Lompat ke isi

Federasi kongsi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 4 Agustus 2017 14.32 oleh Pierrewee (bicara | kontrib) (+)

Federasi kongsi Tionghoa di Asia Tenggara, juga dikenal sebagai demokrasi kongsi atau republik, adalah entitas poltik yang berfungsi seperti negara berpemerintahan sendiri.[1] Federasi ini terbentuk dari serikat pekerja pertambangan kongsi (Hanzi: 公司; Pinyin: gōngsī), organisasi komersial yang terdiri dari anggota yang menyediakan modal dan berbagi keuntungan.[2] Sampai dengan pertengahan abad kesembilan belas, federasi kongsi adalah satu-satunya negara yang memerintah Kalimantan barat. Tiga federasi kongsi terbesar di Kalimantan adalah Republik Lanfang, Federasi Fosjoen, dan Federasi Samtiaokioe.[3]

Kongsi komersial umum terjadi pada masyarakat diaspora Tionghoa di seluruh dunia, namun federasi kongsi di Kalimantan unik karena mereka merupakan negara berdaulat yang menguasai petak-petak wilayah yang luas.[3] Karakteristik ini membedakan mereka dari kesultanan di Asia Tenggara, yang memiliki kewenangan atas warga negara mereka, namun tidak mengendalikan wilayah di mana warga negara mereka tinggal.[3]

Federasi kongsi bersaing dengan Belanda atas penguasaan Kalimantan, memuncak dalam tiga Perang Kongsi pada 1822–1824, 1850–1854, dan 1884–1885. Belanda akhirnya mengalahkan federasi kongsi dan menyebabkan penduduk mereka di bawah kewenangan negara kolonial Belanda.[4]

Federasi kongsi diperintah melalui demokrasi langsung,[5] dan diberi nama "republik" oleh penulis abad kesembilan belas.[6] Namun, para ilmuwan modern memiliki pandangan yang berbeda mengenai apakah mereka harus dianggap sebagai republik bergaya Barat atau tradisi demokrasi Tionghoa yang sepenuhnya independen.[7]

Kutipan

  1. ^ Heidhues 1996, hlm. 176.
  2. ^ Heidhues 2003, hlm. 54.
  3. ^ a b c Heidhues 2003, hlm. 55.
  4. ^ Heidhues 2003, hlm. 116.
  5. ^ Wang 1994, hlm. 6.
  6. ^ Heidhues 2003, hlm. 60.
  7. ^ Wang 1979, hlm. 104.

Referensi

  • Heidhues, Mary Somers (1996). "Chinese Settlements in Rural Southeast Asia: Unwritten Histories". Sojourners and Settlers: Histories of Southeast China and the Chinese. University of Hawaii Press. hlm. 164–182. ISBN 978-0-8248-2446-4. 
  • Heidhues, Mary Somers (2003). Golddiggers, Farmers, and Traders in the "Chinese Districts" of West Kalimantan, Indonesia. Cornell Southeast Asia Program Publications. ISBN 978-0-87727-733-0. 
  • Wang, Tai Peng (1994). The Origins of Chinese Kongsi. Pelanduk Publications. ISBN 978-967-978-449-7. 
  • Wang, Tai Peng (1979). "The Word "Kongsi": A Note". Journal of the Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society. 52 (235): 102–105. JSTOR 41492844.