Lompat ke isi

Watuaji, Keling, Jepara: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Kenrick95Bot (bicara | kontrib)
k Bot: Penggantian teks otomatis (- jaman + zaman)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 14: Baris 14:
'''Watuaji''' adalah [[desa]] di [[Kecamatan]] [[Keling, Jepara|Keling]], [[Kabupaten Jepara|Jepara]], [[Jawa Tengah]], [[Indonesia]].
'''Watuaji''' adalah [[desa]] di [[Kecamatan]] [[Keling, Jepara|Keling]], [[Kabupaten Jepara|Jepara]], [[Jawa Tengah]], [[Indonesia]].


Lokasi desa ini berjarak sekitar 30 km dari pusat kota Jepara. Mata pencaharian penduduk setempat adalah berkebun [[kapuk|kapuk randu]] (''Ceiba pentandra''),petani sawah dan budidaya [[sengon laut]] (''Paraserianthes falcataria''). Terdapat pula beberapa usaha kecil kerajinan mebel.
Lokasi desa ini berjarak sekitar 30 km dari pusat kota Jepara. Mata pencaharian penduduk setempat adalah berkebun [[kapuk|kapuk randu]] (''Ceiba pentandra''),Petani Sawah dan Budidaya [[sengon laut]] (''Paraserianthes falcataria''). Terdapat pula beberapa usaha kecil kerajinan Meubel.
Nama dari Watuaji sendiri dalam bahasa Indonesia berarti Watu [[Batu]] dan Aji [[Berharga]] Disebut batu berharga karena di desa ini terdapat peningalan-peninggalan batu pada masa [[prasejarah]].
Nama dari Watuaji sendiri dalam bahasa Indonesia berarti Watu [[Batu]] dan Aji [[Berharga]] Disebut Watuaji atau Batu Berharga karena di desa ini terdapat peningalan-peninggalan batu pada masa [[prasejarah]].
Peninggalan tersebut terletak dideretan tebing sekitar [[sungai pedot]] yang berupa tumpukan batu,ada yang menyerupai tembok,masayarakat setempat menyebutnya [[watu gebyok]], ada yang menyerupai tiang penyangga rumah [[watu soko]], ada juga yang menyerupai payung dsb.
Peninggalan tersebut terletak dideretan tebing sekitar daerah aliran [[Sungai pedot]] yang berupa tumpukan Batu.
Sangat mengagumkan dari bebatuan tersebut ada yang menyerupai Tembok yang masayarakat setempat menyebutnya [[Watu Gebyok]], ada yang menyerupai Tiang Penyangga Rumah yang disebut dengan [[Watu Soko]],ada Tumpukan Batu [[Batu Tumpuk]],ada juga yang menyerupai Payung dsb.
Sampai saat ini peninggalan tersebut masih bisa kita lihat di desa ini.Tetapi sampai saat ini belum ada penelitian tentang peninggalan tersebut,kejelasan tentang apakah batu-batu tersebut merupakan reruntuhan candi atau peningalan zaman batu masih menjadi pertanyaan besar sampai saat ini.
Sampai saat ini peninggalan-peninggalan tersebut masih bisa kita lihat di desa ini yang masih utuh.Tetapi sampai saat ini belum ada penelitian lebih lanjut tentang peninggalan tersebut,kejelasan tentang apakah batu-batu tersebut merupakan reruntuhan Candi atau peningalan zaman Batu masih menjadi sebuah pertanyaan dibenak masyarakat hingga saat ini.
Menurut cerita yang turun temurun yang berkembang,batu-batu tersebut merupakan peninggalan [Kerajaan Demak].
Sehingga teori-teori konspirasi oleh pemikiran baru bermunculan.Inilah beberapa teori-teori yang berhasil saya kumpulkan dan pendukung dari teori tsb:
Dikisahkan [[Seorang wali]] pernah ingin membuat masjid di desa ini,pembuatan masjid tersebut perencanaan pembangunannya hanya dalam satu malam,akan tetapi mengalami kegagalan yang dikarenakan pada malam itu bertepatan dengan bulan purnama sehingga pada waktu subuh sudah seperti pagi hari. Ayam-ayampun berkokok dan masyarakat pada waktu itu bangun untuk melaksanakan aktifitas hariannya [[menjemur kapas]] pada saat itu,melihat hal tersebut para kiyai yang membangun Masjid menjadi marah dan mengutuk [[dalam bahsa jawa disebut sabdo]] masyarakat desa ini bahwa sampai tua tidak akan laku menikah serta membuat kayu-kayu material masjid menjadi batu (untuk hal ini memang nyata terjadi).

Kebenaran akan cerita tersebut juga masih di pertanyakan,karena tidak adanya bukti nyata ataupun sesuatu yang pernah ditemukan.
[[FOLKLOR TENTANG PARA WALI]]
Selain peninggalan tersebut di atas,ada juga Makam [[Syech Maulana Ahmad Husain]] seorang ulama' penyebar agama islam.Akan tetapi sejarah mengenai asal usul makam ini juga sampai saat ini belum begitu jelas hanya diketahui bahwa beliau sedang mengembara menyebarkan agama islam dan wafat di desa ini.[[alip al hilal]]
Menurut folklor dan cerita turun temurun yang berkembang disini batu-batu tersebut merupakan peninggalan [Kerajaan Demak].
Dikisahkan [[Wali Songo]] pernah ingin membuat masjid di desa ini,pembuatan masjid tersebut perencanaan pembangunannya hanya dalam satu malam,akan tetapi mengalami kegagalan yang dikarenakan pada malam itu bertepatan dengan bulan purnama sehingga pada waktu subuh sudah seperti pagi hari. Ayam-ayampun berkokok dan masyarakat pada waktu itu bangun untuk melaksanakan aktifitas hariannya [[Menjemur Kapas]] melihat hal tersebut para Wali yang membangun Masjid menganggap gagal karena ulah masarakat disitu sehingga mengutuk [[Dalam Bahsa Jawa disebut Disabdo]] masyarakat desa bahwa sampai tua tidak akan laku menikah serta membuat kayu-kayu material masjid menjadi batu (untuk hal ini diperkuat adanya bukti batu berbentuk seperti tersebut diatas).
Kebenaran akan cerita tersebut juga masih di pertanyakan,karena tidak adanya bukti nyata ataupun sesuatu yang pernah ditemukan.Dan dalam kisah Wali Songo sendiri tidak pernah disebutkan adanya kebenaran tentang membuat masjid yang tidak terselesaikan.

[[CANDI PENINGGALAN RATU SIMA]]
Ini adalah kemungkinan kedua yang didasarkan pada kedekatan antara desa Watuaji dan kerajaan Kalingga yang mana masih dalam satu Kecamatan.
Tetapi Kerajaan Kalingga sendiri seperti hanya dongeng karena Kerajaan tersebut seperti hilang ditelan bumi.
Pada tahun 1990, di seputar Puncak Saptarngo Pegunungan muria dekat desa Tempur, Prof Gunadidan empat orang tenaga stafnya dari Balai Arkeologi Nasional Yogyakarta (kini Balai Arkeologi Yogyakarta) menemukan Prasasti yang diberinama Prasasti Rahtawun,Empat Arca Batara Guru, Narada, Togog,danWisnu,Candi Angin dan Candi Bubrah yang dinyatakan sebagai peningglan kerjaan Kalingga atau Holing.
Tetapi sepertinya Arkeolog tersebut tidak mampir didesa Watuaji sehingga teori ini masih dalam koridor belum ada bukti.

Sampai dengan saat ini belum ada Arkeolog yang mencoba untuk menguak misteri bebatuan tsb,paling tidak diperlukan uji karbon yang bisa memperkirakan usia batu sehingga bisa membandingkan folklor tentang Masjid para Wali dan Tahun berdirinya kerajaan Demak (1478-1518 M),bila ternyata uji karbon menunjukan tahun yang sama maka bisa dimungkinkan folklor yang berkembang adalah benar tapi jika uji karbon ternyata berbeda maka kemungkinan bisa saja batu tersebut peninggalan jaman Megalitikum atau sebuah Candi peninggalan hindu,karena letak Desa watuaji berada didalam lingkup Kerajaan Kalingga yang mana masih dalam satu Kecamatan,bisa dimungkinkan bahwa batu tersebut adalah candi peninggalan Kerajaan Ratu Sima yang tersohor itu.Waw sebuah penemuan besar yang masih menunggu untuk dikuak oleh Arkeolog.
Selain peninggalan tersebut di atas,ada juga Makam [[Syech Maulana Ahmad Husain]] seorang Ulama' penyebar Agama Islam.Akan tetapi sejarah mengenai asal usul makam ini juga sampai saat ini belum begitu jelas hanya diketahui bahwa beliau sedang mengembara menyebarkan agama islam dan Wafat di desa ini.
Ditulis [[Alip Al Hilal]] untuk Wikipedia Indonesia.

{{Keling, Jepara}}
{{Keling, Jepara}}
{{kelurahan-stub}}
{{kelurahan-stub}}

Revisi per 23 November 2014 14.20

Watuaji
Negara Indonesia
ProvinsiJawa Tengah
KabupatenJepara
KecamatanKeling
Kode pos
59454
Kode Kemendagri33.20.09.2004 Edit nilai pada Wikidata
Luas-
Jumlah penduduk-
Kepadatan-

Watuaji adalah desa di Kecamatan Keling, Jepara, Jawa Tengah, Indonesia.

Lokasi desa ini berjarak sekitar 30 km dari pusat kota Jepara. Mata pencaharian penduduk setempat adalah berkebun kapuk randu (Ceiba pentandra),Petani Sawah dan Budidaya sengon laut (Paraserianthes falcataria). Terdapat pula beberapa usaha kecil kerajinan Meubel. Nama dari Watuaji sendiri dalam bahasa Indonesia berarti Watu Batu dan Aji Berharga Disebut Watuaji atau Batu Berharga karena di desa ini terdapat peningalan-peninggalan batu pada masa prasejarah. Peninggalan tersebut terletak dideretan tebing sekitar daerah aliran Sungai pedot yang berupa tumpukan Batu. Sangat mengagumkan dari bebatuan tersebut ada yang menyerupai Tembok yang masayarakat setempat menyebutnya Watu Gebyok, ada yang menyerupai Tiang Penyangga Rumah yang disebut dengan Watu Soko,ada Tumpukan Batu Batu Tumpuk,ada juga yang menyerupai Payung dsb. Sampai saat ini peninggalan-peninggalan tersebut masih bisa kita lihat di desa ini yang masih utuh.Tetapi sampai saat ini belum ada penelitian lebih lanjut tentang peninggalan tersebut,kejelasan tentang apakah batu-batu tersebut merupakan reruntuhan Candi atau peningalan zaman Batu masih menjadi sebuah pertanyaan dibenak masyarakat hingga saat ini. Sehingga teori-teori konspirasi oleh pemikiran baru bermunculan.Inilah beberapa teori-teori yang berhasil saya kumpulkan dan pendukung dari teori tsb:

FOLKLOR TENTANG PARA WALI Menurut folklor dan cerita turun temurun yang berkembang disini batu-batu tersebut merupakan peninggalan [Kerajaan Demak]. Dikisahkan Wali Songo pernah ingin membuat masjid di desa ini,pembuatan masjid tersebut perencanaan pembangunannya hanya dalam satu malam,akan tetapi mengalami kegagalan yang dikarenakan pada malam itu bertepatan dengan bulan purnama sehingga pada waktu subuh sudah seperti pagi hari. Ayam-ayampun berkokok dan masyarakat pada waktu itu bangun untuk melaksanakan aktifitas hariannya Menjemur Kapas melihat hal tersebut para Wali yang membangun Masjid menganggap gagal karena ulah masarakat disitu sehingga mengutuk Dalam Bahsa Jawa disebut Disabdo masyarakat desa bahwa sampai tua tidak akan laku menikah serta membuat kayu-kayu material masjid menjadi batu (untuk hal ini diperkuat adanya bukti batu berbentuk seperti tersebut diatas). Kebenaran akan cerita tersebut juga masih di pertanyakan,karena tidak adanya bukti nyata ataupun sesuatu yang pernah ditemukan.Dan dalam kisah Wali Songo sendiri tidak pernah disebutkan adanya kebenaran tentang membuat masjid yang tidak terselesaikan.

CANDI PENINGGALAN RATU SIMA Ini adalah kemungkinan kedua yang didasarkan pada kedekatan antara desa Watuaji dan kerajaan Kalingga yang mana masih dalam satu Kecamatan. Tetapi Kerajaan Kalingga sendiri seperti hanya dongeng karena Kerajaan tersebut seperti hilang ditelan bumi. Pada tahun 1990, di seputar Puncak Saptarngo Pegunungan muria dekat desa Tempur, Prof Gunadidan empat orang tenaga stafnya dari Balai Arkeologi Nasional Yogyakarta (kini Balai Arkeologi Yogyakarta) menemukan Prasasti yang diberinama Prasasti Rahtawun,Empat Arca Batara Guru, Narada, Togog,danWisnu,Candi Angin dan Candi Bubrah yang dinyatakan sebagai peningglan kerjaan Kalingga atau Holing. Tetapi sepertinya Arkeolog tersebut tidak mampir didesa Watuaji sehingga teori ini masih dalam koridor belum ada bukti.

Sampai dengan saat ini belum ada Arkeolog yang mencoba untuk menguak misteri bebatuan tsb,paling tidak diperlukan uji karbon yang bisa memperkirakan usia batu sehingga bisa membandingkan folklor tentang Masjid para Wali dan Tahun berdirinya kerajaan Demak (1478-1518 M),bila ternyata uji karbon menunjukan tahun yang sama maka bisa dimungkinkan folklor yang berkembang adalah benar tapi jika uji karbon ternyata berbeda maka kemungkinan bisa saja batu tersebut peninggalan jaman Megalitikum atau sebuah Candi peninggalan hindu,karena letak Desa watuaji berada didalam lingkup Kerajaan Kalingga yang mana masih dalam satu Kecamatan,bisa dimungkinkan bahwa batu tersebut adalah candi peninggalan Kerajaan Ratu Sima yang tersohor itu.Waw sebuah penemuan besar yang masih menunggu untuk dikuak oleh Arkeolog. Selain peninggalan tersebut di atas,ada juga Makam Syech Maulana Ahmad Husain seorang Ulama' penyebar Agama Islam.Akan tetapi sejarah mengenai asal usul makam ini juga sampai saat ini belum begitu jelas hanya diketahui bahwa beliau sedang mengembara menyebarkan agama islam dan Wafat di desa ini. Ditulis Alip Al Hilal untuk Wikipedia Indonesia.