Lompat ke isi

Pembatasan sosial berskala besar

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Penetapan PSBB dilakukan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

Pembatasan sosial berskala Besar (PSBB) adalah istilah kekarantinaan kesehatan di Indonesia yang didefinisikan sebagai "Pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi."[1] PSBB merupakan salah satu jenis penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan di wilayah, selain karantina rumah, karantina rumah sakit, dan karantina wilayah.[2] Tujuan PSBB yaitu mencegah meluasnya penyebaran penyakit kedaruratan kesehatan masyarakat (KKM) yang sedang terjadi antarorang di suatu wilayah tertentu.[3] Pembatasan kegiatan yang dilakukan paling sedikit meliputi peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, dan/atau pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum.[4] Status PSBB ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.[5]

Penerapan

Dasar hukum pengaturan PSBB yaitu Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Dalam UU tersebut dijelaskan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan pelaksanaan PSBB diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP) sebagai peraturan turunan UU. Untuk menangani penyakit koronavirus 2019 yang telah menjadi pandemi, termasuk di Indonesia, pemerintah menerbitkan PP Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Selain itu, pemerintah juga menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 9 Tahun 2020 sebagai pedoman untuk menjalankan PSBB.

Rincian Pembatasan Sosial Berskala Besar
No. Isi
1 Peliburan sekolah dan tempat kerja.[6] Peliburan dilaksanakan selama masa inkubasi terpanjang dan dapat diperpanjang jika masih terdapat bukti penyebaran.[7] Peliburan dikecualikan bagi kantor atau instansi strategis yang memberikan pelayanan terkait pertahanan dan keamanan, ketertiban umum, kebutuhan pangan, bahan bakar minyak dan gas, pelayanan kesehatan, perekonomian, keuangan, komunikasi, industri, ekspor dan impor, distribusi, logistik, dan kebutuhan dasar lainnya.[8]
2 Pembatasan kegiatan keagamaan.[9] Pembatasan kegiatan keagamaan dilaksanakan dalam bentuk kegiatan keagamaan yang dilakukan di rumah dan dihadiri keluarga terbatas, dengan menjaga jarak setiap orang dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan, dan fatwa atau pandangan lembaga keagamaan resmi yang diakui oleh pemerintah.[10]
3 Pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum.[11] Pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum dilaksanakan dalam bentuk pembatasan jumlah orang dan pengaturan jarak orang.[12] Pembatasan dikecualikan pada tempat-tempat seperti swalayan, pasar, toko atau tempat penjualan obat-obatan dan peralatan medis, kebutuhan pangan, barang kebutuhan pokok, barang penting, bahan bakar minyak, gas, dan energi, fasilitas pelayanan kesehatan atau fasilitas lain dalam rangka pemenuhan pelayanan kesehatan; dan tempat atau fasilitas umum untuk pemenuhan kebutuhan dasar penduduk lainnya termasuk kegiatan olah raga.[13] Pengecualian tersebut dilaksanakan dengan tetap memperhatikan pembatasan kerumunan orang serta berpedoman pada protokol dan peraturan perundang-undangan.[14]
4 Pembatasan kegiatan sosial dan budaya.[15] Pembatasan dilaksanakan dalam bentuk pelarangan kerumunan orang dalam kegiatan sosial dan budaya serta berpedoman pada pandangan lembaga adat resmi yang diakui pemerintah dan peraturan perundang-undangan.[16]
5 Pembatasan moda transportasi.[17] Pembatasan dikecualikan pada sarana transpotasi penumpang baik umum atau pribadi dengan memperhatikan jumlah penumpang dan menjaga jarak antar penumpang serta sarana transpotasi barang dengan memperhatikan pemenuhan kebutuhan dasar penduduk.[18]
6 Pembatasan kegiatan lainnya khusus terkait aspek pertahanan dan keamanan.[19] Pembatasan dikecualikan pada kegiatan aspek pertahanan dan keamanan dalam rangka menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah, dan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan, serta mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat, dengan tetap memperhatikan pembatasan kerumunan orang serta berpedoman kepada protokol dan peraturan perundang-undangan.[20]

Ancaman hukuman

Pelanggar PSBB dapat dikenakan hukuman berupa pidana penjara maksimal satu tahun dan denda Rp100 juta.[21] Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018. Walaupun demikian, beberapa pihak menganggap hukuman ini berlebihan.[22]

Referensi

Catatan kaki

  1. ^ UU 6/2018, Pasal 1 angka 11.
  2. ^ UU 6/2018, Pasal 49 ayat (1).
  3. ^ UU 6/2018, Pasal 59 ayat (2).
  4. ^ PP 21/2020, Pasal 4 ayat (1).
  5. ^ UU 6/2018, Pasal 49 ayat (3).
  6. ^ Permenkes 9/2020, Pasal 13 ayat 1 huruf a.
  7. ^ Permenkes 9/2020, Pasal 13 ayat 2.
  8. ^ Permenkes 9/2020, Pasal 13 ayat 3.
  9. ^ Permenkes 9/2020, Pasal 13 ayat 1 huruf b.
  10. ^ Permenkes 9/2020, Pasal 13 ayat 4 dan 5.
  11. ^ Permenkes 9/2020, Pasal 13 ayat 1 huruf c.
  12. ^ Permenkes 9/2020, Pasal 13 ayat 6.
  13. ^ Permenkes 9/2020, Pasal 13 ayat 7.
  14. ^ Permenkes 9/2020, Pasal 13 ayat 8.
  15. ^ Permenkes 9/2020, Pasal 13 ayat 1 huruf d.
  16. ^ Permenkes 9/2020, Pasal 13 ayat 9.
  17. ^ Permenkes 9/2020, Pasal 13 ayat 1 huruf e.
  18. ^ Permenkes 9/2020, Pasal 13 ayat 10.
  19. ^ Permenkes 9/2020, Pasal 13 ayat 1 huruf f.
  20. ^ Permenkes 9/2020, Pasal 13 ayat 11.
  21. ^ "Anies Ungkap Pidana Maksimal 1 Tahun dan Denda Rp 100 Juta untuk Pelanggar PSBB". detiknews. Diakses tanggal 2020-04-16. 
  22. ^ Briantika, Adi. "Penjara 1 Tahun bagi Pelanggar PSBB Saat Corona Dinilai Berlebihan". tirto.id. Diakses tanggal 2020-04-16. 

Daftar pustaka