Sang Kiai: Perbedaan antara revisi
Tidak ada ringkasan suntingan |
|||
Baris 18: | Baris 18: | ||
| studio = Rapi Films |
| studio = Rapi Films |
||
| distributor = |
| distributor = |
||
| released = {{start date| |
| released = {{start date|2013|01|00}} |
||
| released year = <!-- {{start year|YYYY}} --> |
| released year = <!-- {{start year|YYYY}} --> |
||
| film of location = |
| film of location = |
||
Baris 31: | Baris 31: | ||
| awards = |
| awards = |
||
}} |
}} |
||
'''Sang Kiai''' adalah [[film drama]] [[Indonesia]] tahun [[ |
'''Sang Kiai''' adalah [[film drama]] [[Indonesia]] tahun [[2013]] yang mengangkat kisah seorang pejuang kemerdekaan sekaligus salah satu pendiri [[Nahdlatul Ulama]] dari Jombang, Jawa Timur yakni Hadratussyaikh [[KH Hasyim Asyari]]. Film ini dibintangi oleh [[Ikranagara]], [[Christine Hakim]], [[Agus Kuncoro]], [[Adipati Dolken]]. |
||
== Sinopsis == |
== Sinopsis == |
||
Baris 68: | Baris 68: | ||
{{film-stub|Indonesia}} |
{{film-stub|Indonesia}} |
||
[[Kategori:Film Indonesia tahun |
[[Kategori:Film Indonesia tahun 2013]] |
||
[[Kategori:Film drama Indonesia]] |
[[Kategori:Film drama Indonesia]] |
Revisi per 26 Januari 2014 03.59
Sang Kiai | |
---|---|
Berkas:SANGKIAIPOSTERFILM.jpg | |
Sutradara | Rako Prijanto |
Produser | Gope T. Samtani |
Pemeran | Ikranagara Christine Hakim Agus Kuncoro Adipati Dolken |
Perusahaan produksi | Rapi Films |
Tanggal rilis | 00 Januari 2013 |
Negara | Indonesia |
Bahasa | Bahasa Indonesia |
Sang Kiai adalah film drama Indonesia tahun 2013 yang mengangkat kisah seorang pejuang kemerdekaan sekaligus salah satu pendiri Nahdlatul Ulama dari Jombang, Jawa Timur yakni Hadratussyaikh KH Hasyim Asyari. Film ini dibintangi oleh Ikranagara, Christine Hakim, Agus Kuncoro, Adipati Dolken.
Sinopsis
Pendudukan Jepang ternyata tidak lebih baik dari Belanda. Jepang mulai melarang pengibaran bendera merah putih, melarang lagu Indonesia Raya dan memaksa rakyat Indonesia untuk melakukan Sekerei (menghormat kepada Matahari). KH Hasyim Asyari sebagai tokoh besar agamis saat itu menolak untuk melakukan Sekerei karena beranggapan bahwa tindakan itu menyimpang dari aqidah agama Islam. Menolak karena sebagai umat Islam, hanya boleh menyembah kepada Allah SWT. Karena tindakannya yang berani itu, Jepang menangkap KH Hasyim Asyari.
KH Wahid Hasyim, salah satu putra beliau mencari jalan diplomasi untuk membebaskan KH Hasyim Asyari. Berbeda dengan Harun, salah satu santri KH Hasyim Asyari yang percaya cara kekerasanlah yang dapat menyelesaikan masalah tersebut. Harun menghimpun kekuatan santri untuk melakukan demo menuntut kebebasan KH Hasyim Asyari. Tetapi harun salah karena cara tersebut malah menambah korban berjatuhan.
Dengan cara damai KH Wahid Hasyim berhasil memenangkan diplomasi terhadap pihak Jepang dan KH Hasyim Asyari berhasil dibebaskan. Ternyata perjuangan melawan Jepang tidak berakhir sampai disini. Jepang memaksa rakyat Indonesia untuk melimpahkan hasil bumi. Jepang menggunakan Masyumi yang diketuai KH. Hasyim Asy'ari untuk menggalakkan bercocok tanam. Bahkan seruan itu terselip di ceramah sholat Jum'at. Ternyata hasil tanam rakyat tersebut harus disetor ke pihak Jepang. Padahal saat itu rakyat sedang mengalami krisis beras, bahkan lumbung pesantren pun nyaris kosong. Harun melihat masalah ini secara harfiah dan merasa bahwa KH. Hasyim Asy'ari mendukung Jepang, hingga ia memutuskan untuk pergi dari pesantren.
Jepang kalah perang, Sekutu mulai datang. Soekarno sebagai presiden saat itu mengirim utusannya ke Tebuireng untuk meminta KH HAsyim Asyari membantu mempertahankan kemerdekaan. KH Hasyim Asyari menjawab permintaan Soekarno dengan mengeluarkan Resolusi Jihad yang kemudian membuat barisan santri dan masa penduduk Surabaya berduyun duyun tanpa rasa takut melawan sekutu di Surabaya. Gema resolusi jihad yang didukung oleh semangat spiritual keagamaan membuat Indonesia berani mati.
Di Jombang, Sarinah membantu barisan santri perempuan merawat korban perang dan mempersiapkan ransum. Barisan laskar santri pulang dalam beberapa truk ke Tebuireng. KH Hasyim Asyari menyambut kedatangan santri- santrinya yang gagah berani, tetapi air mata mengambang di matanya yang nanar.[1]
Pemeran
- Ikranagara sebagai KH Hasyim Asy'ari
- Christine Hakim sebagai Masrurah/Nyai Kapu
- Agus Kuncoro sebagai KH Wahid Hasyim
- Adipati Dolken sebagai Harun
- Meriza Febriyani Batubara sebagai Sari
- Dimas Aditya sebagai Hamzah
- Royham Hidayat sebagai Khamid
- Ernestsan Samudera sebagai Abdi
- Ayes Kassar sebagai Baidhowi
- Dayat Simbaia sebagai KH Yusuf Hasyim
- Dymas Agust sebagai KH Mas Mansur
- Andrew Trigg sebagai Brigadir Mallaby
- Arswendi Nasution sebagai KH. A. Wahab Hasbullah
- Norman Rivianto Akyuwen sebagai kang Solichin