Lompat ke isi

Prasasti Balitung: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Hanamanteo (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Bukan tulisan ngawur
Baris 1: Baris 1:
{{unreferenced|date=September 2013}}
{{hapus|ngawur}}
Prasasti Mantyasih, juga disebut Prasasti Balitung atau Prasasti Tembaga Kedu,[1] adalah prasasti berangka tahun 907 M[2] yang berasal dari Wangsa Sanjaya, kerajaan Mataram Kuno. Prasasti ini ditemukan di kampung Mateseh, Magelang Utara, Jawa Tengah dan memuat daftar silsilah raja-raja Mataram sebelum Raja Balitung. Prasasti ini dibuat sebagai upaya melegitimasi Balitung sebagai pewaris tahta yang sah, sehingga menyebutkan raja-raja sebelumnya yang berdaulat penuh atas wilayah kerajaan Mataram Kuno.[3]
Prasasti Mantyasih, juga disebut Prasasti Balitung atau Prasasti Tembaga Kedu,[1] adalah prasasti berangka tahun 907 M[2] yang berasal dari Wangsa Sanjaya, kerajaan Mataram Kuno. Prasasti ini ditemukan di kampung Mateseh, Magelang Utara, Jawa Tengah dan memuat daftar silsilah raja-raja Mataram sebelum Raja Balitung. Prasasti ini dibuat sebagai upaya melegitimasi Balitung sebagai pewaris tahta yang sah, sehingga menyebutkan raja-raja sebelumnya yang berdaulat penuh atas wilayah kerajaan Mataram Kuno.[3]



Revisi per 28 September 2013 01.27

Prasasti Mantyasih, juga disebut Prasasti Balitung atau Prasasti Tembaga Kedu,[1] adalah prasasti berangka tahun 907 M[2] yang berasal dari Wangsa Sanjaya, kerajaan Mataram Kuno. Prasasti ini ditemukan di kampung Mateseh, Magelang Utara, Jawa Tengah dan memuat daftar silsilah raja-raja Mataram sebelum Raja Balitung. Prasasti ini dibuat sebagai upaya melegitimasi Balitung sebagai pewaris tahta yang sah, sehingga menyebutkan raja-raja sebelumnya yang berdaulat penuh atas wilayah kerajaan Mataram Kuno.[3]

Dalam prasasti juga disebutkan bahwa desa Mantyasih yang ditetapkan Balitung sebagai desa perdikan (daerah bebas pajak). Di kampung Meteseh saat ini masih terdapat sebuah lumpang batu, yang diyakini sebagai tempat upacara penetapan sima atau desa perdikan. Selain itu disebutkan pula tentang keberadaan Gunung Susundara dan Wukir Sumbing (sekarang Gunung Sindoro dan Sumbing).[4]

Kata "Mantyasih" sendiri dapat diartikan "beriman dalam cinta kasih".[4]