Tampirwetan, Candimulyo, Magelang: Perbedaan antara revisi
k Nambah pranala interwiki. |
kTidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 7: | Baris 7: | ||
|kecamatan =Candimulyo |
|kecamatan =Candimulyo |
||
|kode pos =56191 |
|kode pos =56191 |
||
|nama kepala desa = |
|nama kepala desa =Drs. Mudjiono |
||
|luas =- |
|luas =- |
||
|penduduk =- |
|penduduk =- |
Revisi per 27 Februari 2014 00.25
Tampirwetan | |
---|---|
Negara | Indonesia |
Provinsi | Jawa Tengah |
Kabupaten | Magelang |
Kecamatan | Candimulyo |
Kode pos | 56191 |
Kode Kemendagri | 33.08.15.2014 |
Luas | - |
Jumlah penduduk | - |
Kepadatan | - |
Tampirwetan adalah sebuah desa di kecamatan Candimulyo, kabupaten Magelang, provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Nama desa Tampirwetan konon berasal dari nama seorang kyai cikal bakal dusun Tampirwetan, yaitu kyai Sampir yang oleh masyarakat Tampirwetan secara turun temurun diyakini sebagai penyebar agama Islam. Tidak ditemukan bukti lain mengenai sejarah kyai Sampir selain bukti berupa makam beliau di pekuburan Kulon yang hingga saat ini makam tersebut masih terawat dengan baik.
Desa ini mudah dijangkau karena tersedianya angkutan umum serta jalanan menuju desa ini sudah berupa aspal meskipun dengan kontur jalanan yang berkelok-kelok dan naik-turun. Desa Tampirwetan dapat ditempuh sejauh kurang lebih 4 km dari Blabak, 6 km dari Mertoyudan (Jl. Yogyakarta - Semarang) dan 4 km dari Candimulyo. Kondisi lalulintas akan menjadi ramai saat menjelang hari raya Idul Fitri dan selama libur lebaran mengingat jalan ini merupakan jalur alternatif ketika terjadi kemacetan di jalur utama Yogyakarta - Semarang.
Dalam hal kebudayaan, terdapat beberapa tradisi yang dilakukan oleh warganya, seperti di antaranya nyadran dan padusan. Nyadran adalah ritual mengirim do'a untuk arwah para leluhur yang umumnya dilakukan penduduk desa secara bersama-sama di sekitar area pemakaman saat menjelang bulan Ramadan, sedangkan padusan ialah ritual mensucikan badan dengan cara mandi keramas untuk mengawali ritual puasa Ramadan. Tradisi nyadran dan padusan sebenarnya tidak hanya ada di desa Tampirwetan, tetapi juga dilakukan masyarakat di desa-desa lain di Magelang. Selain itu di desa ini juga terdapat beberapa macam seni budaya berupa kesenian tradisional, di antaranya yaitu Kuda Lumping dan Topeng Ireng yang dimainkan oleh laki-laki dan perempuan dari kalangan anak-anak hingga orang tua. Karena letak desa yang strategis yakni berada di persimpangan jalan raya Blabak-Candimulyo dan Mertoyudan-Candimulyo menjadikan desa ini cukup dikenal di Magelang. Singgah di desa ini jangan lupa untuk mencicipi satu jajanan kulinernya yang sudah terkenal dan telah menjadi ikon jajanan kuliner di Tampirwetan, yaitu ricarica kambing balap Mbah Bagong dengan ciri khas rasanya yang pedas.
Secara geografis letak desa ini berada di sebelah baratdaya lereng gunung Merbabu dengan radius sekitar 25 km dari puncak Merbabu. Untuk batas wilayah, desa Tampirwetan berbatasan dengan desa Tampirkulon di sebelah barat, desa Tegalsari dan desa Podosoko di sebelah utara, desa Beningan di sebelah timur serta desa Treko dan desa Piyungan dari kecamatan Sawangan di sebelah selatan. Wilayah desa Tampirwetan diapit oleh dua aliran sungai yaitu sungai Anggas di sebelah utara dan sungai Legono di sebelah selatan. Kedua sungai ini bermuara di sungai Elo yang berada di sebelah barat kecamatan Candimulyo.
Sebagian besar wilayah desa Tampirwetan merupakan area pertanian berupa ladang dan sawah dengan sistem irigasi bersumber dari mata air Ngudal yang mengalir sepanjang tahun. Desa Tampirwetan terdiri dari beberapa dusun, yaitu Tampirwetan I, Tampirwetan II, Karangampel dan Trisip. Mata pencaharian penduduk umumnya bertani, sebagian lain bekerja sebagai buruh, pedagang dan sebagian kecil pegawai negeri. Selain itu banyak pula warga dari desa ini yang merantau ke luar kota, seperti ke Yogyakarta, Semarang, Surabaya dan Jakarta.