Lompat ke isi

Wahidin Halim: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Roy samboja (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Kenrick95 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1: Baris 1:
{{tanpa_referensi|date=Januari 2014}}

Dialah pemilik ‘kamus kepedihan’ dalam hidup-nya, tidak cukup lembaran ini untuk menulis sosok seorang walikota yang terlahir dari seorang ayah yang hanya berprofesi seorang guru. Semasa kecil, semasa ia sekolah di SD Pinang, yang disaat itu hanya berdinding bambu, berlantai tanah dan terkadang ‘tampisan’ air hujan membuat becek seisi ruangan. Setamat SD,ia melanjutkan SMP di Ciledug, berjalan kaki rasanya sudah menjadi keharusan bagi Wahidin kecil, karena ayahnya tak mampu membelikan sepeda, bahkan sepasang sepatu. Gaji yang diterima sang ayah hanya cukup untuk makan keluarga, itu pun terkadang berselang dua hari Wahidin dan keluarga pernah tidak menjumpai sepiring nasi untuk dimakan.
Dialah pemilik ‘kamus kepedihan’ dalam hidup-nya, tidak cukup lembaran ini untuk menulis sosok seorang walikota yang terlahir dari seorang ayah yang hanya berprofesi seorang guru. Semasa kecil, semasa ia sekolah di SD Pinang, yang disaat itu hanya berdinding bambu, berlantai tanah dan terkadang ‘tampisan’ air hujan membuat becek seisi ruangan. Setamat SD,ia melanjutkan SMP di Ciledug, berjalan kaki rasanya sudah menjadi keharusan bagi Wahidin kecil, karena ayahnya tak mampu membelikan sepeda, bahkan sepasang sepatu. Gaji yang diterima sang ayah hanya cukup untuk makan keluarga, itu pun terkadang berselang dua hari Wahidin dan keluarga pernah tidak menjumpai sepiring nasi untuk dimakan.

Revisi per 21 Januari 2014 01.19

Dialah pemilik ‘kamus kepedihan’ dalam hidup-nya, tidak cukup lembaran ini untuk menulis sosok seorang walikota yang terlahir dari seorang ayah yang hanya berprofesi seorang guru. Semasa kecil, semasa ia sekolah di SD Pinang, yang disaat itu hanya berdinding bambu, berlantai tanah dan terkadang ‘tampisan’ air hujan membuat becek seisi ruangan. Setamat SD,ia melanjutkan SMP di Ciledug, berjalan kaki rasanya sudah menjadi keharusan bagi Wahidin kecil, karena ayahnya tak mampu membelikan sepeda, bahkan sepasang sepatu. Gaji yang diterima sang ayah hanya cukup untuk makan keluarga, itu pun terkadang berselang dua hari Wahidin dan keluarga pernah tidak menjumpai sepiring nasi untuk dimakan.


Ketika duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), seusai pulang sekolah, Wahidin kecil banyak menghabiskan waktunya untuk menggembala kerbau. Rutinitas pekerjaan itu dilakukannya tanpa sedikitpun keluhan. Dia selalu riang gembira, sekalipun kerbau yang digembalakan ketempat cukup jauh. Mulai dari rumahnya di Pinang hingga ke sekitar Bandara Soekarno-Hatta, Selapajang, Rawalele ataupun Rawabokor. Di sela-sela mengembala kerbau, Wahidin bersama teman-temannya kerapkali bersenang-senang, mandi di Kali Angke yang kala itu airnya masih bening dan bersih. Selain menggembala, Wahidin kecilpun turut serta membantu orang-tuanya menjual hasil tani, seperti cabe yang baru dipanen dari sejumlah petani ke Pasar Anyar. “Sekitar tahun 65 dan 70-an, Ayah saya bersama tetangga, kalau panen cabe menjualnya ke pasar“, kenangnya.


Dari kepedihan dan keprihatian tersebut ia belajar untuk menjadi seorang remaja yang sadar bahwa dirinya bukan-lah terlahir dari kalangan borjuis, anak pejabat atau pengusaha, melainkan terlahir dan dibesarkan dalam keterbatasan. Ia melanjutkan pendidikannya ke SMA di Tangerang.Berbekal nasehat orang tuanya untuk belajar,belajar,dan, belajar;dengan sabar ia bersepeda ke sekolahnya di Tangerang,meski harus melewati jalan tanah yang becek. Nasehat itulah yang terus menyemangatinya belajar,hingga berhasil memasuki perguruan tinggi.Wahidin muda kemudian tercatat sebagai mahasiswa di Universitas Indonesia,Jakarta-sebuah Perguruan Tinggi Negeri ayng terkenal sangat ketat dalam penyeleksian calon mahasiswanya hingga akhirnya berhasil tamat.


Diusianya yang terbilang masih muda, ia terpilih menjadi kepala desa dan berpendidikan sarjana yang pertama di Tangerang; bahkan status bujangan.Dari sinilah ia mulai mengenal makna mengabdi yang sesungguhnya. Tahun 81-an ia pun kepincut dengan teman sekampusnya Ninik Nuraini yang merupakan putri dari seorang Keluarga Militer, kini telah dikaruniai 3 orang anak dan 1 (satu) orang cucu, yakni Luky Winiastri, Nesya Sabina, M. Fadhelin Akbar.

Ternyata dia masih ada kekerabatan dengan Hasan Wirayudha, yang mantan menteri Menteri Luar Negeri RI. Semasa kecil, keduanya cukup akrab, baik ketika di rumah, maupun bila sedang bermain.

Mereka Besar dari Sumpah Orang Tua


Kejadian ini ketika mereka tengah asik memperhatikan pesawat yang melintas di depan rumah Pernah suatu ketika, keduanya asyik memandang pesawat terbang yang melintas di atas rumahnya. Terkadang mereka berdua berlarian mengejarnya. Seperti anak kecil pada umumnya, ketika pesawat lewat pasti berteria meminta uang dan makanan. Lantas sang ibu dengan spontan mendoakan mereka. “ Gua doain supaya kalian berdua kelak dapat ikut naik pesawat gratis dan dapat kue atau makanan banyak, ternyata doa itu sekarang terkabul “, Sang ayah H. Djiran Bahjuri banyak mengajarkan anak nya tentang cara bersikap dan nilai kejujuran, Wahidin Halim dibesarkan dalam lingkungan yang begitu menjujung tinggi agama. Tidak dibenarkan mengambil sesuatu yang sebenarnya milik orang lain menjadi milik pribadi. Banyak sekali nasihat sang ayah yang kini masih ia pegang. Kedua orang tuanya sempat berpesan, agar ilmu yang dituntut Wahidin bersaudara, nantinya dapat digunakan untuk kepentingan masyarakat luas. Jangan sampai mengambil harta negara untuk kepentingan pribadi. Mengabdi harus sepenuh hati dengan tulus ikhlas, sehingga mendatangkan manfaat dan barokah bagi semuanya.


Berjalanan karir dia di dunia birokrasi, setelah UU No.5 tahun 1979 mengantarnya menjadi Pegawai Negeri.Dan saat itulah ia memulai karirnya sebagai PNS (Pegawai Negeri Sipil).Obsesi untuk mengabdi kepada masyarakat merupakan pilihannya,hingga ia tertuntut untuk berbuat lebih banyak lagi bagi masyarakatnya.


Menjadi Sek-Kotif,kemudian Kabag di Kabupaten Tangerang,Camat Tigaraksa,Camat Ciputat,Kepal Dinas,Asisten Pemda Tangerang,Sekda Kota Tangerang,Walikota Tangerang periode 2003-2008,kini untuk kedua kalinya menjabat sebagai Walikota periode 2009-2013.Itulah sederet perjalanan karir pengabdiannya kepada masyarakat hingga kini. Sebuah perjalanan karir yang tidak semua orang bisa miliki, Wahidin Halim terbilang sebenar-benarnya birokrat, sebenar-benar pamong masyarakat. dan sekarang ini dia menjadi Dosen di Departemen Dalam Negeri .


Riwayat dan Penghargaan



Riwayat Pendidikan

  1. SDN Pinang (1963-1969),
  2. SMP Ciledug Tangerang (1969-1972)
  3. SMAN 3 Tangerang (1972-1975)
  4. Fakultas Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia (1975-1982)
  5. Magister Ilmu Pemerintahan, Universitas Indonesia
  6. Doktor Ilmu Administrasi Publik (S3) Universitas Padjajaran (2010)



Riwayat Karir

  1. Kepala Desa Pinang (1978-1981),
  2. Lurah Pinang (1981-1988),
  3. Kasudin Pajak (1988),
  4. Sekretaris Kota Administratif (1988-1991),
  5. Kabag Pembangunan (1991-1993)
  6. Camat Tigaraksa (1993-1995),
  7. Camat Ciputat (1995-1997),
  8. Kepala Dinas Kebersihan (1997-1998),
  9. Asisten Tata Praja (1998-2002),
  10. Sekotda Tangerang (2002-2003),
  11. Walikota Tangerang (2003-2008),
  12. Walikota Tangerang (2008-2013)



Pengahargaan yang diterima


  • Pelayanan Publik Terbaik dari Kementerian PAN RI, tahun 2003
  • Peringkat I Intensifikasi PBB se-Provinsi Banten, tahun 2005
  • Penghargaan Sebagai Pemuda Pelopor dari Menpora RI, tahun 2005
  • Pengelolaan Keuangan Terbaik se-Provinsi Banten Versi BPK RI, tahun 2006
  • Piala Citra Abdi Negara untuk Pelayanan Publik Terbaik Tingkat Nasional dari Presiden RI, tahun 2006
  • Men Obsession Award Bidang Pemerintahan dan Pelayanan Publik dari Majalah Men Obsession, tahun 2006
  • Pengelolaan Keuangan Terbaik se-Indonesia dari Departemen Keuangan RI, tahun 2007
  • Lencana Dharma Bhakti Bidang Kepramukaan oleh Presiden RI dari Kwartir Nasional, tahun 2007
  • Tanda Kehormatan Satya Lencana Karya Satya 20 tahun dari Presiden RI, tahun 2007
  • Predikat Pelopor Pendidikan Nasional dari Depdiknas RI, tahun 2008
  • Predikat Pembangunan Sekolah dengan Kualitas Terbaik Standar Bermutu Tingkat Nasional dari Depdiknas RI, tahun 2008
  • Nominator 4 Besar BPKP Award dari BPK RI, tahun 2008
  • Tingkat Kepuasan Masyarakat atas Pelayanan Kinerja Pemkot Capai 71% dari LSI, tahun 2008
  • Pelopor se-Abad Kebangkitan Nasional dari Jawa Post, tahun 2008
  • Tanda Penghargaan Lencana Melati dari Kwartir Nasional, tahun 2008
  • Warta Ekonomi E-Goverment Award Bidang Website Terbaik dari Majalah Warta Ekonomi, tahun 2008
  • Penghargaan Atas Upaya Pencapaian Pelaporan Keuangan yang Baik Tahun Anggaran 2007 dari BPK RI
  • Penghargaan Atas Laporan Keuangan dengan Opini Wajar Tanpa Pengecualian dari BPK RI Tahun Anggaran 2007, 2008, dan 2009
  • Penghargaan sebagai Daerah Berprestasi Berdasarkan Kinerja Keuangan, Kinerja Ekonomi dan Kesejahteraan dari Departemen Keuangan RI, tahun 2009
  • Penghargaan Amal Bhakti dari Departemen Agama, tahun 2010
  • Anugerah Adipura dari Kementerian Lingkungan Hidup, tahun 2010
  • Penghargaan Ksatria Bakti Husada Kartika, tahun 2010