Lompat ke isi

Tawan Karang: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Prabb (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Prabb (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1: Baris 1:


'''Tawan karang''' (''taban karang'') adalah hak istimewa yang dimiliki raja-raja [[Bali]] pada masa lalu, dimana raja akan menyita kapal-kapal yang terdampar di wilayah mereka lengkap beserta seluruh muatannya.
'''Tawan karang''' (''taban karang'') adalah hak istimewa yang dimiliki raja-raja [[Bali]] pada masa lalu, dimana raja akan menyita kapal-kapal yang terdampar di wilayah mereka lengkap beserta seluruh muatannya.




Baris 26: Baris 26:
== Masa Penjajahan Belanda ==
== Masa Penjajahan Belanda ==


Walaupun Tawan Karang dianggap sebagai hal yang yang wajar oleh raja-raja Bali, Belanda menganggap hal ini mengancam kepentingannya. Oleh karena itu dibuatlah penjanjian dengan kerajaan-kerajaan di Bali pada waktu itu:<ref name="abelpetrus"/>
Pada tahun [[1843]] raja-raja dari [[Kerajaan Buleleng|Buleleng]], [[Karangasem]] dan beberapa raja lainnya telah menandatangani penghapusan Tawan Karang. Pada kenyataannya perjanjian ini tidak dilaksanakan dengan sungguh-sungguh karena pada tahun [[1844]] terjadi lagi perampasan terhadap kapal-kapal Belanda yang karam di Pantai Prancak dan Sangsit.<ref name="sejarahnasional"/>
* Kerajaan [[Badung]], 28 Nopember [[1842]]
* Kerajaan [[Karangasem]],1 Mei [[1843]]
* [[Kerajaan Klungkung]], 24 Mei [[1843]]
* Kerajaan [[Tabanan]], 22 Juni [[1843]]
* Ada sumber yang menyebutkan bahwa pada tahun [[1843]] [[Kerajaan Buleleng]] juga ikut menandatangani perjanjian penghapusan Tawan Karang. <ref name="sejarahnasional"/>

Pada kenyataannya perjanjian ini tidak dilaksanakan dengan sungguh-sungguh karena pada tahun [[1844]] terjadi lagi perampasan terhadap kapal-kapal Belanda yang karam di Pantai Prancak dan Sangsit.<ref name="sejarahnasional"/>


Pada tahun [[1845]] Raja [[Kerajaan Buleleng|Buleleng]] menolak pengesahan perjanjian penghapusan Tawan Karang.<ref name="sejarahnasional"/> Hal ini membuat Belanda menggunakan isu Tawan Karang untuk menyerang Bali pada [[Perang Bali I]] ([[1846]]), [[Perang Bali II]] ([[1848]]) dan [[Perang Bali III]] ([[1849]]).
Pada tahun [[1845]] Raja [[Kerajaan Buleleng|Buleleng]] menolak pengesahan perjanjian penghapusan Tawan Karang.<ref name="sejarahnasional"/> Hal ini membuat Belanda menggunakan isu Tawan Karang untuk menyerang Bali pada [[Perang Bali I]] ([[1846]]), [[Perang Bali II]] ([[1848]]) dan [[Perang Bali III]] ([[1849]]).


Setelah penyerbuan Belanda, penandatanganan perjanjian penghapusan Tawan Karang dilanjutkan dengan kerajaan-kerajaan sebagai berikut :<ref name="abelpetrus"/>
* Kerajaan [[Bangli]], 25 Juni [[1849]]
* Kerajaan [[Jembrana]], 30 Juni [[1849]]
* Kerajaan [[Gianyar]], 13 Juli [[1849]]


== Rujukan ==
== Rujukan ==
Baris 35: Baris 46:
<references>
<references>
<ref name="arkeologiwebid">[http://arkeologi.web.id/articles/epigrafi-a-manuskrip/12-tawan-karang-suatu-aturan-transportasi-laut-di-bali-pada-masa-lalu Tawan Karang, suatu aturan transportasi laut di Bali pada masa lalu]</ref>
<ref name="arkeologiwebid">[http://arkeologi.web.id/articles/epigrafi-a-manuskrip/12-tawan-karang-suatu-aturan-transportasi-laut-di-bali-pada-masa-lalu Tawan Karang, suatu aturan transportasi laut di Bali pada masa lalu]</ref>
<ref name="sejarahnasional">[http://books.google.co.id/books?id=N5jc0h1BktwC Sejarah nasional Indonesia: Nusantara di abad ke-18 dan ke-19]
<ref name="sejarahnasional">[http://books.google.co.id/books?id=N5jc0h1BktwC Sejarah nasional Indonesia: Nusantara di abad ke-18 dan ke-19]</ref>
<ref name="abelpetrus">[http://abelpetrus.wordpress.com/history/adat-tawan-karang/ Petrus Haryo Sabtono, Praktek Adat Tawan Karang Sebagai Dalih Ekspedisi Militer Belanda Melakukan Ekspansi ke Kerajaan Badung, 1904-1906]</ref>
</references>
</references>



Revisi per 6 November 2013 03.34

Tawan karang (taban karang) adalah hak istimewa yang dimiliki raja-raja Bali pada masa lalu, dimana raja akan menyita kapal-kapal yang terdampar di wilayah mereka lengkap beserta seluruh muatannya.


Masa Bali Kuno

Istilah Tawan Karang sudah dikenal sejak masa Bali Kuno dengan ditemukannya dua prasasti berikut :

"anada tua banyaga turun ditu, paniken di hyangapi, parunggahna ana mati ya tua banyaga, parduan drbyana, ana cakcak lancangna kajadyan papagerangen kuta"
Terjemahan:
"jika ada pedagang berlabuh di sana, dihaturkan di Hyang Api persembahannya. Jika pedagang itu meninggal, miliknya dan lain-lain harus dibagi dua. Jika perahunya rusak/pecah agar dijadikan pagar benteng"


  • Prasasti Sembiran (923 M) terbuat dari tembaga:[1]
"me yanad taban karang ditu, perahu, lancing, jukung, talaka, anak banwa katatahwan di ya, kajadyan wrddhi kinwa[na] ma katahu aku, pynnekangna baktina, di bhatara punta hyang?"
Terjemahan:
"dan bila ada peristiwa peristiwa tawan karang (taban karang) di perahu, lancang, jukung, talaka, serta diketahui oleh penduduk desa, supaya dijadikan wrddhi (semacam persembahan), setelah diberitahukan kepadaku, supaya dihaturkan kepada Bhatara Punta Hyang"


Masa Penjajahan Belanda

Walaupun Tawan Karang dianggap sebagai hal yang yang wajar oleh raja-raja Bali, Belanda menganggap hal ini mengancam kepentingannya. Oleh karena itu dibuatlah penjanjian dengan kerajaan-kerajaan di Bali pada waktu itu:[2]

Pada kenyataannya perjanjian ini tidak dilaksanakan dengan sungguh-sungguh karena pada tahun 1844 terjadi lagi perampasan terhadap kapal-kapal Belanda yang karam di Pantai Prancak dan Sangsit.[3]

Pada tahun 1845 Raja Buleleng menolak pengesahan perjanjian penghapusan Tawan Karang.[3] Hal ini membuat Belanda menggunakan isu Tawan Karang untuk menyerang Bali pada Perang Bali I (1846), Perang Bali II (1848) dan Perang Bali III (1849).

Setelah penyerbuan Belanda, penandatanganan perjanjian penghapusan Tawan Karang dilanjutkan dengan kerajaan-kerajaan sebagai berikut :[2]

Rujukan

  1. ^ a b Tawan Karang, suatu aturan transportasi laut di Bali pada masa lalu
  2. ^ a b Petrus Haryo Sabtono, Praktek Adat Tawan Karang Sebagai Dalih Ekspedisi Militer Belanda Melakukan Ekspansi ke Kerajaan Badung, 1904-1906
  3. ^ a b c Sejarah nasional Indonesia: Nusantara di abad ke-18 dan ke-19