Lompat ke isi

Watuaji, Keling, Jepara: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Addbot (bicara | kontrib)
k Bot: Migrasi 1 pranala interwiki, karena telah disediakan oleh Wikidata pada item d:q11058122
Aelif (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 14: Baris 14:
'''Watuaji''' adalah [[desa]] di [[Kecamatan]] [[Keling, Jepara|Keling]], [[Kabupaten Jepara|Jepara]], [[Jawa Tengah]], [[Indonesia]].
'''Watuaji''' adalah [[desa]] di [[Kecamatan]] [[Keling, Jepara|Keling]], [[Kabupaten Jepara|Jepara]], [[Jawa Tengah]], [[Indonesia]].


Lokasi desa ini berjarak sekitar 30 km dari pusat kota Jepara. Mata pencaharian penduduk setempat adalah berkebun [[kapuk|kapuk randu]] (''Ceiba pentandra'') dan budidaya [[sengon laut]] (''Paraserianthes falcataria''). Terdapat pula beberapa usaha kecil kerajinan mebel.
Lokasi desa ini berjarak sekitar 30 km dari pusat kota Jepara. Mata pencaharian penduduk setempat adalah berkebun [[kapuk|kapuk randu]] (''Ceiba pentandra''),petani sawah dan budidaya [[sengon laut]] (''Paraserianthes falcataria''). Terdapat pula beberapa usaha kecil kerajinan mebel.
Nama dari Watuaji sendiri dalam bahasa Indonesia berarti Watu [[Batu]] dan Aji [[Berharga]] Disebut batu berharga karena di desa ini terdapat peningalan-peninggalan batu pada masa [[prasejarah]].

Peninggalan tersebut terletak dideretan tebing sekitar [[sungai pedot]] yang berupa tumpukan batu,ada yang menyerupai tembok,masayarakat setempat menyebutnya [[watu gebyok]], ada yang menyerupai tiang penyangga rumah [[watu soko]], ada juga yang menyerupai payung dsb.

Sampai saat ini peninggalan tersebut masih bisa kita lihat di desa ini.Tetapi sampai saat ini belum ada penelitian tentang peninggalan tersebut,kejelasan tentang apakah batu-batu tersebut merupakan reruntuhan candi atau peningalan jaman batu masih menjadi pertanyaan besar sampai saat ini.
Menurut cerita yang turun temurun yang berkembang,batu-batu tersebut merupakan peninggalan [Kerajaan Demak].
Dikisahkan [[Seorang wali]] pernah ingin membuat masjid di desa ini,pembuatan masjid tersebut perencanaan pembangunannya hanya dalam satu malam,akan tetapi mengalami kegagalan yang dikarenakan pada malam itu bertepatan dengan bulan purnama sehingga pada waktu subuh sudah seperti pagi hari. Ayam-ayampun berkokok dan masyarakat pada waktu itu bangun untuk melaksanakan aktifitas hariannya [[menjemur kapas]] pada saat itu,melihat hal tersebut para kiyai yang membangun Masjid menjadi marah dan mengutuk [[dalam bahsa jawa disebut sabdo]] masyarakat desa ini bahwa sampai tua tidak akan laku menikah serta membuat kayu-kayu material masjid menjadi batu (untuk hal ini memang nyata terjadi).
Kebenaran akan cerita tersebut juga masih di pertanyakan,karena tidak adanya bukti nyata ataupun sesuatu yang pernah ditemukan.
Selain peninggalan tersebut di atas,ada juga Makam [[Syech Maulana Ahmad Husain]] seorang ulama' penyebar agama islam.Akan tetapi sejarah mengenai asal usul makam ini juga sampai saat ini belum begitu jelas hanya diketahui bahwa beliau sedang mengembara menyebarkan agama islam dan wafat di desa ini.[[alip al hilal]]
{{Keling, Jepara}}
{{Keling, Jepara}}
{{kelurahan-stub}}
{{kelurahan-stub}}

Revisi per 5 Juni 2013 16.20

Watuaji
Negara Indonesia
ProvinsiJawa Tengah
KabupatenJepara
KecamatanKeling
Kode pos
59454
Kode Kemendagri33.20.09.2004 Edit nilai pada Wikidata
Luas-
Jumlah penduduk-
Kepadatan-

Watuaji adalah desa di Kecamatan Keling, Jepara, Jawa Tengah, Indonesia.

Lokasi desa ini berjarak sekitar 30 km dari pusat kota Jepara. Mata pencaharian penduduk setempat adalah berkebun kapuk randu (Ceiba pentandra),petani sawah dan budidaya sengon laut (Paraserianthes falcataria). Terdapat pula beberapa usaha kecil kerajinan mebel. Nama dari Watuaji sendiri dalam bahasa Indonesia berarti Watu Batu dan Aji Berharga Disebut batu berharga karena di desa ini terdapat peningalan-peninggalan batu pada masa prasejarah. Peninggalan tersebut terletak dideretan tebing sekitar sungai pedot yang berupa tumpukan batu,ada yang menyerupai tembok,masayarakat setempat menyebutnya watu gebyok, ada yang menyerupai tiang penyangga rumah watu soko, ada juga yang menyerupai payung dsb. Sampai saat ini peninggalan tersebut masih bisa kita lihat di desa ini.Tetapi sampai saat ini belum ada penelitian tentang peninggalan tersebut,kejelasan tentang apakah batu-batu tersebut merupakan reruntuhan candi atau peningalan jaman batu masih menjadi pertanyaan besar sampai saat ini. Menurut cerita yang turun temurun yang berkembang,batu-batu tersebut merupakan peninggalan [Kerajaan Demak]. Dikisahkan Seorang wali pernah ingin membuat masjid di desa ini,pembuatan masjid tersebut perencanaan pembangunannya hanya dalam satu malam,akan tetapi mengalami kegagalan yang dikarenakan pada malam itu bertepatan dengan bulan purnama sehingga pada waktu subuh sudah seperti pagi hari. Ayam-ayampun berkokok dan masyarakat pada waktu itu bangun untuk melaksanakan aktifitas hariannya menjemur kapas pada saat itu,melihat hal tersebut para kiyai yang membangun Masjid menjadi marah dan mengutuk dalam bahsa jawa disebut sabdo masyarakat desa ini bahwa sampai tua tidak akan laku menikah serta membuat kayu-kayu material masjid menjadi batu (untuk hal ini memang nyata terjadi). Kebenaran akan cerita tersebut juga masih di pertanyakan,karena tidak adanya bukti nyata ataupun sesuatu yang pernah ditemukan. Selain peninggalan tersebut di atas,ada juga Makam Syech Maulana Ahmad Husain seorang ulama' penyebar agama islam.Akan tetapi sejarah mengenai asal usul makam ini juga sampai saat ini belum begitu jelas hanya diketahui bahwa beliau sedang mengembara menyebarkan agama islam dan wafat di desa ini.alip al hilal