Lompat ke isi

Bencana: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Puji.pujiono (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Puji.pujiono (bicara | kontrib)
Baris 24: Baris 24:


==Penanggulangan Bencana Berbasis Komunitas==
==Penanggulangan Bencana Berbasis Komunitas==

Maksud yang tersirat dalam konsep “berbasis komunitas” adalah bahwa pekerjaan penanggulangan bencana dilaksanakan bersama dengan komunitas dimana mereka mempunyai peran kunci dalam penyelenggaraannya. Walaupun dalam kenyataannya derajat pelaksanaan peran komunitas memang bervariasi, tetapi secara kategoris, disepakati bahwa dalam pendekatan ini komunitas adalah pelaku utama yang membuat dan melaksanakan keputusan-keputusan penting sehubungan dengan penanggulangan bencana. Argumen ini berdampak terhadap peran praktisi PBBK yaitu sebagai “orang luar”, walaupun ia sendiri mungkin berasal dan hidup di wilayah yang bersangkutan, yang membantu komunitas melaksanakan penanggulangan bencana, dimana pekerjaannya didefinisikamn oleh dimensi ruang dan waktu yang terbatas. Lebih jauh, maka ini berdampak pada keharusan para praktisi untuk berkesadaran akan kemutlakan strategi masuk (entry strategy) dan strategi keluar (exit strategy).

==Pembenaran Penanggulangan Bencana Berbasis Komunitas==

Komunitas adalah faktor pembeda kejadian bencana. Kejadian-kejadian baik yang disebabkan oleh alam dan non-alam lazimnya baru disebut sebagai suatu bencana bilamana kejadian itu menimbulkan dampak yang mengganggu keberfungsian suatu komunitas sehingga meimbulkan kerugian baik fisik, sosial, ekonomi, dll; dan sedemikian rupa sehingga komunitas yang bersangkutan dengan sumberdayanya sendiri, tidak akan dapat untuk menanganinya. Pengertian ini menempatkan komunitas sebagai unsur pembeda suatu bencana dari sekedar kejadian. Maka satuan analisis terkecil dari bencana adalah komunitas dan oleh karenanya status keberdayaan komunitas menjadi faktor penentu terjadinya bencana atau tidak, atau setidak-tidaknya tingkat keparahan dampaknya. Mengikuti logika ini, maka komunitas adalah juga unit penting dimana harus dilakukan investasi untuk penanggulangan bencana.

PBBK adalah cerminan dari kepercayaan bahwa komunitas mempunyai hak sepenuhnya untuk menentukan jenis dan cara penanggulangan bencana di konteks mereka. Hal ini muncul dari implikasi dari kepemilikan hak dasar pada orang perorangan dan komunitas yang melekat dengan hak untuk melaksanakan hak itu dalam bentuk kesempatan untuk menentukan arah hidup sendiri (self determination). Mengikuti alur pikir ini, maka sejauh diijinkan oleh peraturan hukum dan perundangan, komunitas mempunyai hak sepenuhnya untuk menentukan apa dan bagaimana menanggulangi bencana di kawasannya sendiri-sendiri.

Modal sosial dalam komunitas adalah potensi krusial untuk penanggulangan bencana. Sumberdaya sosial-budaya, unsur-unsur, struktur, dan proses-proses interaksi internal dan eksternal setiap komunitas adalah modal bagi kehidupan komunitas termasuk `penyelenggaraan penanggulangan bencana. Peluang untuk menggali dan mengoptimalkan penggunaan pontensi inilah yang membuat PBBK menjadi lebih penting ketimbang pendekatan lainnya.

Ditinjau dari sudut pragmatik, dapat diasumsikan bahwa pihak yang paling memahami kondisi dan dinamika suatu komunitas adalah komunitas itu sendiri. Asumsi ini kemudian diikuti dengan keyakinan bahwa penanggulangan bencana yang paling efektif adalah yang dilaksanakan oleh komunitas yang bersangkutan.


==Lihat pula==
==Lihat pula==

Revisi per 28 April 2007 00.03

Bencana sering diidentikan dengan sesuatu yang buruk. Paralel dengan istilah disaster dalam bahasa Inggris. Secara etimologis berasal dari kata DIS yang berarti sesuatu yang tidak enak (unfavorable) dan ASTRO yang berarti bintang (star). Dis-astro berarti an event precipitated by stars (peristiwa jatuhnya bintang-bintang ke bumi).

Asal mula

Bencana adalah sesuatu yang tak terpisahkan dalam sejarah manusia. Manusia bergumul dan terus bergumul agar bebas dari bencana (free from disaster). Dalam pergumulan itu, lahirlah praktek mitigasi, seperti mitigasi banjir, mitigasi kekeringan (drought mitigation), dan lain-lain. Di Mesir, praktek mitigasi kekeringan sudah berusia lebih dari 4000 tahun. Konsep tentang sistim peringatan dini untuk kelaparan (famine) dan kesiap-siagaan (preparedness) dengan lumbung raksasa yang disiapkan selama tujuh tahun pertama kelimpahan dan digunakan selama tujuh tahun kekeringan sudah lahir pada tahun 2000 BC, sesuai keterangan kitab Kejadian, dan tulisan-tulisan Yahudi Kuno.

Konsep

Konsep manajemen bencana mengenai pencegahan (prevention) atas bencana atau kutukan penyakit (plague), pada abad-abad non-peradababan selalu diceritakan ulang dalam ‘simbol-simbol’ seperti kurban, penyangkalan diri dan pengakuan dosa. Early warning kebanyakan didasarkan pada Astrologi atau ilmu Bintang.

Respon terhadap bencana

Respon kemanusiaan dalam krisis emergency juga sudah berusia lama walau catatan sejarah sangat sedikit, tetapi peristiwa Tsunami di Lisbon, Portugal pada tanggal 1 November 1755, mencatat bahwa ada respon bantuan dari negara secara ‘ala kadar’. Jumlah korban meninggal pasca emergency sedikitnya 20,000 orang. Total meninggal diperkirakan 70,000 orang dari 275,000 penduduk.

Hingga dekade yang lalu, cita-cita para ahli bencana masih terus mengumandangkan slogan ‘bebas dari bencana’ (free from disaster) yang berdasarkan pada ketiadaan ancaman alam (natural hazard). Publikasi mutakhir tentang manajemen bencana, telah terjadi perubahan paradigma. Sebagai misal di Bangladesh dan Vietnam, khususnya yang hidup di DAS Mekong, yang semulanya bermimpi untuk bebas dari banjir (free from flood), akhirnya memutuskan untuk hidup bersama banjir (living with flood).

Tentunya komitmen hidup bersama banjir, tetap dilandasi oleh semangat bahwa banjir atau ancaman alam lainnya seperti gempa, siklon, dan kekeringan boleh terjadi tetapi bencana tidak harus terjadi. Di Timor, khususnya masyarakat Besikama, sudah sangat lama hidup bersama banjir. Masyarakat tradisional Besikama sebenarnya sudah mengenal tentang praktek mitigasi banjir berdasarkan konstruksi rumah tradisional mereka sejak lama, yakni rumah panggung, yang sudah sangat tidak popular karena ‘pembangunan’ mengajarkan segala segala sesuatu yang ‘modern’.

Penanggulangan Bencana Berbasis Komunitas

Maksud yang tersirat dalam konsep “berbasis komunitas” adalah bahwa pekerjaan penanggulangan bencana dilaksanakan bersama dengan komunitas dimana mereka mempunyai peran kunci dalam penyelenggaraannya. Walaupun dalam kenyataannya derajat pelaksanaan peran komunitas memang bervariasi, tetapi secara kategoris, disepakati bahwa dalam pendekatan ini komunitas adalah pelaku utama yang membuat dan melaksanakan keputusan-keputusan penting sehubungan dengan penanggulangan bencana. Argumen ini berdampak terhadap peran praktisi PBBK yaitu sebagai “orang luar”, walaupun ia sendiri mungkin berasal dan hidup di wilayah yang bersangkutan, yang membantu komunitas melaksanakan penanggulangan bencana, dimana pekerjaannya didefinisikamn oleh dimensi ruang dan waktu yang terbatas. Lebih jauh, maka ini berdampak pada keharusan para praktisi untuk berkesadaran akan kemutlakan strategi masuk (entry strategy) dan strategi keluar (exit strategy).

Pembenaran Penanggulangan Bencana Berbasis Komunitas

Komunitas adalah faktor pembeda kejadian bencana. Kejadian-kejadian baik yang disebabkan oleh alam dan non-alam lazimnya baru disebut sebagai suatu bencana bilamana kejadian itu menimbulkan dampak yang mengganggu keberfungsian suatu komunitas sehingga meimbulkan kerugian baik fisik, sosial, ekonomi, dll; dan sedemikian rupa sehingga komunitas yang bersangkutan dengan sumberdayanya sendiri, tidak akan dapat untuk menanganinya. Pengertian ini menempatkan komunitas sebagai unsur pembeda suatu bencana dari sekedar kejadian. Maka satuan analisis terkecil dari bencana adalah komunitas dan oleh karenanya status keberdayaan komunitas menjadi faktor penentu terjadinya bencana atau tidak, atau setidak-tidaknya tingkat keparahan dampaknya. Mengikuti logika ini, maka komunitas adalah juga unit penting dimana harus dilakukan investasi untuk penanggulangan bencana.

PBBK adalah cerminan dari kepercayaan bahwa komunitas mempunyai hak sepenuhnya untuk menentukan jenis dan cara penanggulangan bencana di konteks mereka. Hal ini muncul dari implikasi dari kepemilikan hak dasar pada orang perorangan dan komunitas yang melekat dengan hak untuk melaksanakan hak itu dalam bentuk kesempatan untuk menentukan arah hidup sendiri (self determination). Mengikuti alur pikir ini, maka sejauh diijinkan oleh peraturan hukum dan perundangan, komunitas mempunyai hak sepenuhnya untuk menentukan apa dan bagaimana menanggulangi bencana di kawasannya sendiri-sendiri.

Modal sosial dalam komunitas adalah potensi krusial untuk penanggulangan bencana. Sumberdaya sosial-budaya, unsur-unsur, struktur, dan proses-proses interaksi internal dan eksternal setiap komunitas adalah modal bagi kehidupan komunitas termasuk `penyelenggaraan penanggulangan bencana. Peluang untuk menggali dan mengoptimalkan penggunaan pontensi inilah yang membuat PBBK menjadi lebih penting ketimbang pendekatan lainnya.

Ditinjau dari sudut pragmatik, dapat diasumsikan bahwa pihak yang paling memahami kondisi dan dinamika suatu komunitas adalah komunitas itu sendiri. Asumsi ini kemudian diikuti dengan keyakinan bahwa penanggulangan bencana yang paling efektif adalah yang dilaksanakan oleh komunitas yang bersangkutan.

Lihat pula