Kerusuhan Situbondo: Perbedaan antara revisi
k ←Suntingan 180.171.87.139 (bicara) dikembalikan ke versi terakhir oleh Ezagren |
k Bennylin memindahkan halaman Peristiwa Situbondo 1996 ke Peristiwa Situbondo menimpa pengalihan lama |
(Tidak ada perbedaan)
|
Revisi per 22 Juli 2013 08.32
Pada tanggal 10 Oktober 1996, terjadi kerusuhan anti-Kristen dan anti-orang keturunan Tionghoa di Kabupaten Situbondo, Jawa Timur. Peristiwa itu mulai karena massa tidak puas dengan hukuman penjara lima tahun untuk terdakwa Saleh, (yang beragama Islam) yaitu tuntutan maksimal yang dapat dijatuhkan atas kasus penghinaan terhadap agama Islam. Oleh karena ketidakpuasan itu serta kesalahpahamannya bahwa Saleh disembunyikan di dalam gereja, massa mulai merusak dan membakar gereja-gereja di Kabupaten Situbondo. Pada akhirnya, 24 gereja di lima kecamatan dibakar atau dirusak, serta beberapa sekolah Kristen dan Katolik, satu panti asuhan Kristen, dan toko-toko yang milik orang keturunan Tionghoa. Selanjutnya, lima orang ditewas dalam pembakaran salah satu gerejanya. Dipikir bahwa peristiwa itu direkayasa untuk mendiskreditkan Nahdlatul Ulama dan pemimpinnya pada saat itu, Abdurrahman Wahid.
Sudah banyak ditulis tentang apa yang terjadi pada tanggal itu di Situbondo, tetapi rupanya dampaknya setelah enam tahun belum diteliti oleh siapapun. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah memeriksa bagaimana kehidupan masyarakat Situbondo sudah berdampak oleh peristiwa kerusuhan itu secara sosial, politik dan ekonomi. Untuk mengetahui dampaknya, orang Situbondo diwawancarai, serta ‘orang luar’ supaya mendapat pandangan yang seimbang.
Ditemukan bahwa masyarakat Situbondo memang sudah berdampak oleh peristiwa itu, dan bahwa dampaknya sebagian besar bersifat positif.
Kalau dampak sosial, ditemukan bahwa hubungan sosial lebih dekat sekarang, karena ada lebih banyak komunikasi antar-masyarakat dan antar-agama, dan juga karena ada lebih banyak kerjasama antara kelompok-kelompok masyarakat sekarang. Oleh karena itu, orang Situbondo lebih menghormati kepercayaan masing-masing serta menghargai kebiasaan dan adat-istiadat kelompok lain. Memang, hubungan antar-denominasi Kristenpun sudah menjadi lebih dekat akibat peristiwa itu.
Peran tokoh-tokoh agama dalam usaha pemulihan masyarakat Situbondo – baik yang Islam maupun yang Kristen – juga sangat positif dan memang sangat penting, karena mereka mendorong para penganutnya mengikuti contohnya. Jadi rupanya sikap orang Situbondo sangat bersifat positif tentang masa depan : tidak ada banyak orang yang takut permasalahan muncul kembali.
Akan tetapi, walaupun masih ada beberapa orang yang merasa ketegangan sewaktu-waktu, secara keseluruhan orang Situbondo, termasuk orang Kristen, rupanya tidak terlalu dipengaruhui secara negatif oleh peristiwa itu.
Jadi masyarakat Situbondo memang sudah menjadi lebih toleran akibat peristiwa itu – dipikir bahwa sudah ada suasana yang rukun di Situbondo pada dewasa ini.
Kelihatannya orang Situbondo umumnya tidak terlalu tertarik pada pokok persoalan politik, jadi mereka tidak terlalu dipengaruhui oleh dampak politik apa pun. Memang ada perubahan pikirian politik beberapa orang Situbondo setelah peristiwa itu, khususnya orang Kristen di daerah tertentu dan orang Madura. Namun, secara keseluruhan, kehidupan sehari-hari orang Situbondo tidak berdampak secara politik oleh peristiwa itu. Oleh karena itu, mereka tidak percaya akan ada masalah pada tahun 2004, waktu pemilihan umum berikutnya di Indonesia.
Kalau dampak politik yang lain : Disebabkan oleh peristiwa itu adalah contoh kekurangan toleransi agama, diusulkan bahwa ada pertentangan dengan Pancasila karena ideologi itu mengajarkan harus menghargai umat beragama lain. Akan tetapi, ditemukan bahwa masyarakat Situbondo memang mencoba mengubah sikapnya supaya lebih toleran kepercayaan masing-masing, sesuai dengan filsafat Pancasila.
Kalau partai politik, juga ditemukan bahwa tujuan orang tertentu untuk menjatuhkan nama NU sebetulnya tidak tercapai karena justru dengan peristiwa itu, hubungan antara orang Kristen dan orang Islam lebih dekat, sebagian besar oleh karena kerjasama yang sering dan luas sekarang di Situbondo.
Ditemukan bahwa memang ada beberapa kelompok yang berdampak secara ekonomi oleh peristiwa 10-10 itu, tetapi secara umum kelihatannya masyarakat Situbondo tidak berdampak setidak-tidaknya secara jangka panjang.
Memang ada orang Kristen yang seharusnya menerima bantuan dari pemerintah tetapi bantuan itu tidak pernah ada. Yang menarik adalah sikap orang Kristen itu bahwa sebetulnya mereka tidak ingin dibantu oleh pemerintah tetapi oleh masyarakat saja.
Kelihatannya sikap orang Situbondo sangat positif – memang sudah ada suasana yang rukun dan positif di Situbondo karena masyarakatnya lebih saling menghormati dan saling mengerti sekarang. Walaupun masih ada beberapa orang yang ketakutan sewaktu-waktu, secara keseluruhan rupanya orang Situbondo tidak berdampak secara negatif oleh peristiwa itu. Jadi, mungkin dampak terpenting dari peristiwa itu adalah pengetahuan bahwa komunitas pluralitas itu di Situbondo memang dapat hidup bersama dan saling menghargai.