Kacang parang: Perbedaan antara revisi
+ |
+ dan ce. |
||
Baris 27: | Baris 27: | ||
== Deskripsi == |
== Deskripsi == |
||
Kacang parang merupakan semak |
Kacang parang merupakan semak merambat dengan panjang mencapai 10 [[meter|m]].<ref name=Sayur/> Semakin bertambah umur, batangnya yang merambat akan berubah menjadi berkayu. Percabangan tumbuh pada buku terendah dan beberapa cabang sekunder juga tumbuh.<ref name=Prohati/> Permukaan batang kacang parang berwarna hijau, dan berbulu.<ref name=vlsm/> [[Daun]]nya bertangkai, dan mempunyai 3 helai anak daun.<ref name=Sayur/> [[Daun]]nya tergolong majemuk, gasal, berselang-seling, pangkalnya membulat, tepinya rata, berukuran 7,5-15 cm × 5-10 cm, pertulangannya melengkung, berbeulu, dan berwana hijau.<ref name=Prohati/><ref name=vlsm/> [[Bunga]] berbentuk [[kupu-kupu]], berwarna merah muda<ref name=Sayur/> hingga kadang-kadang putih.<ref name=Prohati/> Kacang parang memiliki [[perbungaan|bunga]] yang tergolong majemuk, tumbuh di ketiak daun, panjang 7,5-20 [[sentimeter|cm]], mahkota bunga berbentuk kupu-kupu, berwarna ungu, dan panjangnya 2-4 cm.<ref name=vlsm/> [[Buah]]nya berbentuk polong,. Biji berbentuk lonjong, terpampat ke samping, berwarna gading atau putih, hilum coklat dengan panjang 6-9 mm.<ref name=Prohati/> Tiap-tiap polong berisi 20 [[biji]].<ref name=Sayur/> Panjang biji ± 2,5 cm. [[Akar]]nya tunggang, dan berwana putih kotor.<ref name=vlsm/> |
||
== Referensi == |
== Referensi == |
Revisi per 10 Mei 2013 07.35
Kacang parang | |
---|---|
Klasifikasi ilmiah | |
Kerajaan: | |
(tanpa takson): | |
(tanpa takson): | |
(tanpa takson): | |
Ordo: | |
Famili: | |
Genus: | |
Spesies: | C. ensiformis
|
Nama binomial | |
Canavalia ensiformis | |
Sinonim | |
|
Kacang parang (Canavalia ensiformis) adalah suatu jenis polong-polongan yang ditanam sebagai bahan pangan. Biji tumbuhan ini cukup banyak mengandung protein, namun demikian jumlahnya belum sebanyak kedelai.[4]
Di Indonesia, kara pedang dikenal dengan sebutan kara kaji (Indonesia),[4] kacang parang (Melayu), kara bedog, kacang mekah, kacang prasman (Sunda), koro bendo, koro pedang, krandang (Jawa), kara ortel, dan juga kara wedung (Madura).[2][3]
Ada yang membuat dage dari bijinya yang sudah tua, namun biji tersebut harus dimasak 2 kali selama berjam-jam untuk menghilangkan racunnya.[4] Biji kacang parang juga dapat diolah untuk dijadikan tempe non-kedelai.[5]
Deskripsi
Kacang parang merupakan semak merambat dengan panjang mencapai 10 m.[4] Semakin bertambah umur, batangnya yang merambat akan berubah menjadi berkayu. Percabangan tumbuh pada buku terendah dan beberapa cabang sekunder juga tumbuh.[3] Permukaan batang kacang parang berwarna hijau, dan berbulu.[2] Daunnya bertangkai, dan mempunyai 3 helai anak daun.[4] Daunnya tergolong majemuk, gasal, berselang-seling, pangkalnya membulat, tepinya rata, berukuran 7,5-15 cm × 5-10 cm, pertulangannya melengkung, berbeulu, dan berwana hijau.[3][2] Bunga berbentuk kupu-kupu, berwarna merah muda[4] hingga kadang-kadang putih.[3] Kacang parang memiliki bunga yang tergolong majemuk, tumbuh di ketiak daun, panjang 7,5-20 cm, mahkota bunga berbentuk kupu-kupu, berwarna ungu, dan panjangnya 2-4 cm.[2] Buahnya berbentuk polong,. Biji berbentuk lonjong, terpampat ke samping, berwarna gading atau putih, hilum coklat dengan panjang 6-9 mm.[3] Tiap-tiap polong berisi 20 biji.[4] Panjang biji ± 2,5 cm. Akarnya tunggang, dan berwana putih kotor.[2]
Referensi
- ^ "Canavalia ensiformis (L.) DC". Germplasm Resources Information Network. United States Department of Agriculture. 2005-12-22. Diakses tanggal 2009-03-26.
- ^ a b c d e f "Canavalia ensiformis (L.) DC" (PDF). Departemen Kesehatan. 15 November 2001. Diakses tanggal 26 April 2013.
- ^ a b c d e f "Canavalia ensiformis DC". Prohati. Diakses tanggal 26 April 2013.
- ^ a b c d e f g Sastrapradja, Setijati; Lubis, Siti Harti Aminah; Djajasukma, Eddy; Soetarno, Hadi; Lubis, Ischak (1981). Proyek Penelitian Potensi Sumber Daya Ekonomi:Sayur-Sayuran 6. Jakarta: LIPI bekerja sama dengan Balai Pustaka. hal. 47. OCLC 66307472.
- ^ Syarief, R.; dkk (1999). Wacana Tempe Indonesia. hal.4-7. Surabaya:Universitas Katolik Widya Mandala. ISBN 979-8142-16-0.