poligami untuk mereka yang hukum agamanya tidak mengenal poligami. Jadi pengaturan yang berbeda ini bukan suatu bentuk diskriminasi, karena dalam pengaturan ini tidak ada yang dibedakan, melainkan mengatur sesuai degan apa yang dibutuhkan, sedangkan diskriminasi adalah memberikan perlakuan yang berbeda terhadap dua hal yang sama.[9]
Dampak poligami
Dampak yang umum terjadi terhadap istri yang suaminya berpoligami[10] yang terdiri dari 2 faktor yaitu:
- Faktor Internal
- Dampak psikologis: perasaan inferior istri dan menyalahkan diri karena merasa tindakan suaminya berpoligami adalah akibat dari ketidakmampuan dirinya memenuhi kebutuhan biologis suaminya.
- Dampak ekonomi: Ketergantungan secara ekonomi kepada suami. Walaupun ada beberapa suami memang dapat berlaku adil terhadap istri-istrinya, tetapi dalam praktiknya lebih sering ditemukan bahwa suami lebih mementingkan istri muda dan menelantarkan istri dan anak-anaknya terdahulu. Akibatnya istri yang tidak memiliki pekerjaan akan sangat kesulitan menutupi kebutuhan sehari-hari.
- Dampak hukum: Seringnya terjadi nikah di bawah tangan (perkawinan yang tidak dicatatkan pada Kantor Catatan Sipil atau Kantor Urusan Agama), sehingga perkawinan dianggap tidak sah oleh negara, walaupun perkawinan tersebut sah menurut agama. Pihak perempuan akan dirugikan karena konsekuensinya suatu perkawinan dianggap tidak ada, seperti hak waris dan sebagainya.
- Dampak kesehatan: Kebiasaan berganti-ganti pasangan menyebabkan suami/istri menjadi rentan terhadap penyakit menular seksual (PMS), bahkan rentan terjangkit virus HIV/AIDS. Berpoligi lebih aman dari penyakit tersebut.
- Kekerasan terhadap perempuan, baik kekerasan fisik, ekonomi, seksual maupun psikologis. Hal ini umum terjadi pada rumah tangga poligami, walaupun begitu kekerasan juga terjadi pada rumah tangga yang monogami.
- Faktor Eksternal
Poligami berseri
Poligami berseri dalam sosiologi adalah sejenis poligami, namun tidak dilakukan pada saat yang bersamaan (paralel) melainkan melalui proses perceraian (perceraian secara hukum, bukan cerai mati). Ketika seorang suami atau seorang istri bercerai lalu menikah lagi, maka hal itu disebut sebagai poligami berseri.
Dampak Positif Poligami : 1). Mencegah perzinahan, 2). Mencegah pelacuran, 3). Mencegah kemiskinan, 4). Meningkatkan ekonomi keluarga.
Referensi
- ^ Surat an-Nisa ayat 3 4:3
- ^ http://luthfiwe.blogspot.com/2009/03/persyaratan-poligami-dalam-uu.html
- ^ http://luthfiwe.blogspot.com/2009/03/persyaratan-poligami-dalam-uu.html
- ^ http://luthfiwe.blogspot.com/2009/03/persyaratan-poligami-dalam-uu.html
- ^ http://luthfiwe.blogspot.com/2009/03/persyaratan-poligami-dalam-uu.html
- ^ http://luthfiwe.blogspot.com/2009/03/persyaratan-poligami-dalam-uu.html
- ^ http://luthfiwe.blogspot.com/2009/03/persyaratan-poligami-dalam-uu.html
- ^ http://luthfiwe.blogspot.com/2009/03/persyaratan-poligami-dalam-uu.html
- ^ http://luthfiwe.blogspot.com/2009/03/persyaratan-poligami-dalam-uu.html
- ^ (Indonesia) Bila suami anda melakukan Poligami (lbh-apik.or.id)
Pranala luar
- (Indonesia) E-Book Poligami (hdn.or.id)
- (Indonesia) Menyoal Poligami dan Kendalanya (alsofwah.or.id)
- (Indonesia) Poligami, Siapa Takut? (liputan6.com)