Yudomo Sastrosuhardjo
Yudomo Sastrosuhardjo | |
---|---|
Lahir | Karanganyar, Jawa Tengah, Indonesia | 1 Maret 1949
Meninggal | 4 Juni 1998 Viqueque, Timor Timur, Indonesia | (umur 49)
Pengabdian | Indonesia |
Dinas/cabang | TNI Angkatan Darat |
Lama dinas | 1971—1998 |
Pangkat | Mayor Jenderal TNI |
Kesatuan | Infanteri (Kopassus) |
Pasangan | Sri Mulyaningsih (m. 1977) |
Anak | Nadilla Riani Yudith Iradilla Edo |
Mayor Jenderal TNI (Purn.) Yudomo Sastrosuhardjo, S.I.P.[1] (1 Maret 1949 – 4 Juni 1998) merupakan seorang perwira tinggi angkatan darat dari Indonesia. Jabatan terakhirnya di lingkungan militer adalah sebagai Panglima Daerah Militer IX/Udayana selama delapan hari, mulai dari pelantikannya pada tanggal 27 Mei 1998 hingga tewasnya dalam kecelakaan pada tanggal 4 Juni. Dengan masa jabatan hanya delapan hari, Yudomo merupakan pangdam definitif dengan masa jabatan tersingkat sepanjang sejarah.
Lahir pada tahun 1949 dari ayah seorang pegawai negeri, Yudomo menempuh kariernya di kesatuan Angkatan Darat sejak lulus dari AKABRI pada tahun 1971. Ia kemudian bergabung dengan kesatuan Kopassus setelah menjadi instruktur di AKABRI. Ia kemudian memegang berbagai jabatan di lingkungan Kopassus, termasuk ketika ditugaskan di wilayah Timor Timur. Ia dipindahkan dari lingkungan kesatuan Kopassus ke lingkungan Kodam Sriwijaya pada tahun 1988 dan mengemban sejumlah jabatan teritorial dan struktural.
Yudomo kembali bertugas di Timor Timur sebagai asisten pada Komando Pelaksana Operasi Timor Timur. Ia kemudian pindah dari Timor Timur setelah hampir dua tahun bertugas dan menjabat sebagai Komandan Resor Militer (Danrem) 162/Wirabhakti. Setelah menjabat sebagai danrem, Yudomo dipromosikan beberapa kali hingga ia mencapai jabatan Asisten Pengamanan Kepala Staf Angkatan Darat, sebuah jabatan untuk jenderal bintang dua, pada tahun 1997. Yudomo kemudian dipindahkan dari jabatan asisten pengamanan dan menjadi Panglima Daerah Militer IX/Udayana.
Delapan hari setelah menjabat sebagai Panglima Daerah Militer IX/Udayana, Yudomo melakukan peninjauan ke sejumlah satuan militer di Timor Timur. Ketika sedang menuju ke sebuah kesatuan militer di Kabupaten Viqueque, helikopter yang ditumpanginya jatuh dan Yudomo tewas terbakar. Jenazahnya kemudian dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.
Masa kecil dan pendidikan
Yudomo dilahirkan pada tanggal 1 Maret 1949 di Karanganyar sebagai anak keempat dari sepuluh bersaudara.[2] Ayahnya, Sastrosuhardjo, merupakan seorang pegawai negeri di Dinas Pekerjaan Umum Karang Anyar. Ia menghabiskan masa kecilnya di wilayah Karanganyar.[3]
Karier militer
Setelah lulus dari Sekolah Menengah Atas, Yudomo melanjutkan pendidikannya ke Akademi Angkatan Bersenjata Indonesia (AKABRI) di Magelang. Ia lulus dari AKABRI dengan pangkat letnan dua pada tahun 1971.[4] Yudomo kemudian menjadi instruktur di AKABRI selama dua tahun bersama dengan kawan sekelasnya, Sang Nyoman Suwisma (nantinya menjabat sebagai Pangdam Tanjungpura dan anggota DPR).[3]
Setelah berkiprah sebagai instruktur di AKABRI, Yudomo mengikuti pendidikan komando di Batujajar. Ia menyelesaikan pendidikan tersebut setelah beberapa bulan dan selanjutnya ditempatkan sebagai komandan peleton di Grup I Kopassus dengan komandan grup Wismoyo Arismunandar. Yudomo diterjunkan ke Timor Timur dalam rangka Operasi Seroja. Yudomo ditugaskan untuk menumpas kelompok Fretilin. Yudomo bertugas di Timor Timur selama beberapa tahun hingga akhir tahun 1970-an dan awal tahun 1980-an.[3] Ia melanjutkan meniti kariernya di lingkungan Kopassus setelah bertugas di Timor Timur hingga mencapai jabatan perwira pembantu madya administrasi.[5]
Usai bertugas di Kopassus, Yudomo dipindahtugaskan ke lingkungan Komando Daerah Militer II/Sriwijaya pada tahun 1988, yang meliputi wilayah Sumatera Selatan dan sekitarnya. Di kodam tersebut, Yudomo mengemban sejumlah jabatan berbeda, seperti Komandan Distrik Militer Kota Bandar Lampung, Komandan Distrik Militer Kota Palembang, dan Wakil Asisten Operasi Komando Daerah Militer II/Sriwijaya.[5][6]
Yudomo kemudian ditarik dari lingkungan Komando Daerah Militer II/Sriwijaya dan dipindahkan ke Komando Daerah Militer IX/Udayana. Di kodam tersebut, Yudomo yang berpangkat letkol kemudian dilantik menjadi Asisten Operasi Komando Pelaksana Operasi Timor Timur pada tanggal 18 Maret 1992.[7] Pangkatnya kemudian dinaikkan menjadi kolonel pada tanggal 2 Oktober 1992.[8]
Yudomo dipindahkan ke Jakarta sebagai Asisten Sosial Politik Kepala Staf Daerah Militer Jayakarta di selama beberapa bulan. Setelahnya, ia kembali dipindahkan ke Kodam Udayana sebagai Komandan Resor Militer (Danrem) 162/Wirabhakti pada tanggal 28 Juli 1994.[9] Saat menjabat sebagai danrem, Yudomo mengadakan "Minum Kopi Pagi" dengan wartawan di Ruang Data Korem 162 Wira Bhakti pada tanggal 7 September 1995. Ia mengemukakan perlunya menggugah keberanian masyarakat untuk bicara dan melaporkan segala macam proses pembangunan, termasuk melaporkan oknum ABRI yang melakukan pelanggaran.[10] Selain itu, ia juga menerima usulan dari sejumlah tukang ojek yang meminta izin untuk membawa pisau pada malam hari sebagai upaya untuk membela diri mereka sendiri pada malam hari.[11] Ia mengakhiri masa jabatannya sebagai danrem pada tanggal 14 November 1995 dan digantikan oleh Kolonel Iping Somantri.[12]
Usai mengemban tugas sebagai danrem, Yudomo dipindahkan ke kesatuan Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat sebagai Kepala Staf Divisi Infanteri II Kostrad. Beberapa bulan berselang setelah pengangkatannya di Kostrad, pada bulan September beredar kabar bahwa Yudomo akan dipromosikan menjadi Kepala Staf Garnisun Jakarta.[13] Ia akhirnya dilantik sebagai Kepala Staf Garnisun Jakarta pada tanggal 14 November 1996.[14][5] Selama menjabat sebagai Kepala Staf Garnisun Jakarta, Yudomo memimpin proses pengamanan pemilihan umum tahun 1997.[15] Yudomo juga memimpin pengerahan pasukan huru-hara ketika terjadi kerusuhan saat kampanye Golkar di sejumlah wilayah Jakarta, seperti Matraman, Kramat Sentiong, Kebayoran Lama, dan Pondokpinang.[16] Selain pengamanan pemilu, Yudomo juga mengeluarkan perintah yang melarang prajurit garnisun Jakarta untuk mendatangi tempat hiburan malam seperti diskotek, kelab malam dan panti pijat.[17]
Yudomo kembali memperoleh promosi untuk jabatan menjadi mayor jenderal beberapa bulan setelah bertugas di Garnisun Jakarta. Ia secara resmi diangkat menjadi Asisten Pengamanan Kepala Staf Angkatan Darat pada tanggal 12 Agustus 1997.[18] Beberapa bulan setelah menjadi asisten kepala staf angkatan darat, nama Yudomo masuk ke dalam bursa calon gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) pada bulan Maret 1998. Kendati demikian, nama Yudomo tidak masuk sebagai calon definitif dalam pemilihan gubernur NTB.[19] Yudomo akhirnya digantikan sebagai asisten pengamanan oleh Mayor Jenderal TNI M. Noor Aman pada tanggal 1 Juni 1998.[2]
Panglima Daerah Militer IX/Udayana dan kecelakaan
Yudomo dilantik menjadi Panglima Daerah Militer IX/Udayana pada tanggal 27 Mei 1998, menggantikan Mayjen TNI Syahrir MS yang diangkat menjadi Danjen Kopassus.[20] Delapan hari setelah Yudomo dilantik, ia melakukan kunjungan ke wilayah Timor Timur.untuk meninjau sejumlah pos operasi penting.[21]
Yudomo berangkat dari Pangkalan Udara (Lanud) Dili pada pukul 07.16 WITA ke Kabupaten Baucau. Setelah meninjau kodim di Baucau, Yudomo melanjutkan perjalanannya ke Kabupaten Viqueque. Di Viqueque, Yudomo bertemu jajaran Kotisdenpur (Komando Taktis Detasemen Tempur). Yudomo beserta rombongan selanjutnya berencana untuk meninjau Batalyon Tempur Teritorial 401 dan kodim di Viqueque, namun pada pukul 10.21 helikopter yang ditumpangi rombongan kehilangan kendali pada ketinggian 400 meter. Helikopter kemudian jatuh dan terbakar. Yudomo dan seluruh rombongan tewas seketika dalam kecelakaan tersebut.[21] Jenazah Yudomo kemudian dibawa ke Jakarta dan tiba di Pangkalan Udara (Lanud) Halim Perdanakusuma Jakarta pukul 14.45 WIB. Jenazahnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata Jakarta dalam suatu upacara militer dengan inspektur upacara Kepala Staf TNI AD (KSAD) Jenderal TNI Subagyo Hadisiswoyo.[22] Yudomo menjadi anggota TNI dengan pangkat tertinggi yang tewas di Timor Timur.[23]
Wafatnya Yudomo membuat jabatan Panglima Daerah Militer IX/Udayana menjadi lowong. Jabatan tersebut dirangkap oleh Jenderal Subagyo terhitung mulai dari hari tewasnya Yudomo. Jabatan tersebut akhirnya diisi secara definitif oleh Mayor Jenderal TNI Adam Rachmat Damiri.[2]
Keluarga
Yudomo menikah dengan Sri Mulyaningsih pada tanggal 7 Juli 1977. Pasangan tersebut memiliki tiga anak yang bernama Nadilla Riani, Yudith Iradilla, dan Edo. Edo wafat ketika ia masih duduk di kelas empat sekolah dasar. Saat Yudomo wafat, Nadilla Riani baru saja lulus dari SMA Negeri 39, sedangkan Yudith Iradilla masih berkuliah di Politeknik UI.[3] Presiden Habibie kemudian mengangkat Nadilla dan Yudith beserta dengan anak-anak dari korban kecelakaan helikopter tersebut sebagai anak mereka.[22]
Referensi
- ^ "Pejuang Seroja". Pusat Sejarah TNI. Januari 2017. Diakses tanggal 26 Desember 2021.
- ^ a b c The Editors (April 1999). "Current Data on the Indonesian Military Elite: January 1, 1998 -- January 31, 1999". Indonesia. 67: 152, 157–158.
- ^ a b c d "Selamat Jalan Pak Yud...". Kompas. 5 Juni 1998. hlm. 7. Diakses tanggal 25 Desember 2021.
- ^ "ALUMNI - 1971". Akademi Militer. Diarsipkan dari versi asli tanggal 22 Februari 2001. Diakses tanggal 10 September 2021.
- ^ a b c Kusumaputra, Robert Adhi (15 Oktober 1996). "Muspida DKI Berdialog dengan Pemuka Agama: Kasus Situbondo Jangan Sampai Terjadi di Jakarta". Kompas. hlm. 12. Diakses tanggal 25 Desember 2021.
- ^ "Dandim Diminta Berintuisi Intel". Kompas. 16 Agustus 1988. hlm. 11. Diakses tanggal 25 Desember 2021.
- ^ Baidlawi, Masduki (14 Maret 1992). "Yang Tak Tanggap dan Dimahmilkan". Antara. Diakses tanggal 25 Desember 2021.
- ^ "Dili: Pangkolakops Timtim Brigjen TNI Theo Syafei melantik kenaikan pangkat enam perwira menengah di lingkungan Kolakops Timtim". Kompas. 5 Oktober 1992. hlm. 13. Diakses tanggal 25 Desember 2021.
- ^ The Editors (April 1998). "Current Data on the Indonesian Military Elite: Oktober 1, 1995 to Desember 31, 1997". Indonesia. 65: 145.
- ^ "Daerah Sekilas: Mataram - Kol. Yudomo Bicara Soal Keterbukaan dan Sikap Kritis di Masyarakat". Kompas. 11 September 1995. hlm. 15. Diakses tanggal 25 Desember 2021.
- ^ "Daerah Sekilas: Mataram - Yudomo DHD Masih Memikirkan Permintaan Iizn Tukang Ojek Membawa Pisau". Kompas. 7 Oktober 1995. hlm. 14. Diakses tanggal 25 Desember 2021.
- ^ "Presiden: Jalan Terbuka ke Portugal *21 Pemuda Timtim Minta Suaka di Kedubes Jepang". Kompas. 15 November 1995. hlm. 1. Diakses tanggal 25 Desember 2021.
- ^ "Pergantian Kepala BIA tidak Ada Kaitan dengan Kerusuhan 27 Juli". Kompas. 5 September 1996. hlm. 14. Diakses tanggal 25 Desember 2021.
- ^ "Temuan Komnas HAM: Pemerintah Menilai Ada yang Belum Jelas". Kompas. 15 Oktober 1996. hlm. 1. Diakses tanggal 25 Desember 2021.
- ^ "Presiden Berterima Kasih Kepada Prajurit, Pangdam Jaya Jamin Keamanan". Kompas. 4 Juni 1997. hlm. 1. Diakses tanggal 25 Desember 2021.
- ^ "Kerusuhan Merebak di Wilayah Jakarta". Kompas. 19 Mei 1997. hlm. 1. Diakses tanggal 25 Desember 2021.
- ^ "Komandan Garnisun I Ibu Kota Sutiyoso: Tak Ditolerir, Oknum ABRI Jadi Beking Apa pun". Kompas. 25 Juli 1997. hlm. 3. Diakses tanggal 25 Desember 2021.
- ^ "Mendagri Lantik Wagub Sumsel". Kompas. 31 Desember 1992. hlm. 11. Diakses tanggal 24 Desember 2021.
- ^ "Tidak Ada Droping Calon Gubernur NTB". Kompas. 25 Maret 1998. hlm. 3. Diakses tanggal 25 Desember 2021.
- ^ "Sari Berita Sosial-Politik: Serah Terima Pangdam IX/Udayana". Kompas. 28 Mei 1998. hlm. 3. Diakses tanggal 25 Desember 2021.
- ^ a b "Hari Kamis di Bulan Juni, 12 Tahun Lalu". Kompas. 24 Juni 2010. Diakses tanggal 25 Desember 2021.
- ^ a b "Jenazah Korban Kecelakaan Heli Dimakamkan: Presiden BJ Habibie Angkat Anak Asuh". Kompas. 6 Juni 1998. hlm. 3. Diakses tanggal 25 Desember 2021.
- ^ van Klinken, Gerry (Oktober 2005). "Indonesian Casualties in East Timor, 1975–1999: Analysis of an Official List". Indonesia. 80: 116.