Lompat ke isi

Kritik kanonik: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
BP21Danang (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: BP2014
BP21Danang (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: BP2014
Baris 1: Baris 1:
{{inuseBP|BP21Danang|29 April 2014|20 April 2014}}

[[File:LeningradCodex text.jpg|thumb|right|A portion of the [[Leningrad Codex]]. Walaupun Kitab [[Perjanjian Lama]] merupakan hasil sebuah proses [[kanon]], kritik kanon berfokus pada bentuk akhir dari teks.]]
[[File:LeningradCodex text.jpg|thumb|right|A portion of the [[Leningrad Codex]]. Walaupun Kitab [[Perjanjian Lama]] merupakan hasil sebuah proses [[kanon]], kritik kanon berfokus pada bentuk akhir dari teks.]]


Baris 8: Baris 6:


==Cara Membaca Alkitab dengan Kritik Kanonik==
==Cara Membaca Alkitab dengan Kritik Kanonik==
Sifat dari kritik ini adalah sinkronik, setiap kata dicari maknanya pada konteks pembaca saat ini.<ref name="Hayes"/> Pertimbangannya adalah bahwa Alkitab yang sudah dikanonisasi tersebut memiliki arti sendiri dalam dunia pembaca secara otonom.<ref name="Hayes"/> Bagi Childs, Alkitab Perjanjian Lama memiliki kebenaran yang berbeda antara yang terdapat pada umat Israel dan umat masa kini yang berada di berbagai penjuru dunia.<ref name="Seters"/><ref name="Krasovec"/> Jadi kebenaran dalam masa Musa misalnya, tidak pernah sama benarnya pada abad modern.<ref name="Seters"/> Sebagai contoh, pesan dari 2 [[Tawarikh]] yang mengisahkan tentang kembalinya umat Israel ke [[Yerusalem]] untuk membangun [[Bait Allah]] kembali, berbeda dengan pesan dalam Maleakhi tentang nabi [[Elia]] yang menyerukan kedatangan hari [[Tuhan]], padahal peristiwa yang diceritakan sama.<ref name="Fishbane"/>
Sifat dari kritik ini adalah sinkronik, setiap kata dicari maknanya pada konteks pembaca saat ini.<ref name="Hayes"/> Pertimbangannya adalah bahwa Alkitab yang sudah dikanonisasi tersebut memiliki arti sendiri dalam dunia pembaca secara otonom.<ref name="Hayes"/> Bagi Childs, Alkitab Perjanjian Lama memiliki kebenaran yang berbeda antara yang terdapat pada umat Israel dan umat masa kini yang berada di berbagai penjuru dunia.<ref name="Seters"/><ref name="Krasovec"/> Jadi kebenaran dalam masa Musa misalnya, tidak pernah sama benarnya pada abad modern.<ref name="Seters"/> Sebagai contoh, pesan dari 2 [[Kitab Tawarikh]] yang mengisahkan tentang kembalinya umat Israel ke [[Yerusalem]] untuk membangun [[Bait Allah]] kembali, berbeda dengan pesan dalam [[Kitab Maleakhi]] tentang nabi [[Elia]] yang menyerukan kedatangan hari [[Tuhan]], padahal peristiwa yang diceritakan sama.<ref name="Fishbane"/>


Kritik Kanonik tidak mempertimbangkan arti setiap kata yang berubah-ubah sesuai perkembangan zaman mulai dari terbentuknya Alkitab hingga saat ini, atau yang sering kita sebut proses [[diakronik]].<ref name="Hayes"/>Kritik ini sama sekali tidak mempertimbangkan kritik [[sejarah]] yang ada di balik peristiwa dalam Alkitab.<ref name="Hayes"/>
Kritik Kanonik tidak mempertimbangkan arti setiap kata yang berubah-ubah sesuai perkembangan zaman mulai dari terbentuknya Alkitab hingga saat ini, atau yang sering kita sebut proses [[diakronik]].<ref name="Hayes"/>Kritik ini sama sekali tidak mempertimbangkan kritik [[sejarah]] yang ada di balik peristiwa dalam Alkitab.<ref name="Hayes"/>

Revisi per 21 April 2014 18.25

A portion of the Leningrad Codex. Walaupun Kitab Perjanjian Lama merupakan hasil sebuah proses kanon, kritik kanon berfokus pada bentuk akhir dari teks.

Kritik kanonik atau disebut juga Kritik kanon adalah salah satu metode atau pendekatan yang dipakai dalam menafsir Alkitab berdasarkan teks Alkitab yang sudah jadi dalam tradisi Kristen.[1][2][3]

Kritik Kanon selalu merujuk pencetusnya, yaitu Brevard S. Child.[2][4] Pendekatan atau kritik kanonik hanya berfokus pada teks yang sudah jadi pada Alkitab sebagai produk akhir.[5][3] Brevard Childs sendiri sebenarnya menolak pemakaian kritik ini tanpa didampingi kritik lain[5]

Cara Membaca Alkitab dengan Kritik Kanonik

Sifat dari kritik ini adalah sinkronik, setiap kata dicari maknanya pada konteks pembaca saat ini.[1] Pertimbangannya adalah bahwa Alkitab yang sudah dikanonisasi tersebut memiliki arti sendiri dalam dunia pembaca secara otonom.[1] Bagi Childs, Alkitab Perjanjian Lama memiliki kebenaran yang berbeda antara yang terdapat pada umat Israel dan umat masa kini yang berada di berbagai penjuru dunia.[4][2] Jadi kebenaran dalam masa Musa misalnya, tidak pernah sama benarnya pada abad modern.[4] Sebagai contoh, pesan dari 2 Kitab Tawarikh yang mengisahkan tentang kembalinya umat Israel ke Yerusalem untuk membangun Bait Allah kembali, berbeda dengan pesan dalam Kitab Maleakhi tentang nabi Elia yang menyerukan kedatangan hari Tuhan, padahal peristiwa yang diceritakan sama.[3]

Kritik Kanonik tidak mempertimbangkan arti setiap kata yang berubah-ubah sesuai perkembangan zaman mulai dari terbentuknya Alkitab hingga saat ini, atau yang sering kita sebut proses diakronik.[1]Kritik ini sama sekali tidak mempertimbangkan kritik sejarah yang ada di balik peristiwa dalam Alkitab.[1]

Pendekatan Kritik Kanonik adalah menarik pesan dari teks tertentu tanpa dapat dipisahkan dari teks-teks lain, setiap pesan tidak boleh bertentangan dengan kebenaran Alkitab secara keseluruhan.[1] Misalnya cara membaca Alkitab dalam Perjanjian Baru harus juga diterangi dengan pesan yang didapat dari membaca Perjanjian Lama atau sebaliknya.[1] Alkitab sebagai buku suci memiliki dayanya tersendiri terlepas dari sejarah dan konteks penulisannya.


Sejarah Kritik Kanonik

Agustinus, seorang bapa gereja abad 4-5 (354-430) telah memulai memakai kritik kanonik.[1] Cara tersebut diperbolehkan karena ia percaya bahwa Allah dapat berfirman secara langsung, atau menyatakan kehendak-Nya melalui Alkitab yang sudah jadi itu kepada umat-Nya.[1] Relasi antara teks dan pembaca sangat mempengaruhi hasil tafsir akhirnya, artinya konteks pembaca lebih dominan dalam menghasilkan tafsiran.[1] Kewibawaan Alkitab dalam Kritik Kanonik ini, Akitab diibaratkan sebagai kendaraan untuk mengenal Allah.[1]

Menurut John Van Seters mengatakan bahwa Origenes (abad 6) pernah mengusulkan kritik teks atau filologi dalam menafsir Alkitab, hal ini senada dengan Kritik Kanonik.[4] Kritik Kanon memang dikembangkan oleh Brevard S. Childs tahun 1970-an, namun dia sendiri sebenarnya memraktikkan kritik sejarah dan kritik kanonik dalam menafsir Alkitab.[4][2] Pada tahun Satu-satunya aspek penting dari Kritik Kanonik adalah, bahwa firman Allah memiliki relasi yang kuat dengan umat beriman, komunitas yang dibentuk Allah sendiri dalam sejarah.[4] Melalui Alkitab yang kita pegang sekarang, Allah sanggup menyatakan dirinya kepada umat manusia.[2]


Referensi

  1. ^ a b c d e f g h i j k (Inggris)John H. Hayes & Carl R. Holladay. Biblical Exegesis, Atlanta: John Knox Press, 1982. 154-156
  2. ^ a b c d e (Inggris)Jose Krasovec., Reward, Punishment, and Forgiveness: The Thinking and Belifs of Ancient Israel in Light of Greek and Modern Views, Leiden: Brill, 1999, 8-10
  3. ^ a b c (Inggris)Adele Berlin,Marc Zvi Brettler,Michael A. Fishbane., The Jewish Study Bible, New York: Oxford University Press, 2004, 2096
  4. ^ a b c d e f (Inggris) John Van Seters., The Edited Bible: The Curious History of the "editor" in Biblical Criticism, Eisenbrauns, 2005, 362-363
  5. ^ a b Brevard S. Childs, Introduction to the Old Testament as Scripture (SCM, 1979), 82–83.