Islam di Jerman
Islam di Jerman telah ada sejak abad ke-17. Tercatat ada 4,4 hingga 4,7 juta jiwa Muslim yang ada di Jerman atau setara dengan 5,4 hingga 5,7 persen dari keseluruhan jumlah penduduk Jerman (2016).[1] Hal ini menjadikan Jerman sebagai negara kedua setelah Perancis dengan jumlah Muslim terbanyak di Benua Eropa. Perancis sendiri memiliki populasi muslim sebanyak 4,7 juta jiwa.[2]
Dari jumlah populasi Muslim di Jerman, mayoritas merupakan pendatang dan keturunan migran generasi kedua atau ketiga. Dengan jumlah sebanyak 1,5 juta jiwa, Turki merupakan negara asal Muslim Jerman terbanyak. Kemudian disusul dengan kawasan Eropa Tenggara dengan jumlah 355.000 orang, Timur Tengah sebanyak 110.000 orang, Afrika Utara sebanyak 92.000 orang, Asia Tenggara sebanyak 73.000 orang, Asia Tengah sebanyak 13.000 orang dan negara lainnya sebanyak 32.000 orang.[2]
Di antara seluruh negara bagian di Jerman, Nordrhein-Westfalen (NRW) merupakan negara bagian dengan jumlah penduduk Muslim terbanyak di Jerman, yakni sebanyak Sekitar 1.343.000 jiwa.[2]
Sejarah
Perkenalan antara Jerman dan Islam bermula dari masa khalifah Harun al-Rashid pada abad ke-8. Dalam dongeng "1001 malam" al-Rashid dikatakan telah mengembara di jalan-jalan di Baghdad pada malam hari dan berpakaian sebagai pedagang untuk belajar tentang kebutuhan rakyatnya. Berbagai sumber menyebutkan bahwa Charlemagne, pemimpin yang berasal dari Suku Germanic saat itu menjalin hubungan diplomatik dengan penguasa Abbasiyah ini pada tahun 797 atau 801. Kedua belah pihak dilaporkan menjamin kebebasan beragama bagi anggota agama lain di kerajaan masing-masing. Bagaimanapun, ada fakta historis bahwa gajah Abul Abbas meninggal pada 810. Binatang yang luar biasa ini telah dikirim oleh khalifah ke Charlemagne di Aachen sebagai tanda persahabatannya. Walau Jerman telah menjalin hubungan dengan pemimpin Islam dalam waktu yang telah lama, penyebaran agama Islam di Jerman baru mulai pada abad ke-17.[3]
Sejarah Islam di Jerman juga tak terlepas dari hubungan antara Jerman dan Turki. Pada 1683 terjadi pengepungan Wina yang dilakukan oleh pasukan Kesultanan Ottoman terhadap tentara Austria dan Polandia di ibukota Habsburg, Wina. Ini merupakan pengepungan yang kedua setelah pertama kali terjadi pada 1529. Saat pengepungan kedua dilancarkan, pasukan pimpinan dari Lorraine dan John Sobieski dari Polandia mampu mengalahkan pasukan Ottoman. Atas kekalahan itu, banyak pasukan Ottoman yang beragama Islam ditawan dan kemudian dikirim ke Jerman.[4] Itulah yang kemudian menjadi cikal bakal dari keberadaan Islam di Jerman.
Perkembangan Islam di Jerman kemudian berlanjut saat terjadi perang antara Rusia dengan Turki pada 1735 hingga 1739. Konflik saat itu didasari dengan keinginan Rusia untuk memperluas wilayah ke Laut Hitam.[5]
Akibat perang, tawanan muslim pun bertambah. Pada 1739, 22 orang Turki diizinkan bergabung oleh Bangsawan dengan Prusia. Begitu pun dengan Muslim Tartar dan Bosnia. Pada 1741 mereka turut bergabung dengan Prusia.[1]
Tatkala hubungan antara Prusia dan Kesultanan Ottoman sedang membaik, Jerman membuka peluang bagi sejumlah Muslim untuk tinggal di sana. Salah satunya adalah perwakilan diplomatik Ottoman yang tinggal di Jerman sejak 1763. Di saat perwakilan diplomatik tersebut meninggal dunia pada 1798, Raja Friedrich Willhelm III kemudian membuat sebuah pemakaman untuknya. Pemakaman yang terletak di Columbiadamm, Berlin tersebut kemudian menjadi pemakaman Islam pertama di Jerman.[1]
Masjid di Jerman
Tercatat ada 206 masjid dan sekitar 2.600 rumah ibadan kaum Muslim. 53,7% masjid yang ada di Jerman berada di pusat kota sedangkan sisanya, 26,8% dibangun di pemukiman. Dari presentase tersebut, 120 di antaranya tengah dalam tahap pembangunan atau perencanaan.[2]
Keberadaan bangunan masjid di Jerman sudah ada sejak akhir abad ke-18. Masjid pertama di Jerman dibangun di Kota Schwetzingen. Raja Frederick II, pemegang kekaisaran Roma dan Raja Yerusalem dan Sicilia pernah berkata pada 1740, ''Semua agama adalah sama dan baik, jika orang-orang yang memeluknya jujur, dan bila Turki datang kemari dan ingin tinggal di negara ini, maka kita akan dirikan bagi mereka masjid-masjid.''[6]
Pada 1779 Jerman membangun Masjid Schwetzingen di dalam kompleks Istana Schwetzingen dengan rancangan arsitek Perancis, Nicolas de Pigage. Pembangunan masjid memakan waktu selama 15 tahun, yakni dari 1779 hingga 1796. Meski bertujuan untuk menghormati toleransi, namun ada isu yang beredar bahwa Schwetzingen dibangun sebagai hadiah bagi salah satu istri raja Turki yang beragama Islam. Isu lain menyatakan bahwa salah satu bangsawan yang hidup di sana pada masa itu memeluk agama Islam. Kini bangunan masjid tidak lagi digunakan sebagai tempat untuk ibadah, melainkan telah dialihfungsikan sebagai objek wisata dan bangunan bersejarah. Masjid Schwetzingen dapat dikunjungi oleh para pengunjung setiap hari kecuali hari Senin.[6]
Selain Schwetzingen, masjid bersejarah lainnya adalah Masjid Berlin Turk Sehitlik Camii atau biasa dikenal dengan nama Masjid Sehitlik. Bedanya, Schwetzingen telah menjadi 'bekas masjid' namun Sehitlik masih difungsikan sebagai tempat ibadah. Masjid Sehitlik merupakan salah satu masjid bersejarah di Jerman karena merupakan masjid tertua yang dibangun pada 1983. Nama 'Sehitlik' diambil dari Bahasa Turki yang berarti Para Syuhada. Itu dikarenakan Masjid Sehitlik berada di areal pemakaman Sehitlitk 'pemakaman para syuhada', pemakaman Islam tertua di Jerman. Pemakaman Sehitlik merupakan pemakaman yang diberikan oleh pemimpin Prusia kala itu, Raja Friedrich Willhelm III saat perwakilan diplomatik Kesultanan Ottoman, Ali Aziz Effendi meninggal dunia pada abad ke-18.[7]
Dengan gaya arsitektur Ottoman, masjid yang terletak di Jalan Columbiadamm, Tempelhof, Berlin tersebut dirancang oleh arsitek Turki, Hilmi Senalp. Masjid Sehitlik memiliki kubah besar dan dua menara lancip dan kompleksnya masih menjadi wilayah diplomatik pemerintah Turki.[7]
Seiring berjalannya waktu, Masjid Sehitlik telah mengalami beberapa kali renovasi sehingga luasnya pun bertambah. Untuk luas masjid telah mencapai 1.360 meter persegi namun jika digabung dengan taman dan pemakaman, luas kompleks Sehitlik mencapai 2.805 meter persegi.[7]
Referensi
- ^ a b c Liputan6.com. "8 Fakta Keberadaan Islam di Jerman". liputan6.com. Diakses tanggal 2017-10-03.
- ^ a b c d (www.dw.com), Deutsche Welle. "Tujuh Fakta Muslim di Jerman | Semua konten media | DW | 12.08.2015". DW.COM. Diakses tanggal 2017-10-03.
- ^ Spuler-Stegemann, Ursula (2008-06-16). "Allah and the Occident: How Islam Came to Germany". Spiegel Online. Diakses tanggal 2017-10-03.
- ^ Adams, Simon (2008). Atlas Eksplorasi dan Kerajaan. Jakarta: Erlangga. hlm. 19. ISBN 9789790331013.
- ^ "Perang dan Damai yang Terus Mewarnai Hubungan Rusia-Turki". tirto.id. Diakses tanggal 2017-10-03.
- ^ a b "Di Istana Schwetzingen Berdiri Masjid yang Indah | Republika Online". Republika Online. Diakses tanggal 2017-10-03.
- ^ a b c "Masjid Sehitlik, Masjid Tertua di Jerman | Republika Online". Republika Online. Diakses tanggal 2017-10-03.