Bekasang: Perbedaan antara revisi
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: BP2014 |
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: BP2014 |
||
Baris 11: | Baris 11: | ||
Suatu eksperimen juga dilakukan untuk menguji senyawa antimikrob yang dihasilkan oleh isolat BAL.<ref name="Desniar et al."/> Pengujian ini dilaksanakan dengan metode agar well diffusion. Supernatan kultur disterilisasi dengan filter acrodisc, dan dinetralkan dengan NaOH konsentrasi 1N.<ref name="Desniar et al."/> |
Suatu eksperimen juga dilakukan untuk menguji senyawa antimikrob yang dihasilkan oleh isolat BAL.<ref name="Desniar et al."/> Pengujian ini dilaksanakan dengan metode agar well diffusion. Supernatan kultur disterilisasi dengan filter acrodisc, dan dinetralkan dengan NaOH konsentrasi 1N.<ref name="Desniar et al."/> |
||
Terdapat berbagai isolat yang diambil dari bekasang, 62 isolat diantaranya adalah BAL (Bakteri Asam Laktat).<ref name="Desniar et al."/> 90% BAL yang berhasil diisolasi menunjukkan aktivitas antimikrob terhadap Listeria monocytogenes.<ref name="Desniar et al."/> Persentase isolat lainnya yang menghambat Salmonella typhimurium 79%, Escherichia. coli 73%, Bacillus cereus 71%, dan Staphylococcus aureus 66%. Namun zona inhibisi dan indeks inhibisi terbesar adalah antara BAL dan Staphylococcus aureus.<ref name="Desniar et al."/> |
Terdapat berbagai isolat yang diambil dari bekasang, 62 [[isolat]] diantaranya adalah BAL (Bakteri Asam Laktat).<ref name="Desniar et al."/> 90% BAL yang berhasil diisolasi menunjukkan aktivitas [[antimikrob]] terhadap Listeria monocytogenes.<ref name="Desniar et al."/> Persentase isolat lainnya yang menghambat Salmonella typhimurium 79%, Escherichia. coli 73%, Bacillus cereus 71%, dan Staphylococcus aureus 66%. Namun zona inhibisi dan indeks inhibisi terbesar adalah antara BAL dan Staphylococcus aureus.<ref name="Desniar et al."/> |
||
Ada fenomena dimana kultur BAL pada pH netral tidak memproduksi zona inhibisi.<ref name="Desniar et al."/> Maka dapat disimpulkan bahwa faktor yang menentukan aktivitas antimikrob pada isolat BAL dari bekasam adalah asam organik yang berperan sebagai zat pengawet.<ref name="Desniar et al."/> Senyawa yang dihasilkan dari metabolisme BAL tidak hanya berperan sebagai pengawet, namun juga memperkuat rasa, aroma, dan tekstur dari produk bekasam. <ref name="Desniar et al."/> |
Ada fenomena dimana kultur BAL pada pH netral tidak memproduksi zona inhibisi.<ref name="Desniar et al."/> Maka dapat disimpulkan bahwa faktor yang menentukan aktivitas antimikrob pada isolat BAL dari bekasam adalah asam organik yang berperan sebagai zat pengawet.<ref name="Desniar et al."/> Senyawa yang dihasilkan dari metabolisme BAL tidak hanya berperan sebagai pengawet, namun juga memperkuat rasa, aroma, dan tekstur dari produk bekasam. <ref name="Desniar et al."/> |
||
Kandungan nitrogen terlarut pada produk ini juga ditemukan meningkat dibandingkan kadar pada awal fermentasi.<ref name="Ijong & Ohta">Ijong FG, Ohta Y. 1996. Physicochemical and microbiological changes associated with Bakasang processing. ''Journal of the Science of Food and Agriculture'' 71 : 69–74.</ref> |
Kandungan nitrogen terlarut pada produk ini juga ditemukan meningkat dibandingkan kadar pada awal fermentasi.<ref name="Ijong & Ohta">Ijong FG, Ohta Y. 1996. Physicochemical and microbiological changes associated with Bakasang processing. ''Journal of the Science of Food and Agriculture'' 71 : 69–74.</ref> |
||
==Tradisi== |
|||
Dalam kebudayaan [[Minahasa]], ada larangan bagi orang sakit yaitu tidak boleh mengonsumsi makanan yang dibusukkan seperti [[terasi]] dan bekasang.<ref name="Wenas">Wenas J. 2007. ''Sejarah dan kebudayaan Minahasa''. Minahasa : Institut Seni Budaya Sulawesi Utara</ref> |
|||
http://ijbiotech.ugm.ac.id/index.php/biotech/article/view/148/106 |
|||
http://www.aseanfood.info/Articles/11020601.pdf |
|||
==Rujukan== |
==Rujukan== |
Revisi per 15 Mei 2014 12.27
Artikel ini merupakan artikel yang dikerjakan oleh Peserta Kompetisi Menulis Bebaskan Pengetahuan 2014 yakni BP61Marco (bicara). Untuk sementara waktu (hingga 15 Mei 2014), guna menghindari konflik penyuntingan, dimohon jangan melakukan penyuntingan selama pesan ini ditampilkan selain oleh Peserta dan Panitia. Peserta kompetisi harap menghapus tag ini jika artikel telah selesai ditulis atau dapat dihapus siapa saja jika kompetisi telah berakhir. Tag ini diberikan pada 31 Maret 2014. Halaman ini terakhir disunting oleh BP61Marco (Kontrib • Log) 3830 hari 1060 menit lalu. |
Bekasang adalah makanan dari wilayah Indonesia Timur, umumnya ditemukan pada daerah Sulawesi dan Kepulauan Maluku.[1] Makanan ini dibuat dari isi perut ikan yang difermentasikan seperti terasi.[1] Bekasang memiliki kemiripan dengan saus ikan fermentasi (Yu-lu) yang merupakan makanan tradisional China.[2]
Proses pembuatan
Ikan tuna (Katsuwonus pelamis L.), yang biasanya berada pada perairan Kepulauan Maluku dipotong dan diasapkan.[3] Pada umumnya, ada dua cara membuat bekasang.[3] Cara yang pertama adalah dengan mencampur perut ikan dan garam, lalu difermentasikan selama 1 bulan dalam suatu wadah setelah pengeringan selama 10 hingga 15 hari.[3] Metode ini tidak menggunakan [starter].[3] Biasanya fermentasi bekasang berlangsung secara spontan dengan bantuan nasi, singkong, atau garam.[4] Bakteri asam laktat berperan dalam proses preservasi atau pengawetan dengan cara menurunkan pH makanan sehingga menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk dan patogen.[4]
Karakteristik Biokimia
Aktivitas antimikrob dari bekasang diuji dengan metode lapisan ganda.[4] Bakteri yang diujicobakan adalah Escherichia coli, Salmonella typhimurium ATCC 14028, Bacillus cereus, Staphylococcus aureus, dan Listeria monocytogenes.[4] Kultur bakteri indikator ditambahkan dengan kultur BAL yang telah diisolasi dari bekasam, kemudian diinkubasi pada suhu 37 °C selama 24 jam.[4] Isolat bakteri yang memiliki kemampuan untuk menghasilkan senyawa antimikrob akan menghasilkan zona bening di sekeliling koloni bakteri indikator.[4] Indeks inhibisi dihitung dengan rumus : Index inhibisi = (diameter zona inhibisi-diameter koloni)/(diameter koloni).[4] Suatu eksperimen juga dilakukan untuk menguji senyawa antimikrob yang dihasilkan oleh isolat BAL.[4] Pengujian ini dilaksanakan dengan metode agar well diffusion. Supernatan kultur disterilisasi dengan filter acrodisc, dan dinetralkan dengan NaOH konsentrasi 1N.[4]
Terdapat berbagai isolat yang diambil dari bekasang, 62 isolat diantaranya adalah BAL (Bakteri Asam Laktat).[4] 90% BAL yang berhasil diisolasi menunjukkan aktivitas antimikrob terhadap Listeria monocytogenes.[4] Persentase isolat lainnya yang menghambat Salmonella typhimurium 79%, Escherichia. coli 73%, Bacillus cereus 71%, dan Staphylococcus aureus 66%. Namun zona inhibisi dan indeks inhibisi terbesar adalah antara BAL dan Staphylococcus aureus.[4]
Ada fenomena dimana kultur BAL pada pH netral tidak memproduksi zona inhibisi.[4] Maka dapat disimpulkan bahwa faktor yang menentukan aktivitas antimikrob pada isolat BAL dari bekasam adalah asam organik yang berperan sebagai zat pengawet.[4] Senyawa yang dihasilkan dari metabolisme BAL tidak hanya berperan sebagai pengawet, namun juga memperkuat rasa, aroma, dan tekstur dari produk bekasam. [4] Kandungan nitrogen terlarut pada produk ini juga ditemukan meningkat dibandingkan kadar pada awal fermentasi.[5]
Tradisi
Dalam kebudayaan Minahasa, ada larangan bagi orang sakit yaitu tidak boleh mengonsumsi makanan yang dibusukkan seperti terasi dan bekasang.[6]
Rujukan
- ^ a b Lee CH, Steinkraus KH, Reilly PJA. 1993. Fish Fermentation Technology. Tokyo: United Nations University.
- ^ Jiang JJ, Zeng QX, Zhu ZW, Zhang LY. 2007. Chemical and sensory changes associated Yu-lu fermentation process – A traditional Chinese fish sauce. Food Chemistry 104:1629–1634.
- ^ a b c d Matsuyama A. 2003. Traditional Dietary Culture of Southeast Asia. New York : Taylor & Francis.
- ^ a b c d e f g h i j k l m n o Desniar, Rusmana I, Suwanto A, Mubarik NR. 2013. Characterization of lactic acid bacteria isolated from an Indonesian fermented fish (bekasam) and their antimicrobial activity against pathogenic bacteria. Emir. J. Food Agric. 25 (6): 489-494.
- ^ Ijong FG, Ohta Y. 1996. Physicochemical and microbiological changes associated with Bakasang processing. Journal of the Science of Food and Agriculture 71 : 69–74.
- ^ Wenas J. 2007. Sejarah dan kebudayaan Minahasa. Minahasa : Institut Seni Budaya Sulawesi Utara