Lompat ke isi

? (film): Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Aldo samulo (bicara | kontrib)
Aldo samulo (bicara | kontrib)
Baris 57: Baris 57:
==Produksi==
==Produksi==
''?'' disutradarai oleh Hanung Bramantyo,{{sfn|Irwansyah 2011, Mengapa Hanung Bramantyo}} yang merupakan keturunan campuran dari [[Orang Jawa|Jawa]]-[[Tionghoa-Indonesia|Tionghoa]].{{sfn|Kartoyo DS 2011, Bikin Film Toleransi Agama}} ia memutuskan untuk menyutradarai film bertema pluralis berdasarkan pengalamannya sendiri sebagai seorang anak [[multirasial]].{{sfn|Aguslia 2011, Sebuah Tanda Tanya}} Dia memilih judul ''?'' untuk menghindari protes pada saat perilisan film, mengatakan bahwa jika film itu berjudul ''Liberalisme'' atau ''Pluralisme'' akan ada protes oleh penentang ideologi tersebut,{{sfn|Irwansyah 2011, Mengapa Hanung Bramantyo}} dan ia tidak dapat memikirkan judul yang lebih baik.{{sfn|Aguslia 2011, Sebuah Tanda Tanya}} Karakter individu didasarkan pada orang-orang yang dikenal oleh Bramantyo atau yang ia baca tentang orang tersebut.{{sfn|Aguslia 2011, Sebuah Tanda Tanya}} Tujuannya dalam membuat film adalah untuk "memperjelas argumen menyesatkan tentang Islam" dan melawan penggambaran Islam sebagai "agama radikal".{{sfn|Setiawati 2011, Is film censorship}} Dalam konferensi pers pra-rilis, Bramantyo mengatakan bahwa''?'' Tidak dimaksudkan untuk menjadi komersial, tetapi untuk membuat sebuah pernyataan.{{sfn|Bramantyo|2012|loc=2:20-2:25}} Film ini adalah film keempat belas, merupakan salah satu dari beberapa film bertema Islam yang telah ia sutradarai, setelah drama poligami romantis, [[Ayat-Ayat Cinta]] (2008) dan film mengenai kisah hidup, [[Sang Pencerah]] (2009).{{sfn|Setiawati 2011, Questioning intolerance}}
''?'' disutradarai oleh Hanung Bramantyo,{{sfn|Irwansyah 2011, Mengapa Hanung Bramantyo}} yang merupakan keturunan campuran dari [[Orang Jawa|Jawa]]-[[Tionghoa-Indonesia|Tionghoa]].{{sfn|Kartoyo DS 2011, Bikin Film Toleransi Agama}} ia memutuskan untuk menyutradarai film bertema pluralis berdasarkan pengalamannya sendiri sebagai seorang anak [[multirasial]].{{sfn|Aguslia 2011, Sebuah Tanda Tanya}} Dia memilih judul ''?'' untuk menghindari protes pada saat perilisan film, mengatakan bahwa jika film itu berjudul ''Liberalisme'' atau ''Pluralisme'' akan ada protes oleh penentang ideologi tersebut,{{sfn|Irwansyah 2011, Mengapa Hanung Bramantyo}} dan ia tidak dapat memikirkan judul yang lebih baik.{{sfn|Aguslia 2011, Sebuah Tanda Tanya}} Karakter individu didasarkan pada orang-orang yang dikenal oleh Bramantyo atau yang ia baca tentang orang tersebut.{{sfn|Aguslia 2011, Sebuah Tanda Tanya}} Tujuannya dalam membuat film adalah untuk "memperjelas argumen menyesatkan tentang Islam" dan melawan penggambaran Islam sebagai "agama radikal".{{sfn|Setiawati 2011, Is film censorship}} Dalam konferensi pers pra-rilis, Bramantyo mengatakan bahwa''?'' Tidak dimaksudkan untuk menjadi komersial, tetapi untuk membuat sebuah pernyataan.{{sfn|Bramantyo|2012|loc=2:20-2:25}} Film ini adalah film keempat belas, merupakan salah satu dari beberapa film bertema Islam yang telah ia sutradarai, setelah drama poligami romantis, [[Ayat-Ayat Cinta]] (2008) dan film mengenai kisah hidup, [[Sang Pencerah]] (2009).{{sfn|Setiawati 2011, Questioning intolerance}}

[[Berkas:Glenn Fredly.jpg|thumb|left|upright|Penyanyi [[Glenn Fredly]] menemukan karakter yang menarik, mengingat situasi religius yang sensitif di Indonesia.]]


== Referensi ==
== Referensi ==

Revisi per 2 Februari 2013 03.10

?
Berkas:? film.jpg
Poster film
SutradaraHanung Bramantyo
ProduserCelerina Judisari
Hanung Bramantyo
Ditulis olehTitien Wattimena
PemeranReza Rahadian
Revalina S. Temat
Agus Kuncoro
Endhita
Rio Dewanto
Hengky Solaiman
Deddy Sutomo
Penata musikTya Subiakto
SinematograferYadi Sugandi
PenyuntingCesa David Luckmansyah
DistributorMahaka Pictures dan Dapur Film
Tanggal rilis
7 April 2011
Durasi100 menit
NegaraIndonesia
AnggaranRp 5 Miliar[1]

? : Masih Pentingkah Kita Berbeda adalah film drama Indonesia yang dirilis pada 7 April 2011 dengan disutradarai oleh Hanung Bramantyo yang dibintangi oleh Reza Rahadian dan Revalina S. Temat. Tema dari film ini adalah pluralisme agama di Indonesia, yang sering terjadi konflik antara keyakinan agama, diwakili dalam sebuah alur cerita yang berkisar pada interaksi dari tiga keluarga, satu Buddha, satu Muslim, dan satu Katolik, setelah menjalani banyak kesulitan dan kematian beberapa anggota keluarga dalam kekerasan agama, mereka mampu untuk berdamai.

Berdasarkan pengalaman Bramantyo sebagai seorang anak ras campuran. ? dimaksudkan untuk melawan penggambaran Islam sebagai "agama radikal".[2] Namun, karena tema film pluralisme agama dan inti cerita yang kontroversial, Bramantyo mengalami kesulitan menemukan dukungan dana. Akhirnya, Mahaka Pictures memberikan dana sebesar Rp 5 miliar untuk membiayai produksi. Syuting dimulai pada tanggal 5 Januari 2011 di Semarang.

Dirilis pada tanggal 7 April 2011, ? sukses secara kritik dan juga komersial: film ini menerima ulasan yang menguntungkan dan telah dilihat oleh lebih dari 550.000 orang. ?, Juga diputar secara internasional dan juga dinominasikan pada sembilan kategori di Piala Citra di Festival Film Indonesia 2011 dan memenangkan satu. Namun, beberapa kelompok Muslim Indonesia, termasuk Majelis Ulama Indonesia (MUI), Front Pembela Islam, dan Nahdlatul Ulama (NU), memprotes film ini karena pesan pluralisnya.

Alur cerita

? berfokus pada hubungan antar agama di Indonesia, sebuah negara di mana konflik agama menjadi hal yang umum, dan ada sejarah panjang kekerasan dan diskriminasi terhadap Tionghoa Indonesia.[3] Alur cerita film menceritakan tentang tiga keluarga yang tinggal di sebuah desa di Semarang, Jawa Tengah: keluarga Tionghoa-Indonesia dan beragama Buddha, Tan Kat Sun (Hengky Solaiman) dan anaknya Hendra (Rio Dewanto), pasangan muslim, Soleh (Reza Rahadian) dan Menuk (Revalina S. Temat), dan seorang mualaf Katolik Rika (Endhita) dan Abi anaknya yang seorang Muslim.

Sun dan Hendra menjalankan sebuah restoran masakan Cina yang menyajikan daging babi, yang dilarang bagi umat Islam, meskipun restoran memiliki klien dan staf Muslim. Untuk memastikan hubungan baik dengan karyawan muslim dan pelanggannya, Sun menggunakan peralatan khusus untuk mempersiapkan daging babi dimana ia tidak mengizinkannya untuk digunakan untuk hidangan lainnya, dan memungkinkan stafnya memiliki waktu untuk shalat, ia juga memberi mereka liburan selama Idul Fitri, hari libur Muslim yang terbesar. Salah satu karyawannya adalah Menuk, yang mendukung Soleh, suaminya yang menganggur. Rika adalah teman Menuk dan terlibat dengan seorang aktor muslim yang gagal, Surya (Agus Kuncoro).

Pada usia 70-an, Sun jatuh sakit, dan restoran diambil alih oleh Hendra, yang memutuskan itu akan melayani secara eksklusif maskaan dari daging babi dan mengasingkan pelanggan Muslimnya. Hendra masuk ke dalam konflik dengan Soleh atas Menuk, Hendra yang sebelumnya pernah menjadi kekasihnya. Menuk menjadi semakin tertekan setelah Soleh mengatakan kepadanya bahwa ia berencana untuk menceraikannya, dan mereka didorong untuk berpisah. Rika merasa stres karena bagaimana dia telah dirawat oleh tetangganya dan keluarganya yang telah berpindah agama ke Katolik dari Islam, Abi juga menghadapi pengucilan. Sementara itu, Surya dan Doni (Glenn Fredly) bersaing untuk kasih sayangnya. Surya marah atas kegagalan untuk menemukan pekerjaan akting yang baik.

Soleh bergabung dengan kelompok amal Islam, Nahdlatul Ulama (NU), berharap untuk mendapatkan kepercayaan. Meskipun ia awalnya enggan untuk melindungi keamanan gereja, ia akhirnya mengorbankan hidupnya ketika ia menemukan bom telah ditanam di sebuah gereja Katolik. Dia bergegas keluar dengan bom, yang meledak di luar gereja, membunuh Soleh tapi jauh dari jamaah. Sun meninggal ketika restoran, yang tidak tutup untuk menghormati Idul Fitri, diserang oleh sekelompok umat Islam. Setelah serangan itu, Hendra membaca 99 Nama Allah dan masuk Islam, ia mencoba untuk mendekati Menuk, meskipun tidak jelas apakah ia akan menerima dia. Surya menerima tawaran dari Rika untuk memainkan peran Yesus di gereja-nya pada saat perayaan Natal dan Paskah, dimana ia menerima bayaran yang tinggi setelah ragu-ragu karena takut bahwa hal itu akan bertentangan dengan agamanya, setelah perayaan tersebut dia membaca Al-Ikhlas di dalam masjid. Rika mampu memperoleh restu orangtuanya untuk perpindahan agamanya.

Pemeran

  • Revalina S. Temat sebagai Menuk, seorang wanita Muslim yang religius yang mengenakan jilbab dan menikah dengan Soleh. Menuk bekerja di restoran Tan Kat Sun dimana ia akan dipinang oleh Hendra, anak Sun.[4] Menurut Temat, Menuk menikah dengan Soleh, yang tidak ia cintai, bukannya Hendra karena Soleh adalah Muslim.[5]
  • Reza Rahadian sebagai Soleh, suami Menuk yang seorang Muslim dan pengangguran, yang ingin menjadi pahlawan bagi keluarganya. Dia akhirnya bergabung dengan cabang Banser dari Nahdlatul Ulama (NU) dan bertugas melindungi tempat-tempat ibadah dari kemungkinan serangan teroris. Dia meninggal dalam proses mengeluarkan bom dari sebuah gereja yang dipenuhi jamaah.[6]
  • Endhita sebagai Rika, seorang janda muda, ibu dari satu, dan seorang mualaf Katolik. Karena perceraian dan perpindahan agamnya, dia sering dipandang rendah oleh tetangganya. Dia juga masuk ke dalam konflik dengan anaknya Abi, yang tidak menjadi mualaf seperti dia, atas imannya.[4] Endhita masuk dalam nominasi Festival Film Indonesia tahun 2011 untuk Aktris Pembantu Terbaik atas perannya, tetapi dia dikalahkan oleh Dewi Irawan dari Sang Penari.[7][8]
  • Agus Kuncoro sebagai Surya, seorang aktor muda Muslim dan pacar Rika. Ketidakmampuannya untuk mengamankan lebih sedikit dari bagiannya memprovokasi keputusasaan atas kondisi keuangannya dan mengalami krisis akan eksistensinya.[4][6] Dia akhirnya mendarat peran utama sebagai Yesus pada saat perayaan Natal dan Paskah Rika.[4] Kuncoro menerima nominasi sebagai untuk Aktor Pembantu Terbaik, tetapi dikalahkan oleh Mathias Muchus dari film Pengejar Angin.[7][8]
  • Rio Dewanto sebagai Hendra (Ping Hen), putra Tat Kan Sun dan Lim Giok Lie. Dia terus-menerus bertengkar dengan orang tuanya, terutama tentang menjalankan restoran. Ia juga jatuh cinta dengan Menuk, tapi dia menolak dia, karena dia bukan Muslim.[4] Setelah kematian ayahnya ia berpindah agama ke agama Islam.[6]
  • Hengky Solaiman sebagai Tan Kat Sun, seorang Tionghoa-Indonesia dan pemilik restoran, suami dari Lie Giok Lim dan ayah dari Hendra. Sun memiliki kondisi kesehatan buruk, tapi ia terus sikap positif.[4]
  • Edmay sebagai Lim Giok Lie, istri dari Tan Kat Sun dan ibu dari Hendra. She selalu memberi nasehat kepada Menuk.[6]
  • Glenn Fredly sebagai Doni, seorang pemuda Katolik yang jatuh cinta pada Rika.[6]
  • David Chalik sebagai Wahyu, adalah seorang ustad dan juga penasihat dari Surya.[6]
  • Dedy Soetomo sebagai pastor di gereja Rika.[6]

Produksi

? disutradarai oleh Hanung Bramantyo,[9] yang merupakan keturunan campuran dari Jawa-Tionghoa.[10] ia memutuskan untuk menyutradarai film bertema pluralis berdasarkan pengalamannya sendiri sebagai seorang anak multirasial.[11] Dia memilih judul ? untuk menghindari protes pada saat perilisan film, mengatakan bahwa jika film itu berjudul Liberalisme atau Pluralisme akan ada protes oleh penentang ideologi tersebut,[9] dan ia tidak dapat memikirkan judul yang lebih baik.[11] Karakter individu didasarkan pada orang-orang yang dikenal oleh Bramantyo atau yang ia baca tentang orang tersebut.[11] Tujuannya dalam membuat film adalah untuk "memperjelas argumen menyesatkan tentang Islam" dan melawan penggambaran Islam sebagai "agama radikal".[2] Dalam konferensi pers pra-rilis, Bramantyo mengatakan bahwa? Tidak dimaksudkan untuk menjadi komersial, tetapi untuk membuat sebuah pernyataan.[12] Film ini adalah film keempat belas, merupakan salah satu dari beberapa film bertema Islam yang telah ia sutradarai, setelah drama poligami romantis, Ayat-Ayat Cinta (2008) dan film mengenai kisah hidup, Sang Pencerah (2009).[13]

Penyanyi Glenn Fredly menemukan karakter yang menarik, mengingat situasi religius yang sensitif di Indonesia.

Referensi

Catatan kaki

Bibliografi

  • Bramantyo, Hanung (director) (2012). Nota album untuk ?. Jakarta: Jive! collection.
  • Bramantyo, Hanung (director) (2012). Behind the Scene [sic] (dalam bahasa Indonesian). Jakarta: Jive! collection. OCLC 778369109. 
  • Sasono, Eric (2012). "'?' (Tanda Tanya): Pertanyaan Retoris Hanung". ? (DVD liner notes) (dalam bahasa Indonesian). Jakarta: Jive! collection. hlm. 2–14. OCLC 778369109. 
  • Sidel, John Thayer (2006). Riots, Pogroms, and Jihad: Religious Violence in Indonesia. Ithaca: Cornell University Press. ISBN 978-0-8014-4515-6. 
  • Tjandra, Roni P. (2012). "Tanda Tanya dari Jive Collection", p. 1. Nota album untuk ?. Jakarta: Jive! collection.

Referensi daring

Pranala luar

Templat:Link GA

Templat:Link FA