Lompat ke isi

Tadulako

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 30 September 2023 06.00 oleh Toposopamona (bicara | kontrib) (Upacara Adat Tadulako: Menambahkan isi konten dan pranala TadulakoMpae)

Tadulako (ejaan Van Ophuijsen: Tadoelako)[1] adalah Seorang pemimpin dari laki-laki Suku Bare'e yang menunjukkan bagaimana cara pergi untuk mengambil roh (Tanoana) dari dunia lain dengan memenggal kepala manusia (mengayau) sebagai penolak bala, musibah, bencana alam, dan gagal panen.[2]

Macam-macam Senjata Guma dan Taono Tadulako dari Suku Bare'e
Kanta Tadulako dari Suku Bare'e
Baju Tadulako dari provinsi Sulawesi Tengah

Tadulako bagi Suku Bare'e terdiri dari kata Tadu yang artinya pemimpin, imam atau pemimpin ibadah Lamoa, dan lako artinya pergi. Jadi Tadulako adalah Seorang pemimpin yang menunjukkan bagaimana cara pergi. Orang-orang ini bukan pendukung, tetapi semacam imam bagi ibadah Lamoa bagi tuhannya Suku Bare'e yaitu Pue Mpalaburu yang ibadahnya disebut Molamoa yang gerakannya disebut Dero atau Modero.[3]

Semua laki-laki yang telah merasa dewasa dari Suku Bare'e wajib menjadi Tadulako, hal tersebut agar wilayah dari Suku Bare'e bebas dari semua bencana alam dan gagal panen, dan seorang Tadulako harus bisa memimpin dan menjadi contoh bagi orang-orang disekitarnya baik dari Suku Bare'e maupun dari suku lain diluar Suku Bare'e, karena Tadulako adalah Suku Bare'e yang pernah menjadi nenek moyang, dan mencoba membentuk semua jenis nenek moyang di pulau Sulawesi.[4]

Upacara Adat Tadulako

Berbeda halnya dengan acara Pengayauan yang dilakukan karena dorongan kepercayaan jika ada musibah seperti panen gagal atau ada anggota masyarakat yang meninggal maka orang Bare'e harus menjadi Tadulako untuk mengambil roh (Tanoana) dari dunia lain dengan memenggal kepala manusia sebagai penolak bala, dan orang suku bare'e yang mengayau tersebut diwajibkan harus pulang dulu dari acara pengayauan sebelum pergi ke pertempuran (perang), dengan begitu setiap orang bare'e yang berangkat perang ini percaya bahwa ada Anitu ikut serta dalam perang mereka.

Anitu[5] adalah roh-roh dari orang suku bare'e yang telah meninggal (gugur) dalam suatu pertempuran ataupun perang, dan anitu ini mereka percayai akan ikut serta dalam perang berikutnya. Jadi dalam hal ini Anitu adalah roh perang, dan anitu banyak didapati didalam semua kuil-kuil Lobo diwilayah-wilayah tempat tinggal suku bare'e.

Selain Anitu, suku bare'e juga mempercayai adanya Tanoana, Tanoana adalah Roh-roh orang yang telah meninggal. Dan Tanoana biasa didapat dari upacara adat pengayauan (memenggal kepala manusia) melalui Tadulako, ataupun memenggal kepala dari keluarga Suku Bare'e sendiri (biasanya anak kandung), dan juga roh tanoana didapatkan melalui upacara adat Mongkariang yaitu menyimpan jasad manusia dari Suku Bare'e yang telah meninggal.[6]

Bagi Tadulako jika berhubungan dengan hasil panen maka dikenal adanya TadulakoMpae. TadulakoMpae yaitu Tadulako yang bertugas menjaga hasil panen agar tidak dicuri. Hasil panen ini disimpan disuatu tempat yang bentuknya seperti rumah Tambi, tetapi tempat tesebut berbeda fungsi dan tujuannya yaitu hanya untuk menyimpan hasil-hasil panen, dan TadulakoMpae adalah yang bertugas menjaga hasil-hasil panen tersebut, karena rumah Tambi yang diwilayah Suku Bare'e fungsinya adalah hanya untuk rumah tempat tinggal. Dan jika berhubungan dengan hasil panen maka dikenal adanya Roh TanoanaMpae, Roh TanoanaMpae adalah Roh pemberi kehidupan yang didapatkan dari hasil olahan beras dengan cara tidak membanting beras ketika memanen tetapi dengan cara memotongnya secara teliti agar roh TanoanaMpae-nya tetap ada dengan menggunakan semacam pisau khusus.[7]

Tadulako versi Sulawesi Tengah

Dengan mengenyampingkan Sejarah Tadulako dari Suku Bare'e untuk sementara waktu. Ternyata selama ini keberadaan Tadulako di provinsi Sulawesi Tengah masih dipertanyakan kebenarannya dan masih dianggap sebagai Sejarah legenda dan mitos. Sementara itu dilembah Lore terdapat cerita tentang patung megalit bernama Tadulako, dan patung megalit bernama Tadulako tersebut diduga adalah se- zaman dengan Kerajaan Mori.

Patung Tadulako Tande Rumba-rumba, dll

Sejarahnya yaitu dahulunya di Tanah Mori dihuni oleh beragam suku. Setiap suku memiliki Mokole (pemimpin wilayah) yang membawahi beberapa wilayah taklukkan yang tiap-tiap wilayah taklukkan dipimpin oleh seorang Mokolempalili.

Kemudian terjadi Peristiwa Pemberontakan Mokolempalili Perempuan yang bernama Moleono, Moleono adalah wanita cantik yang memiliki banyak ilmu gaib yang membuat ia berwibawa di kalangan rakyat dalam lingkungan beberapa Mokolempalili.[8] Kegiatan propaganda dan siasat-siasat serta usaha-usaha dari pihak Moleono, sebagian dapat dikatakan berhasil antara lain dengan banyaknya rakyat dalam lingkungan beberapa Mokolempalili telah membawa upeti kepada Moleono. Rupanya semakin bertambah banyak rakyat yang takluk kepada Moleono. Dengan menggunakan kekuatan ilmu gaib serta dengan kecakapan dan kelihaiannya, Moleono dapat membingungkan orang lain dengan cara menipu pandangan mereka, sehingga dengan mudah orang-orang menjadi teperdaya dan merasa takut kepada Moleono.

Pada suatu saat, Moleono bersama pengikut-pengikutnya menggunakan kesempatan dengan cara membujuk beberapa Mokolempalili serta rakyat Petasia, supaya jangan lagi tunduk kepada Kerajaan Mori, melainkan harus tunduk dan mengikuti Moleono yang bertekad menjadi Raja Mori. Beberapa Mokolempalili telah menyetujui keinginan Moleono dan mengikuti keinginan Moleono untuk menggantikan Marunduh sebagai raja Mori. Pada suatu saat, Moleono mulai mengatur siasat dengan memerintahkan kepada beberapa Mokolempalili, agar lesung-lesung tempat menumbuk padi kepunyaan Raja Marunduh diisi dengan kotoran kerbau.[9]

Beberapa Mokolempalili dengan segera melaksanakan perintah Moleono, sehingga hampir semua lesung kepunyaan Raja Marunduh berisi kotoran kerbau. Tetapi pada saat itu Raja Marunduh belum berbuat apa-apa, selain mengatur siasat bersama beberapa Mokolempalili pendukungnya. Terlebih dahulu Raja Marunduh berusaha memperkuat benteng pada istananya dengan bantuan beberapa Mokolempalili yang tetap setia. Maksud Raja Marunduh untuk memperkuat benteng istananya itu, adalah untuk memperkuat pertahanannya untuk menghadapi perlawanan akan dilakukan oleh Moleono dengan pengikut-pengikutnya.[10] Raja Marunduh pun goyah dan melaporkan semua tindakan-tindakan dari Moleono tersebut ke Ratu Palopo di Kerajaan Luwu, Ratu Palopo pun kemudian mengutus Tadulakonya yang bernama Tande Rumba-rumba yang terkenal Sangat Sakti dan memiliki banyak ilmu. Maka segera berangkatlah Sang Tadulako Tande Rumba-rumba tersebut ke tanah Mori untuk mencari Perempuan yang bernama Moleono tersebut.[11]

Akhir hidup sang Tadulako Tande Rumba-rumba

Sesampainya di Tanah Mori, Tande Rumba-rumba segera bertemu dengan Moleono, akan tetapi betapa terkejutnya Tande Rumba-rumba ketika bertemu dengan Moleono karena ternyata Moleono adalah perempuan yang memiliki kecantikan yang luar biasa dan Tande Rumba-rumba pun jatuh cinta kepada Moleono, Sang Tadulako pun segera menyatakan rasa cintanya kepada Moleono, akan tetapi Moleono mau menerima cinta dari Tande Rumba-rumba tersebut dengan syarat Tande Rumba-rumba harus bertapa dulu disebuah padang rumput yang sunyi, Sang Tadulako Tande Rumba-rumba menyanggupinya, lalu dia segera pergi ke sebuah tempat di daerah Lore dan mendapatkan sebuah padang rumput yang ternyata sangat cocok digunakan untuk bertapa, Tande Rumba-rumba segera Bertapa, ternyata sambil bertapa, Tande Rumba-rumba bagi Masyarakat Lore dikenal sebagai Tadulako.[12]

"Masyarakat mengatakan bahwa dulunya Tadulako Tande Rumba-rumba dikenal sebagai penjaga desa, tetapi setelah mencuri beras ia dikutuk menjadi batu."

Albertus, Herdenking van Albertus [13]


Moleono yang sejak semula tau akan maksud kedatangan Tadulako Tande Rumba-rumba untuk menangkap dia segera menuju ketempat Bertapanya Sang Tadulako tersebut di lembah Bada, dan lalu Moleono segera mengeluarkan dan mengarahkan Batang Alu Saktinya ke arah Tadulako Tande Rumba-rumba yang sedang bertapa, dan Tande Rumba-rumba pun merasakan Sakit yang luar biasa dan dengan seketika menjadi Batu, yang sampai sekarang Batu dari Tadulako Tande Rumba-rumba tersebut di kenal dengan nama Arca Tadulako yang letaknya sampai sekarang masih berada dilembah Lore beserta Arca-arca yang lain yaitu Arca Palindo, Torompana, Tarae Roe, dan Loga yang letaknya masih disekitar Lembah bada, lore, dan besoa.[14]

To Lamusa

Di Luwu terkenal dengan istilah Bumi Sawerigading, dan juga suku rongkong yang berpenampilan seperti seorang Tadulako dari Suku Bare'e, tetapi sebenarnya yang merupakan seorang Tadulako adalah orang yang berasal dari wilayah Suku Bare'e yaitu Suku Bare'e itu sendiri, karena seorang Tadulako dari Suku Bare'e harus memiliki Anitu yaitu Roh Perang, dan hanya Suku Bare'e yang tau apa itu Roh Anitu, dan Roh Anitu berasal dari Bahasa Bare'e. Adapun Suku Bare'e yang berpihak ke Kerajaan Luwu adalah Suku Bare'e yang tinggal di wilayah To Lamusa[15]. To Lamusa muncul sebagai akibat dari adanya efek Monangu Buaja yang dipraktekkan para Misionaris kristen asal Belanda, yaitu Toraja To Lamusa yang berpihak kepada Luwu.[16]

Jadi dengan memperhatikan wilayah dari Suku Bare'e yang tahun 1770 membentuk Kerajaan Tojo di wilayah yang mereka huni, dengan munculnya suatu skema To Lamusa dari Kerajaan Luwu, tetapi sayangnya skema To Lamusa dari Kerajaan Luwu itu tidak terbukti yaitu dari pernyataan Walter Kaudern yang menyatakan "...adapun kalau ditempati, tanah tersebut sudah ditinggalkan dalam waktu yang lama sekali, karena tanahnya seperti jurang yang sangat sulit untuk dibuatkan semacam rumah tempat tinggal", karena berupa "jurang" sehingga pastilah orang akan beranggapan tanah yang dulunya merupakan hunian pemukiman penduduk setelah itu tempat hunian tersebut menjadi jurang, pastilah orang beranggapan bahwa hal tersebut bisa terjadi karena faktor bencana alam dan salah satunya adalah Gempa bumi, dan di zaman moderen pernyataan tersebut dibuktikan dengan tidak adanya garis patahan gempa yang melewati wilayah tempat yang dulu dinamakan Lamusa di TandongKasa (Tando Ngkasa), desa Lamoesa, dan Pantjawoe Enoe.[17]

Lihat Pula

Referensi

  1. ^ BARE'E-STAMMEN, De Bare'e-Sprekende de Toradja in midden celebes jilid 1 halaman 119, [1].
  2. ^ XII.PRIESTERESSEN EN HARE WERKZAAMHEDEN, De Bare'e-Sprekende de Toradja in midden celebes jilid 1 halaman 364-365 , [2].
  3. ^ MODERO (Dero), kata Dero atau Modero bisa dicari pada kamus bahasa bare'e terjemahan dari Bare’e-Nederlandsch Woordenboek (Brill, 1928, sebaiknya di download terlebih dahulu) di : https://id.scribd.com/document/665733193/KAMUS-BAHASA-BARE-E-BARE-E-TAAL-Bahasanya-Suku-Bare-e.[3].
  4. ^ DE BARE'E-SPREKENDE DE TORADJA VAN MIDDEN CELEBES JILID 1 halaman 285-290.[4].
  5. ^ De Bare'e-Sprekende de Toradja van midden celebes jilid 1 halaman 285, DE GEESTEN INDEN DORP STEMPEL,[5]",
  6. ^ DE GEESTEN INDEN DORP STEMPEL, halaman 285-290.[6].
  7. ^ TADULAKOMPAE, De Bare'e-Sprekende de Toradja van midden celebes jilid 1 halaman 285-295.[7].
  8. ^ Extract-Acten NZG 1890a, hlm. 116; Noort 2006, hlm. 27.
  9. ^ Coté 1996, hlm. 98.
  10. ^ Coté 1995, hlm. 262; Coté 1995, hlm. 98.
  11. ^ Coté 1995, hlm. 261; Coté 1995, hlm. 261-262.
  12. ^ Blessing 2007.
  13. ^ Albertus 1949, hlm. 170.
  14. ^ Aragon 2000, hlm. 2.
  15. ^ To Lamusa, De Bare'e-Sprekende de Toradja van midden celebes jilid 1.[8].
  16. ^ krokodilzwemmen, page 151.[9].
  17. ^ Peta Patahan (Sesar) gempa di Sulawesi.[10].