Kakawin
Kakawin merupakan wacana puisi yang ditulis dalam bahasa Jawa kuno atau dengan kata atau bahasa lain. Semua wacana puisi berbahasa Jawa kuno disebut dengan kakawin.[1] Secara etimologi, kata kakawin sebagai campuran dari kata Sanskerta kawi 'penyair' serta afiks Jawa (kuno) ka- dan -n, yang berarti 'karya seorang penyair' atau 'syair (puisi) karya penyair'.[2] Beberapa contoh wacana kakawin misalnya Rãmãyana, Bhãratayudha, Arjunawiwãha, Smaradahana, Sutasoma, Nãgarakrtagãma, Sumanasãntaka, Kuñjarakarna, Hariwangsa, Pãrthayajña, dan Siwarãtrikalpa.
Definisi singkat
Sebuah kakawin dalam metrum tertentu terdiri dari minimal satu bait. Setiap bait kakawin memiliki empat larik dengan jumlah suku kata yang sama. Lalu susunan apa yang disebut guru laghu[3] juga sama. Guru laghu adalah aturan kuantitas sebuah suku kata.
Suku kata bisa panjang atau pendek. Sebuah suku kata panjang adalah suku kata yang memuat vokal panjang atau sebuah suku kata yang memuat sebuah vokal yang berada di depan dua buah konsonan.
Contoh bait
Jadi misalkan metrum kakawin yang bernama Śardūlawikrīḍita terdiri dari 19 suku kata. Lalu 19 suku kata ini guru laghu-nya adalah sebagai berikut −−−|UU−|U−U|UU−|−−U|−−U| U. Satu garis − artinya ialah suku kata panjang, sementara satu U artinya ialah suku kata pendek. Sedangkan | hanyalah pembatas saja setiap tiga suku kata dan tidak memiliki arti khusus.
Dalam metrum kakawin sebuah suku kata yang mengandung vokal panjang (ā, ī, ū, ö, e, o, ai, dan au) otomatis disebut sebagai suku kata panjang atau guru (= berat) sedangkan sebuah suku kata yang mengandung vokal pendek disebut sebagai suku kata pendek atau laghu (= ringan). Namun sebuah vokal pendek apabila diikuti dengan dua konsonan, maka suku kata yang disandangnya akan menjadi panjang. Lalu suku kata terakhir merupakan anceps (sebuah istilah bahasa Latin) yang artinya ialah bahwa ia bisa sekaligus panjang maupun pendek.
Sebagai contoh diambil bait pembukaan Kakawin Arjunawiwāha:
Teks Jawa Kuno dalam metrum Śardūlawikrīḍita | Terjemahan |
---|---|
Ambĕk saŋ paramārthapaṇḍita huwus limpad sakêŋ śūnyatā, | Batin sang tahu Hakikat Tertinggi telah mengatasi segalanya karena menghayati Kehampaan,[4] |
Tan sangkêŋ wiṣaya prayojñananira lwir saŋgrahêŋ lokika, | Bukanlah terdorong nafsu indria tujuannya, seolah-olah saja menyambut yang duniawi, |
Siddhāniŋ yaśawīrya donira sukhāniŋ rāt kininkinira, | Sempurnanya jasa dan kebajikan tujuannya. Kebahagiaan alam semesta diperihatinkannya. |
santoṣâhĕlĕtan kĕlir sira sakêŋ sang hyaŋ Jagatkāraṇa. | Damai bahagia, selagi tersekat layar pewayangan dia dari Sang Penjadi Dunia. |
Jadi larik pertama Arjunawiwāha ini strukturnya adalah sebagai berikut:
- −−−|UU−|U−U|UU−|−−U|−−U| U
- Ambĕk sang | paramār|thapaṇḍi|ta huwus |limpad sa|kêŋ śūnya|tā
Sebuah teks kakawin biasanya terdiri dari beberapa metrum yang berbeda-beda. Kakawin Arjunawiwāha yang diambil contoh ini misalkan, memiliki 35 metrum yang berbeda-beda.
Catatan kaki
- ^ 1953-, Saputra, Karsono H., (2001). Puisi Jawa struktur dan estetika (edisi ke-Cet. 1). Jakarta: Wedatama Widya Sastra. ISBN 9799653010. OCLC 48100094.
- ^ Zoetmulder, P.J. (1983). Kalangwan. Sastra Jawa Kuno Selayang Pandang. Jakarta: Djambatan.
- ^ Guru laghu adalah sebuah istilah dari bahasa Sanskerta yang artinya secara harafiah adalah berat (guru) dan ringan (laghu). Istilah ini harus dibedakan dengan istilah guru lagu dalam tembang macapat sastra Jawa Baru. Di mana guru laghu dalam kesustraan Jawa Kuno merujuk kepada kualitas panjang-pendek sebuah vokal, dalam kesusastraan Jawa Baru istilah guru lagu merujuk kepada bentuk vokal, yaitu apakah ini harus berupa a, i, u, e ataupun o.
- ^ Terjemahan berdasarkan buku Ignatius Kuntara Wiryamartana, Arjunawiwāha, (1990:124) dengan beberapa perubahan kecil