Lompat ke isi

Abangan: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
BP22Heber (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: BP2014
BP22Heber (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: BP2014
Baris 1: Baris 1:
{{inuseBP|BP22Heber|15 mei 2014|2 April 2014}}
{{inuseBP|BP22Heber|15 mei 2014|2 April 2014}}
{{no_footnotes}}
'''Abangan''' adalah sebutan untuk golongan penduduk [[Jawa]] [[Muslim]] yang mempraktikkan [[Islam]] dalam versi yang lebih [[Sinkretisme|sinkretis]] bila dibandingkan dengan golongan [[santri]] yang lebih ortodoks.<ref name="Zaini"> Muchtarom, Zaini. 1988. ''Santri dan Abangan di Jawa''. Jakarta: Inis. </ref> Istilah ini, yang berasal dari kata [[bahasa Jawa]] yang berarti ''merah'', pertama kali digunakakan oleh [[Clifford Geertz]], namun saat ini maknanya telah bergeser. ''Abangan'' cenderung mengikuti sistem kepercayaan lokal yang disebut ''[[adat]]'' daripada hukum Islam murni ([[syariah]]).<ref name="gee"> Geertz, Clifford. 1983. ''Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarkat Jawa.'' Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya.</ref> Dalam sistem kepercayaan tersebut terdapat tradisi-tradisi [[Hindu]], [[Buddha]], dan [[animisme]]. Namun beberapa sarjana berpendapat bahwa apa yang secara klasik dianggap bentuk varian Islam di Indonesia, seringkali merupakan bagian dari agama itu sendiri di negara lain. Sebagai contoh, [[Martin van Bruinessen]] mencatat adanya kesamaan antara ''adat'' dan praktik yang dilakukan dahulu kala di kalangan umat Islam di [[Mesir]].<ref name="gee"></ref>
'''Abangan''' adalah sebutan untuk golongan penduduk [[Jawa]] [[Muslim]] yang mempraktikkan [[Islam]] dalam versi yang lebih [[Sinkretisme|sinkretis]] bila dibandingkan dengan golongan [[santri]] yang lebih ortodoks.<ref name="Zaini"> Muchtarom, Zaini. 1988. ''Santri dan Abangan di Jawa''. Jakarta: Inis. </ref> Istilah ini, yang berasal dari kata [[bahasa Jawa]] yang berarti ''merah'', pertama kali digunakakan oleh [[Clifford Geertz]], namun saat ini maknanya telah bergeser. ''Abangan'' cenderung mengikuti sistem kepercayaan lokal yang disebut ''[[adat]]'' daripada hukum Islam murni ([[syariah]]).<ref name="gee"> Geertz, Clifford. 1983. ''Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarkat Jawa.'' Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya.</ref> Dalam sistem kepercayaan tersebut terdapat tradisi-tradisi [[Hindu]], [[Buddha]], dan [[animisme]]. Namun beberapa sarjana berpendapat bahwa apa yang secara klasik dianggap bentuk varian Islam di Indonesia, seringkali merupakan bagian dari agama itu sendiri di negara lain. Sebagai contoh, [[Martin van Bruinessen]] mencatat adanya kesamaan antara ''adat'' dan praktik yang dilakukan dahulu kala di kalangan umat Islam di [[Mesir]].<ref name="gee"></ref>



Revisi per 2 April 2014 03.16

Abangan adalah sebutan untuk golongan penduduk Jawa Muslim yang mempraktikkan Islam dalam versi yang lebih sinkretis bila dibandingkan dengan golongan santri yang lebih ortodoks.[1] Istilah ini, yang berasal dari kata bahasa Jawa yang berarti merah, pertama kali digunakakan oleh Clifford Geertz, namun saat ini maknanya telah bergeser. Abangan cenderung mengikuti sistem kepercayaan lokal yang disebut adat daripada hukum Islam murni (syariah).[2] Dalam sistem kepercayaan tersebut terdapat tradisi-tradisi Hindu, Buddha, dan animisme. Namun beberapa sarjana berpendapat bahwa apa yang secara klasik dianggap bentuk varian Islam di Indonesia, seringkali merupakan bagian dari agama itu sendiri di negara lain. Sebagai contoh, Martin van Bruinessen mencatat adanya kesamaan antara adat dan praktik yang dilakukan dahulu kala di kalangan umat Islam di Mesir.[2]

Berdasarkan cerita masyarakat, kata abangan diperkirakan berasal dari kata Bahasa Arab aba'an.[3] Lidah orang Jawa membaca huruf 'ain menjadi ngain. Arti aba'an kurang lebih adalah "yang tidak konsekwen" atau "yang meninggalkan".[3] Jadi para ulama dulu memberikan julukan kepada para orang yang sudah masuk Islam tapi tidak menjalankan syari'at (Bahasa Jawa: sarengat) adalah kaum aba'an atau abangan.[3] Jadi, kata "abang" di sini bukan dari kata Bahasa Jawa abang yang berarti warna merah.[3]


Daftar Pustaka

  1. ^ Muchtarom, Zaini. 1988. Santri dan Abangan di Jawa. Jakarta: Inis.
  2. ^ a b Geertz, Clifford. 1983. Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarkat Jawa. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya.
  3. ^ a b c d Rickflefs, M.C. 20007. Polarising Javanese Society. Singapore: NUS Press.

Pranala luar