Lompat ke isi

Asketisisme: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
EmausBot (bicara | kontrib)
k Bot: Migrasi 45 pranala interwiki, karena telah disediakan oleh Wikidata pada item d:Q179807
JThorneBOT (bicara | kontrib)
clean up, removed: {{Link FA|de}}
Baris 1: Baris 1:
[[Berkas:Mahavratas.jpg|thumb|300px|Five Mahavratas of Jain ascetics]]
[[Berkas:Mahavratas.jpg|thumb|300px|Five Mahavratas of Jain ascetics]]
'''Asketisme''' adalah ajaran-ajaran yang mengendalikan latihan rohani dengan cara mengendalikan tubuh dan jiwa sehingga tercapai kebijakan-kebijakan rohani.<ref name="Suranta"> Edi Suranta Ginting. 2007. Berkenalan dengan Asketisme. Bandung: Satu. hlm 7-8.</ref> Ajaran ini sudah berkembang di seluruh dunia.
'''Asketisme''' adalah ajaran-ajaran yang mengendalikan latihan rohani dengan cara mengendalikan tubuh dan jiwa sehingga tercapai kebijakan-kebijakan rohani.<ref name="Suranta">Edi Suranta Ginting. 2007. Berkenalan dengan Asketisme. Bandung: Satu. hlm 7-8.</ref> Ajaran ini sudah berkembang di seluruh dunia.


Kata asketisme berasal dari kata benda bahasa [[Yunani]] “ασκησις” yang berarti latihan dan praktik.<ref name="Suranta"/> Contohnya, atlet Yunani yang selalu melatih dirinya secara sistematis untuk mencapai fisik yang sehat. Namun kemudian dengan berkembangnya pemikiran maka istilah ini diartikan secara filosofis, rohani dan etis. Awalnya kata ‘asketisme’ juga digunakan dalam ''filsafat stoa'' untuk menunjukkan praktik-praktik dalam memerangi kejahatan dan mengejar keadilan.<ref name="Suranta"/>
Kata asketisme berasal dari kata benda bahasa [[Yunani]] “ασκησις” yang berarti latihan dan praktik.<ref name="Suranta"/> Contohnya, atlet Yunani yang selalu melatih dirinya secara sistematis untuk mencapai fisik yang sehat. Namun kemudian dengan berkembangnya pemikiran maka istilah ini diartikan secara filosofis, rohani dan etis. Awalnya kata ‘asketisme’ juga digunakan dalam ''filsafat stoa'' untuk menunjukkan praktik-praktik dalam memerangi kejahatan dan mengejar keadilan.<ref name="Suranta"/>
Pada zaman Gereja Lama, asketisme tampak dalam praktik persiapan seorang Kristen menghadapi kemartiran.<ref name="Suranta"/> Cita-cita asketisme inilah yang menyebabkan lahirnya kehidupan ''monastik'' pada abad ke-4. Asketisme bukanlah digunakan untuk istilah orang Kristen karena idenya sudah ada dan lahir sebelum kekristenan itu lahir.<ref name="Suranta"/>
Pada zaman Gereja Lama, asketisme tampak dalam praktik persiapan seorang Kristen menghadapi kemartiran.<ref name="Suranta"/> Cita-cita asketisme inilah yang menyebabkan lahirnya kehidupan ''monastik'' pada abad ke-4. Asketisme bukanlah digunakan untuk istilah orang Kristen karena idenya sudah ada dan lahir sebelum kekristenan itu lahir.<ref name="Suranta"/>
Latihan-latihan asketisme sudah banyak dilakukan dibeberapa budaya dan agama India serta Persia. Konsep asketisme dari India adalah keinginan melepaskan diri dari ''samsara''. Paduan asketisme ini berdasarkan dari dua agama Buddhisme dan Brahmanisme.<ref name="Gavin"> Gavin Flood. 2004. The Ascetic Self. Cambridge: Cambridge University Press. hlm 64.</ref>
Latihan-latihan asketisme sudah banyak dilakukan dibeberapa budaya dan agama India serta Persia. Konsep asketisme dari India adalah keinginan melepaskan diri dari ''samsara''. Paduan asketisme ini berdasarkan dari dua agama Buddhisme dan Brahmanisme.<ref name="Gavin">Gavin Flood. 2004. The Ascetic Self. Cambridge: Cambridge University Press. hlm 64.</ref>


Asketisme Kristen bangkit dari konflik moral antara roh dan daging.<ref name="Gavin"/> Pengendalian daging dilakukan dengan kerendahan hati dan kasih kepada Allah serta kepada manusia. Dasar Alkitab asketisme terdapat pada perintah Yesus agar setiap murid-Nya menyangkal diri (Mat. 16:24), menjual harta bendanya (Mat.19:21), dan juga kebiasaan Yesus mengundurkan diri ke tempat sunyi untuk berdoa (Luk.6:12).<ref name="Suranta"/>
Asketisme Kristen bangkit dari konflik moral antara roh dan daging.<ref name="Gavin"/> Pengendalian daging dilakukan dengan kerendahan hati dan kasih kepada Allah serta kepada manusia. Dasar Alkitab asketisme terdapat pada perintah Yesus agar setiap murid-Nya menyangkal diri (Mat. 16:24), menjual harta bendanya (Mat.19:21), dan juga kebiasaan Yesus mengundurkan diri ke tempat sunyi untuk berdoa (Luk.6:12).<ref name="Suranta"/>
Baris 13: Baris 13:
[[Kategori:Asketisisme]]
[[Kategori:Asketisisme]]
[[Kategori:Filsafat Stoa]]
[[Kategori:Filsafat Stoa]]

{{Link FA|de}}

Revisi per 6 Maret 2015 05.28

Five Mahavratas of Jain ascetics

Asketisme adalah ajaran-ajaran yang mengendalikan latihan rohani dengan cara mengendalikan tubuh dan jiwa sehingga tercapai kebijakan-kebijakan rohani.[1] Ajaran ini sudah berkembang di seluruh dunia.

Kata asketisme berasal dari kata benda bahasa Yunani “ασκησις” yang berarti latihan dan praktik.[1] Contohnya, atlet Yunani yang selalu melatih dirinya secara sistematis untuk mencapai fisik yang sehat. Namun kemudian dengan berkembangnya pemikiran maka istilah ini diartikan secara filosofis, rohani dan etis. Awalnya kata ‘asketisme’ juga digunakan dalam filsafat stoa untuk menunjukkan praktik-praktik dalam memerangi kejahatan dan mengejar keadilan.[1] Pada zaman Gereja Lama, asketisme tampak dalam praktik persiapan seorang Kristen menghadapi kemartiran.[1] Cita-cita asketisme inilah yang menyebabkan lahirnya kehidupan monastik pada abad ke-4. Asketisme bukanlah digunakan untuk istilah orang Kristen karena idenya sudah ada dan lahir sebelum kekristenan itu lahir.[1] Latihan-latihan asketisme sudah banyak dilakukan dibeberapa budaya dan agama India serta Persia. Konsep asketisme dari India adalah keinginan melepaskan diri dari samsara. Paduan asketisme ini berdasarkan dari dua agama Buddhisme dan Brahmanisme.[2]

Asketisme Kristen bangkit dari konflik moral antara roh dan daging.[2] Pengendalian daging dilakukan dengan kerendahan hati dan kasih kepada Allah serta kepada manusia. Dasar Alkitab asketisme terdapat pada perintah Yesus agar setiap murid-Nya menyangkal diri (Mat. 16:24), menjual harta bendanya (Mat.19:21), dan juga kebiasaan Yesus mengundurkan diri ke tempat sunyi untuk berdoa (Luk.6:12).[1]

Refrensi

  1. ^ a b c d e f Edi Suranta Ginting. 2007. Berkenalan dengan Asketisme. Bandung: Satu. hlm 7-8.
  2. ^ a b Gavin Flood. 2004. The Ascetic Self. Cambridge: Cambridge University Press. hlm 64.