Khouw Kim An: Perbedaan antara revisi
Tidak ada ringkasan suntingan |
|||
Baris 20: | Baris 20: | ||
==Penjajahan Jepang== |
==Penjajahan Jepang== |
||
Sebelum tentara Jepang menaklukkan Hindia Belanda, Majoor Khouw Kim An bersama dengan aparat tinggi pemerintahan Belanda menolak penawaran sekutu untuk melarikan diri ke [[Australia]]. Penolokan ini dikarenakan niat sang Majoor untuk tetap memimpin dan menderita bersama bangsanya saat [[Perang Dunia Dua]]. Pada tahun 1942, sebagai kepala bangsa Tionghoa di Batavia, Majoor Khouw Kim An ditangkan dan diinternir oleh tentara Jepang. Dia wafat di penjara |
Sebelum tentara Jepang menaklukkan Hindia Belanda, Majoor Khouw Kim An bersama dengan aparat tinggi pemerintahan Belanda menolak penawaran sekutu untuk melarikan diri ke [[Australia]]. Penolokan ini dikarenakan niat sang Majoor untuk tetap memimpin dan menderita bersama bangsanya saat [[Perang Dunia Dua]]. Pada tahun 1942, sebagai kepala bangsa Tionghoa di Batavia, Majoor Khouw Kim An ditangkan dan diinternir oleh tentara Jepang. Dia wafat di penjara Tjimahi pada tanggal 13 Februari 1945, dan dikebumikan di [[Petamburan]] di dekat makan sepupunya yang tersohor, O. G. Khouw.<ref name=":1" /> |
||
==Referensi== |
==Referensi== |
Revisi per 20 Desember 2014 12.26
Khouw Kim An, Majoor der Chinezen (lahir di Batavia, 1875 – meninggal di Tjimahi, 1945) adalah seorang baba bangsawan, tokoh masyarakat, tuan tanah dan Majoor der Chinezen yang terakhir di Batavia.[1][2] Ia dikenang sebagai pemilik terakhir Candra Naya, yang disebut juga "Rumah Majoor", satu-satunya dari tiga rumah keluarga Khouw di Molenvliet (sekarang Jalan Gajah Mada) yang masih tersisa.[3][4][5][6][7]
Latar Belakang
Sang Majoor adalah anggota keluarga Khouw van Tamboen - salah satu wangsa baba bangsawan paling terkemuka di Hindia Belanda. Trah mereka berasal-usul dari hartawan Khouw Tjoen, seorang pedagang dari propinsi Hokkien di Tiongkok yang berimigrasi ke Tegal, dan pada akhirnya menetap di Batavia di abad ke-18.[8] Anaknya, Khouw Tian Sek, dapat dibilang pendiri kejayaan keluarga.[9] Ia adalah raja penggadaian di Batavia yang membeli banyak tanah di Kota Tua dan tanah-tanah partikelir diseputar Batavia. Tanah partikelir utamanya adalah Tamboen, yang sekarang menjadi Tambun Utara dan Tambun Selatan di Bekasi. Ia jugalah yang membangun Candra Naya sebagai kediaman utama keluarga besarnya.[3]
Khouw Tian Sek mempunyai tiga orang putra, Khouw Tjeng Tjoan, Khouw Tjeng Kie dan Khouw Tjeng Po, yang semuanya diangkat menjadi Luitenants-titulair der Chinezen.[8][10] Kepemimpinan keluarga bergilir dari anak ke anak, dan kemudian dari si bungsu Khouw Tjeng Po, Luitenant der Chinezen ke putra tertuanya, yaitu Khouw Yauw Kie, Kapitein der Chinezen, dan ke adiknya, Khouw Yauw Hoen Sia, dan pada akhirnya ke sepupu mereka, Khouw Kim An, Majoor der Chinezen.[9]
Riwayat
Khouw Kim An Sia lahir di Batavia pada tanggal 5 Juni 1875, anak Khouw Tjeng Tjoan, Luitenant der Chinezen dari gundiknya yang ke-9.[8] Ia mengayom pendidikan tradisionil Hokkien, sehingga fasih berbahasa Hokkien dan Mandarin. Tetapi ia juga mempunyai guru-guru pribadi yang memperkenalkannya kepada bahasa-bahasa Eropa, termasuk bahasa Belanda. Karena later belakang ini, sang Majoor sikapnya lain dari banyak para baba bangsawan berpendidikan Barat, dan ia sangat menjunjung tinggi adat-istiadat Tionghoa.[8]
Khouw menikah pada usia 18 tahun dengan Phoa Tji Nio, putri satu-satunya dari toko masyarakat dan baba bangsawan Phoa Keng Hek, pendiri dan presiden perdana Tiong Hoa Hwee Koan. Khouw ditunjuk menjadi Luitenant der Chinezen pada tahun 1905, kemudian Kapitein pada tahun 1908, dan akhirnya Majoor pada tahun 1910. Jenjang kariernya sangat pesat karena later belakang keluarganya dan keluarga istrinya.[8]
Pada tahun 1920, ia diangkat dengan Dekret Kerajaan menjadi ‘Officier der Orde van Oranje Nassau’. Ketika perkunjung ke Negeri Belanda pada tahun 1927, ia diterima secara resmi oleh Ratu Wilhelmina. Saat dirgahayu ke-25 sebagai opsir Tionghoa pada tanggal 10 Februari 1930, Sri Ratu menganugrahkan 'Groote Gouden Ster voor Trouw en Verdienste' kepada sang Majoor.[8]
Penjajahan Jepang
Sebelum tentara Jepang menaklukkan Hindia Belanda, Majoor Khouw Kim An bersama dengan aparat tinggi pemerintahan Belanda menolak penawaran sekutu untuk melarikan diri ke Australia. Penolokan ini dikarenakan niat sang Majoor untuk tetap memimpin dan menderita bersama bangsanya saat Perang Dunia Dua. Pada tahun 1942, sebagai kepala bangsa Tionghoa di Batavia, Majoor Khouw Kim An ditangkan dan diinternir oleh tentara Jepang. Dia wafat di penjara Tjimahi pada tanggal 13 Februari 1945, dan dikebumikan di Petamburan di dekat makan sepupunya yang tersohor, O. G. Khouw.[8]
Referensi
- ^ Setyautama, Drs. Sam, Tokoh-tokoh etnis Tionghoa di Indonesia, 2008
- ^ http://pluitcommunitymagazine.wordpress.com/2011/06/27/candranaya-peninggalan-sejarah-berarsitektur-tiong-hwa-abad-ke-19/
- ^ a b http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/2964/Candranaya-Gedung
- ^ http://m.thejakartapost.com/news/2000/01/29/candra-naya-escapes-wrecker039s-ball.html
- ^ http://store.tempo.co/video/detail/VD201304240003/candra-naya-rumah-mayor-khouw-kim-an-di-jalan-gajah-mada-jakarta-barat-indonesia#.VJViTZ1ksA
- ^ http://www.farmagz.com/heat-n-beat/2013/2/25/cap-go-meh-di-rumah-sang-mayor.html
- ^ http://nationalgeographic.co.id/berita/2013/02/candra-naya-dari-mayor-cina-ke-cagar-budaya
- ^ a b c d e f g Erkelens, Monique, The decline of the Chinese Council of Batavia: the loss of prestige and authority of the traditional elite amongst the Chinese community from the end of the nineteenth century until 1942, 2013.
- ^ a b Wright, Arnold., Twentieth century impressions of Netherlands India., 1909.
- ^ Chen, Menghong., De Chinese gemeenschap van Batavia, 1843-1865., 2009