Kesultanan Singora: Perbedaan antara revisi
What a joke (bicara | kontrib) |
What a joke (bicara | kontrib) |
||
Baris 55: | Baris 55: | ||
==Warisan== |
==Warisan== |
||
⚫ | Hussein dan Mustapha ditunjuk menjadi Gubernur Phattalung dan [[Distrik Chaiya|Chaiya]];<ref name=surat_thani /> Generasi berikutnya dari keluarga Sultan Sulaiman memiliki hubungan erat dengan keluarga kerajaan Siam: [[Sri Sulalai|Putri Sri Sulalai]] (permaisuri dari [[Buddha_Loetla_Nabhalai|Raja Rama II]]) adalah keturunan dari Sultan Sulaiman dan ibu dari [[Jessadabodindra|Raja Rama III]].<ref name=Putthongchai_99>Putthongchai, halaman 98.</ref> Saat ini, keturunan Sultan Sulaiman meliputi Laksamana Niphon Sirithorn (seorang mantan laksamana Angkatan Laut Kerajaan Thai);<ref name=royal_thai_navy /> Jenderal [[Chavalit Yongchaiyudh]], Perdana Menteri Thailand ke-22;<ref name=Putthongchai_92>Putthongchai, p. 82.</ref> dan sebuah keluarga penenun sutra di provinsi [[Provinsi Surat Thani|Surat Thani]].<ref name=surat_thani /> |
||
⚫ | Generasi berikutnya dari keluarga Sultan Sulaiman memiliki hubungan erat dengan keluarga kerajaan Siam: [[Sri Sulalai|Putri Sri Sulalai]] (permaisuri dari [[Buddha_Loetla_Nabhalai|Raja Rama II]]) adalah keturunan dari Sultan Sulaiman dan ibu dari [[Jessadabodindra|Raja Rama III]].<ref name=Putthongchai_99>Putthongchai, halaman 98.</ref> Saat ini, keturunan Sultan Sulaiman meliputi Laksamana Niphon Sirithorn (seorang mantan laksamana Angkatan Laut Kerajaan Thai);<ref name=royal_thai_navy /> Jenderal [[Chavalit Yongchaiyudh]], Perdana Menteri Thailand ke-22;<ref name=Putthongchai_92>Putthongchai, p. 82.</ref> dan sebuah keluarga penenun sutra di provinsi [[Provinsi Surat Thani|Surat Thani]].<ref name=surat_thani /> |
||
===Benteng-benteng di Khao Daeng=== |
===Benteng-benteng di Khao Daeng=== |
Revisi per 17 April 2014 13.06
7°12′56″N 100°34′04″E / 7.2155°N 100.5677°E
Kesultanan Singora | |
---|---|
1605–1680 | |
Ibu kota | Singora |
Pemerintahan | Kesultanan |
Era Sejarah | Zaman Ayuthaya |
• Didirikan | 1605 |
• Dibubarkan | 1680 |
Kesultanan Singora adalah sebuah negara kota berumur pendek di Thailand Selatan dan pendahulu sebuah kota yang saat ini bernama Songkhla. Kota tersebut didirikan pada tahun 1605 oleh seorang Persia, Dato Mogol, dan berkembang selama pemerintahan putranya, Sultan Sulaiman Shah. Setelah masa konflik, Singora dihancurkan oleh pasukan Siam pada 1680. Sisa-sisa kota tersebut meliputi benteng-benteng, dinding-dinding kota dan makam Sultan Sulaiman Shah. Sebuah meriam dari Singora yang terdapat cap Sultan Sulaiman Shah disimpan di halaman Royal Hospital Chelsea, London.
Sejarah kesultanan tersebut didokumentasikan dalam catatan, surat, dan jurnal yang ditulis oleh pedagang-pedagang Britania dan Perusahaan Hindia Timur Belanda; keruntuhan kota tersebut didiskusikan dalam buku-buku dan laporan-laporan yang ditulis oleh para anggota duta besar Perancis untuk Siam pada pertengahan 1680an. Sejarah keluarga Sultan Sulaiman juga dikisahkan: diketahui keturunannya meliputi Jenderal Chavalit Yongchaiyudh (Perdana Menteri Thailand ke-22), seorang mantan laksamana Angkatan Laut Kerajaan Thai dan sebuah keluarga penenun sutra di provinsi Surat Thani.
Sultan Sulaiman bukanlah satu-satunya orang Persia yang mengembangkan kekuasaan di Siam pada abad ke-17. Sumber kontemporer mendeskripsikan bagaimana orang-orang Persia mendapatkan posisi otoritas di pusat Siam, Ayuthaya, dan provinsi-provinsinya.
Sejarah awal
Singora, terkadang dikenal sebagai Songkhla di Khao Daeng, adalah pendahulu dari sebuah kota yang saat ini bernama Songkhla.[2][note 1] Kesultanan ini terletak diatas dan sepanjang kaki bukit pegunungan Khao Daeng di Singha Nakhon.[3] Kota ini didirikan pada tahun 1605 oleh Dato Mogol, seorang Muslim Persia
Jeremias van Vliet, direktur pabrik Perusahaan Hindia Timur Belanda di Ayuthaya, mendeskripsikan Singora sebagai salah satu kota penting di Siam dan pusat perdagangan berpengaruh untuk timah, timbal dan lada.[4][5] Pada tahun 1622, Belanda mengekspor lebih dari 500 ton lada dari Singora.[6]
Dato Mogol wafat pada 1619 dan digantikan oleh putra sulungnya, Sulaiman.[7][note 2]
Kemerdekaan
Pada Desember 1641, Jeremias van Vliet meninggalkan Ayuthaya dan berlabuh ke Batavia. Dalam perjalanannya, ia berhenti di Singora pada Februari 1642 dan mengirimi Sulaiman sebuah surat perkenalan dari Phra Khlang (disebut oleh orang Belanda sebagai Berckelangh), pimpinan Siam yang bertugas untuk urusan luar negeri.
Sultan Sulaiman wafat pada tahun 1668 [8] dan digantikan oleh putra sulungnya, Mustapha.[9]
Pada masa pemerintahan Mustapha, seorang petualang Yunani, Constance Phaulkon, datang ke Siam.
Pemusnahan
Beberapa peristiwa dilaporkan oleh Samuel Potts, seorang pedagang Perusahaan Hindia Timur Britania yang berbasis di Singora pada waktu itu.
Dampaknya didokumentasikan oleh perwakilan duta-duta Perancis untuk Siam pada 1685 dan 1687.
Warisan
Hussein dan Mustapha ditunjuk menjadi Gubernur Phattalung dan Chaiya;[9] Generasi berikutnya dari keluarga Sultan Sulaiman memiliki hubungan erat dengan keluarga kerajaan Siam: Putri Sri Sulalai (permaisuri dari Raja Rama II) adalah keturunan dari Sultan Sulaiman dan ibu dari Raja Rama III.[10] Saat ini, keturunan Sultan Sulaiman meliputi Laksamana Niphon Sirithorn (seorang mantan laksamana Angkatan Laut Kerajaan Thai);[7] Jenderal Chavalit Yongchaiyudh, Perdana Menteri Thailand ke-22;[11] dan sebuah keluarga penenun sutra di provinsi Surat Thani.[9]
Benteng-benteng di Khao Daeng
Reruntuhan Singora terbuka bagi publik.[3][12] Empat belas reruntuhan benteng dapat dikunjungi: enam diantaranya (benteng 4,5,6,7, 8 dan 10) terletak diatas pegunungan Khao Daeng; yang lainnya berada di sepanjang kaki bukit.[13] Salah satu yang paling dapat dijangkau adalah benteng 9: benteng tersebut berada di atas sebuah bukit kecil dan tak jauh dari jalan utama yang berute dari Singha Nakhon menuju Pulau Ko Yo.
Makam Sultan Sulaiman Shah
Terletak di pemakaman Muslim yang berjarak sekitar 1 km dari utara Khao Daeng, makam Sultan Sulaiman Shah dirumahkan dalam ukuran kecil dengan paviliun bergaya Thai yang dikelilingi oleh pohon-pohon besar.[14] Makam tersebut disebutkan dalam Sejarah Kerajaan Melayu Patani, sebuah naskah Javi yang berasal dari Hikayat Patani.[15] Teks tersebut mendeskripsikan Sultan Sulaiman sebagai seorang raja Muslim yang wafat dalam pertempuran dan makam tersebut sebagai "penuh ketiadaan tapi hutan".[16] Makam tersebut adalah obyek peziarahan di selatan Thailand
Meriam Singora di London
Meriam tersebut tetap berada disana sampai direbut saat perang Burma-Siam 1765–1767 dan dibawa ke Burma. Meriam tersebut kemudian diambil oleh Britania pada saat Perang Inggris-Burma Ketiga (1885–1887) dan dibawa ke Inggris. Pada tahun 1887, meriam tersebut diperlihatkan di Royal Hospital Chelsea di London dan diletakan pada penyimpanan di samping tiang bendera di halaman Dewan Tokoh. Pada meriam tersebut terdapat sebelas inskripsi, sembilan diantaranya diukir dengan tulisan Arab dan dilapisi dengan perak.
Orang-orang Persia di Siam pada abad ke-17
Sultan Sulaiman Shah dan keluarganya bukanlah satu-satunya orang Persia yang mengembangkan kekuasaan di Siam pada abad ke-17. Naskah Ayuthaya menyatakan bahwa saudara-saudara Persia Sheikh Ahmad dam Muhammad Said datang ke Siam pada awal 1600an. Sheikh Ahmad memiliki hubungan akrab dengan Raja-Raja Songtham dan Prasat Thong
Diplomat Perancis Simon de la Loubère menyatakan bahwa dewan pimpinan dan provinsi-provinsi penting berada "di tangan-tangan Moor";[17] seorang pemimpin Persia, Aqa Muhammad, adalah salah satu punggawa kesayangan Raja Narai pada 1670an;[18] dalam Kapal Sulaiman,
Catatan
- ^ Pengucapan alternatifnya adalah Singgora dan Singkhora.
- ^ Tanda tangan di atas makam Sulaiman diberikan tanggal of his accession as 1619; a steel plaque dekat museum arkeologi negara "Situs ini dikenal sebagai sebuah kota pelabuhan berpengaruh selama zaman Ayuthaya pada abad ke-17 Masehi. Ia memainkan peran krusial baik di lokal maupun antar-wilayah pada waktu itu. Datoh Mogal, yang ditunjuk sebagai gubernur Singora, adalah orang yang berinisiasi dan mengembangkan perdagangan maritim dengan pedagang-pedagang internasional. Dengan mengenalkan dan mengembangkan kota tersebut sebagai sebuah pelabuhan internasional, Datoh Mogal could generate a great amount of revenue from kapal-kapal asing for the centralized capital of Ayuthaya. Datoh Mogal digantikan oleh putranya, Sultan Sulaiman, pada tahun 1620. Sultan Sulaiman ditunjuk oleh Raja Songtham (1610-1628) dari Kerajaan Ayuthaya. Singora dibawah kekuasaan Sulaiman adalah tempat perdagangan terkenal."
Referensi
- ^ Ravenswaay, pp. 37–38.
- ^ Chounchaisit, p. 1.
- ^ a b Chounchaisit, p. 126.
- ^ Ravenswaay, p. 11.
- ^ Ravenswaay, halaman 68.
- ^ Colonial Papers. East Indies (Lihat entri dari 11 Januari 1622; Batavia)
- ^ Umar, p. 15.
- ^ a b c Good Man Town: Surat Thani Tourist Information, pp. 33–35. Halaman 33 dari terbitan pemerintahan Thai dalam bahasa Thai menyebutkan Mustapha dan Hussein; halaman 35 dalam versi bahasa Inggris hanya menyebutkan Mustapha.
- ^ Putthongchai, halaman 98.
- ^ Putthongchai, p. 82.
- ^ Kota Tua di Kaki Bukit Khao Daeng
- ^ Reruntuhan dan dinding kota Singora Kementerian Kebudayaan Thai (Thai)
- ^ Makam Sultan Sulaiman Shah Kementerian Kebudayaan Thai (Thai)
- ^ Montesano, p. 84.
- ^ Syukri, p. 10.
- ^ Loubère, p. 112.
- ^ na Pombejra p.82.
Sumber
Pemerintah Thai / Perpustakaan Nasional Vajiranana
- Dutch Papers: extracts from the "Dagh Register" 1624–1642 (PDF), Vajiranana National Library, Bangkok, 1915
- Good Man Town: Surat Thani Tourist Information (PDF), Surat Thani Province Office of Tourism and Sports, Thailand, 2011
- Records of the relations between Siam and foreign countries in the 17th century. Volume 2 (PDF), Vajiranana National Library, Bangkok, 1916
Tesis PhD
- Chounchaisit, Pensuda (2007), The study of cultural heritage management of Wat Matchimawat (Wat Klang), Songkhla, Silpakorn University, Thailand. Archived from the original on 6 April 2014.
- na Pombejra, Dhiravat (1984), A political history of Siam under the Prasatthong dynasty 1629–1688, School of Oriental and African Studies, University of London, England
- Putthongchai, Songsiri (2013), What is it like to be Muslim in Thailand?, University of Exeter, England. Archived from the original on 27 March 2014.
Buku
- Colenbrander, Dr. H.T. (1898), Dagh-Register gehouden int Casteel Batavia: 1631–1634, Martinus Nijhoff
- Falarti, Maziar Mozaffari (2013), Malay Kingship in Kedah: Religion, Trade, and Society, Lexington Books, ISBN 0739168428
- Jacq-Hergouach, Michel (1993), L'Europe Et Le Siam Du XVIe Au XVIIe Siecle, L'Harmattan, ISBN 2738419739
- Loubère, Simon de la (1693), A new historical relation of the kingdom of Siam. Volume 1 (edisi ke-1st English), Printed by F.L. for Tho. Horne, Royal Exchange, London
- Montesano, Michael (2008), Thai South and Malay North: Ethnic Interactions on a Plural Peninsula, NUS Press, National University of Singapore, ISBN 9971694115
- Marcinkowski, Muhammad Ismail (2005), From Isfahan to Ayutthaya: Contacts Between Iran and Siam in the 17th Century, Pustaka Nasional Pte Ltd, Singapore, ISBN 9971774917
- Syukri, Ibrahim (1985), History of the Malay Kingdom of Patani, Ohio University Press, ISBN 0896801233
- Umar, Umaiyah Haji (2003), The assimilation of Bangkok-Melayu communities in the Bangkok metropolis and surrounding areas, Kuala Lumpur: Allwrite. Sdn. Bhd., ISBN 9749121341
Jurnal
- Blagden, C.O. (1941), "A XVIIth Century Malay Cannon in London", Journal of the Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society, 19 (1): 122–124, ISSN 0126-7353
- Choungsakul, Srisuporn (2006), "The role of Chinese traders on the growth of Songkhla" (PDF), Manusya Journal of Humanities (Chulalongkorn University), 9 (2): 45, ISSN 0859-9920
- Hutchinson, E.W. (1933), "The French foreign mission in Siam during the XVIIth century" (PDF), Journal of the Siam Society, 26 (1): 3–4, ISSN 0857-7099
- Maxwell, W.G. (1910), "A Letter of Instructions from the East Indian Company to its Agent, circ. 1614" (PDF), Journal of the Straits Branch of the Royal Asiatic Society, 54: 80–81, ISSN 2304-7534
- Ravenswaay, L.F. van (1910), "Translation of van Vliet's Description of the Kingdom of Siam" (PDF), Journal of the Siam Society, 7 (1), ISSN 0857-7099
- Scrivener, R.S. (1981), "The Siamese Brass Cannon in the Figure Court of the Royal Hospital, Chelsea, London" (PDF), Journal of the Siam Society, 69: 169–170, ISSN 0857-7099
- Scupin, Raymond (1980), "Islam in Thailand before the Bangkok period" (PDF), Journal of the Siam Society, 68 (1): 63–64, ISSN 0857-7099
- Sweeney, Amin (1971), "Some Observations on the Malay Sha'ir", Journal of the Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society, 4 (1): 52–53, ISSN 0126-7353