Lompat ke isi

Penjuru 5 Santri

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 20 Januari 2017 07.40 oleh HsfBot (bicara | kontrib) (Bot: Perubahan kosmetika)
Penjuru 5 Santri
poster film
Poster film
SutradaraWimbadi JP
ProduserPoedji Churniawan
PemeranD. Zawawi Imron
Rendi Bragi
Yati Surachman
Roy Marten
Ferry Salim
Pong Hardjatmo
Rizqullah Maulana Daffa
Nocky Ezra
Nurul Shanty
Audrick Ardian
Bowie Putra
Perusahaan
produksi
Tanggal rilis
Durasi92 menit
Negara Indonesia
BahasaIndonesia

Penjuru 5 Santri adalah film drama Indonesia yang dirilis pada 29 Januari 2015

Sinopsis

Sabar, Wahyu, Slamet, Sugeng dan Rahayu adalah 5 sekawan yang tinggal di Desa Selopamioro, 40 KM di selatan Yogyakarta. Desa yang masih asri, jauh dari kebisingan dan hiruk pikuk suasana kota. Penduduk desa ini masih menggunakan tungku api dengan menggunakan kayu bakar untuk memasak, sungai dan sendang sebagai sumber utama air yang mereka gunakan untuk kehidupan sehari-hari.

Lima sekawan yang tinggal dalam kesederhanaan dan keprihatinan memiliki semangat tinggi untuk menimba ilmu walaupun jalan yang mereka tempuhtidaklah mudah. Saat mentari tiba mereka bergegas berangkat sekolah tanpamenggunakan alas kaki, menyebrangi sungai dan berjalan beberapa kilometer, dan ketika senja datang mereka pergi mengaji di pondok pesantren yang dipimpin oleh Kiai Landung (Kiai Haji D. Zawawi Imron – Penyair Nasional) dan Gus Pras (Rendy Bragi) dengan penerangan obor.

Awalnya Sabar (Rizqullah Daffa) tidak diizinkan neneknya, Mbah Satir (Yati Surachman) untuk mengikuti pengajian di pondok pesantren itu karena harus membantu Mbah Satir mencari kayu bakar dan rumput untuk kambing. Dengan kesabaran dan kelembutan dari Kyai Landung, Ia berusaha membujuk Mbah Satir agar mengizinkan Sabar agar dapat mengaji di pondok pesantren. Akhirnya, Mbah Satir mengizinkan Sabar mengikuti pengajian.

Suatu hari 5 sekawan ini tidak sengaja menemukan gubuk di tengah hutan jati. Dalam usahanya mengetahui siapa sebenarnya para penghuninya, mereka mengalami kejadian yang tak terduga. Mereka melaporkan kepada Kyai Landung dan kepala desa setempat dan ternyata gubuk tersebut adalah markas penjahat yang dipimpin oleh bos penjahat (Pong Harjatmo). Ditengah kerumitan yang terjadi, Mbah Satir meninggal dunia sehingga Sabar tinggal bersama Kyai Landung di pondok pesantren. Terjadi beberapa peristiwa-peristiwa lanjutan yang menarik setelah Sabar ikut bersama Kiai Landung.[1]

Referensi