Keresidenan Kedu
Karesidenan Kedu (ditulis pula Kedoe atau Kedoo) adalah satuan administrasi yang berlaku di Jawa Tengah pada masa penjajahan Hindia Belanda dan beberapa tahun sesudahnya. Saat ini, Karesidenan Kedu telah dihapus namun masih digunakan untuk membantu administrasi pemerintahan provinsi, dengan sebutan Daerah Pembantu Gubernur Wilayah Kedu. Wilayah karesidenan ini mencakup Kota Magelang, Kabupaten Magelang, Kabupaten Temanggung, Kabupaten Kebumen, Kabupaten Purworejo (dulu disebut Bagelen), dan Kabupaten Wonosobo. Namun sebelumnya Karesidenan Kedu yang pada abad XIX hanya meliputi Kabupaten Magelang dan Kabupaten Temanggung. Tahun 1818, pusat Karesidenan Kedu berada di sebuah kota di Kabupaten Magelang yang akhirnya kini dimekarkan menjadi wilayah Kota Magelang. Nama Kedu diambil dari sebuah desa sekaligus kecamatan di Kabupaten Temanggung yaitu Kecamatan Kedu.
Bangunan pusat pemerintahan Karesidenan Kedu yang terletak di Kota Magelang pernah menjadi tempat penyanderaan dan perundingan antara Pangeran Diponegoro dengan Jenderal De Kock pada tanggal 28 Maret 1830. Sekarang bangunan tersebut berubah menjadi Museum Diponegoro dan kantor Badan Koordinasi Wilayah (Bakorwil) II.
Dalam sejarah kepurbakalaan Indonesia, dataran Kedu dikenal sebagai tempat berkembangnya peradaban Jawa Kuno dinasti Syailendra, dan merupakan daerah penting dalam sejarah kerajaan Medang. Candi Borobudur yang terkenal itu terletak di kawasan ini. Dalam sejarah, pada abad ke-17 Kedu, sebagai sebuah kadipaten, berada di bawah kekuasaan Kesultanan Mataram yang kemudian diserahkan kepada VOC pada abad ke-18 sebagai imbalan atas bantuan VOC membantu Mataram melawan pemberontakan. Semenjak itu, seorang residen (orang Belanda) ditempatkan untuk mengatur wilayah ini. Wilayah Bagelen (Purworejo & Kutoarjo) digabungkan pada masa selanjutnya (1 Agustus 1901), dan cakupan wilayah ini berlaku hingga sekarang. Daerah Kedu memiliki tanah yang subur dan merupakan daerah pertanian yang maju.