Lompat ke isi

Cixi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Ibusuri Cixi
Berkas:Cixi's Official Portrait.jpg
Potret gambar Cixi.
Suami/istriKaisar Xianfeng
Orang tua
  • Huizheng (bapak)

Ibusuri Cixi (Hanzi: 慈禧太后; Pinyin: Cíxǐ Tàihòu; Wade–Giles: Tz'u-Hsi T'ai-hou) (29 November 183515 November 1908), umumnya dikenal di Tiongkok sebagai Ibusuri Barat (Hanzi: 西太后), adalah istri Kaisar Xianfeng dari klan Yehenara Manchu. Ibusuri Barat membedakannya dari Ibusuri Timur (Ci'an) yang memerintah bersamanya dari balik tirai sesaat setelah wafatnya Kaisar Xianfeng.

Berasal dari keluarga Manchu sederhana dan terpilih oleh Kaisar Xianfeng sebagai selir, ia adalah figur yang kuat dan karismatik yang menjadi penguasa de facto Dinasti Qing dengan bertindak sebagai wali atas dua kaisar yaitu putranya, Kaisar Tongzhi dan anak tirinya, Kaisar Guangxu. Ia berkuasa di Tiongkok selama 47 tahun dari tahun 1861 sampai kematiannya pada tahun 1908. Ia merupakan tokoh yang konservatif selama era kekuasaannya dan menolak mereformasi sistem politik. Banyak sejarawan menganggap rezimnya sebagai despotis. Dalam sejarah Tiongkok ia juga dianggap sebagai tiran, yang mengakibatkan Tiongkok terpuruk dan berakibat jatuhnya Dinasti Qing. Bahkan banyak orang Tionghoa menganggapnya penjahat yang menyebabkan jatuhnya Tiongkok ke tangan asing.

Kehidupan awal

Potret Cixi sebagai selir

Kehidupan awal Cixi secara pasti masih tidak jelas, namun banyak biografi mengklaim bahwa ia merupakan putri dari pejabat Manchu bernama Huizheng (Hanzi: 惠徵) dari klan Yehenara Manchu, dan istrinya, yang masuk kedalam klan Fucha (Hanzi: 富察) Manchu. Huizheng merupakan gubernur dari provinsi Anhui.

Cixi lahir pada tanggal 29 November 1835 dengan nama "Lan Kueu" (Anggrek Kecil), atau "Yu Lan". Terdapat banyak cerita mengenai latar belakang Cixi, yang bukan merupakan catatan sejarah. Dalam kisah yang paling populer, berkisah bahwa Cixi berasal dari salah satu dari 4 tempat ini: wilayah Yangtze; Changzhi, Shanxi (versi ini menyatakan Cixi adalah suku Han yang diadopsi oleh keluarga Manchu); Suiyuan (kini Hohhot), Mongolia Dalam; dan Beijing.

Secara umum diterima bahwa ia menghabiskan kehidupan awalnya di provinsi Anhui sebelum pindah ke Beijing. Menurut biografi, ayahnya dipecat dari layanan sipil tahun 1853, dua tahun setelah Cixi memasuki Kota Terlarang, karena tidak melawan Pemberontakan Taiping di Anhui dan meninggalkan tugasnya.[1] Beberapa biografi mengklaim bahwa ayahnya dipancung akibat kejahatannya.

Pada September 1851, Cixi berpartisipasi dalam seleksi selir Kaisar Xianfeng bersama 60 perempuan Manchu lainnya. Cixi merupakan salah satu dari beberapa perempuan lainnya yang terpilih sebagai selir.

Pada tahun 1855, Putri Yehenara (nama Cixi ketika memasuki Kota Terlarang) hamil, dan pada 27 April 1856 melahirkan Tongzhi, satu-satunya anak laki-laki Kaisar Xianfeng.[2]

Kematian Kaisar Xianfeng

Pada September 1860, tentara Britania dan Perancis menyerang Beijing selama fase akhir Perang Candu Kedua, dan membakar Kompleks Istana Musim Panas Kaisar. Serangan ini, dibawah komando Lord Elgin, merupakan balasan dari penangkapan duta besar Britania Harry Parkes pada tanggal 18 September dan penyiksaan serta eksekusi beberapa sandera barat. Kaisar Xianfeng dan orang-orang penting, termasuk Cixi, melarikan diri ke Rehe di Manchuria.[3] Setelah mendengar berita hancurnya Istana Musim Panas, Kaisar Xianfeng (yang sudah menunjukan gejala dementia) mengalami depresi, lalu meminum minuman beralkohol dan obat-obatan, lalu akhirnya sakit.[4]

Pada 22 Agustus 1861, Kaisar Xianfeng meninggal dunia di Istana Rehe di kota Rehe (kini Chengde, Hebei). Sebelum kematiannya, Xianfeng memanggil delapan dari menteri-menteri paling berwibawanya, dikepalai oleh Sushun, Zaiyuan, dan Duanhua, dan mengangkat mereka sebagai "Eight Regent Ministers" untuk mengarahkan dan mendukung kaisar selanjutnya. Putranya, yang merupakan putra dari Cixi, masih berusia lima tahun. Menjelang kematiannya, Xianfeng memanggil Cixi dan Ci'an, memberikan mereka segel. Ia berharap bahwa ketika anaknya menjadi kaisar, Cixi dan Ci'an akan bekerja sama membantu kaisar muda tumbuh dan dewasa. Tujuan pemberian segel kerajaan juga merupakan untuk memeriksa kinerja Eight Regent Ministers.[5]

Kudeta Xinyou

Cixi berdiri di depan kursinya di kamar tidurnya.

Pada saat wafatnya Kaisar Xianfeng, Cixi menjadi manipulator yang ulung. Di Rehe, sementara menunggu waktu yang tepat secara astrologi untuk mengirim peti mati kembali ke Peking, Cixi berencana mengambil kekuasaan. Ia bersekutu dengan tokoh-tokoh kuat lainnya. Mengambil keuntungan dari naifnya Ci'an, istri utama kaisar, Cixi mengusulkan agar mereka memerintah bersama, dengan kekuatan lebih besar dari Eight Regent Ministers.[6]

Ketegangan meningkat antara Eight Regent Ministers, dikepalai oleh Sushun, dengan Ibusuri. Menteri-menteri tidak menyukai campur tangan Cixi dalam masalah politik, dan konfrontasi yang sering terjadi membuat Ci'an kesal, hingga ia menolak menghadiri audensi istana, membiarkan Cixi menangani menteri-menteri. Diam-diam Cixi menerima dukungan dari menteri berbakat, tentara dan orang lain yang tidak menyukai eight regent ministers. Diantaranya adalah Pangeran Gong, yang memiliki ambisi besar dan tersingkirkan dari lingkaran kekuasaan, dan Pangeran Chun. Keduanya merupakan putra ke-6 dan ke-7 Kaisar Daoguang. Sementara ia bersekutu dengan pangeran-pangeran, petisi datang dari Shandong meminta Cixi "Mendengarkan politik dibelakang tirai", yang mana berarti meminta Cixi menjadi penguasa. Petisi itu juga meminta Pangeran Gong memasuki arena politik sebagai "pembantu" utama Kaisar.

Ketika prosesi pemakaman dimulai di Beijing, Cixi menggunakan persekutuannya dengan Pangeran Gong dan Pangeran Chun. Ia dan kaisar muda kembali ke ibukota, sementara Sushun menemani peti mati Kaisar. Kembalinya Cixi ke Beijing bertujuan agar ia dapat bersekongkol dengan Pangeran Gong. Eight regent ministers dipecat karena melakukan negosiasi yang tidak kompeten dengan "bangsa barbar" yang menyebabkan Kaisar Xianfeng melarikan diri ke Rehe, diantara tuduhan lainnya.[6]

Untuk menunjukan kepada dunia bahwa Cixi memiliki standar moral yang tinggi, Cixi hanya mengeksekusi tiga dari delapan menteri. Pangeran Gong mengusulkan bahwa Sushun dan lainnya dieksekusi dengan metode yang paling menyakitkan, yaitu dengan dipotong-potong bagian tubuhnya, namun Cixi menolak dan memutuskan untuk memancung Sushun, sementara yang lainnya, Zaiyuan dan Duanhua, diberikan sutra putih agar mereka bunuh diri.

Kudeta ini dikenal sebagai "Kudeta Istana Xinyou" (Hanzi: 辛酉政變) di Tiongkok.

Dibelakang tirai

Era baru

Penugasan provinsial oleh Cixi tahun 1863
Provinsi Gubernur 中文
Zhejiang Zuo Zongtang 左宗棠
Henan Zheng Yuanshan 鄭元善
Anhui Li Xuyi 李續宜
Hubei Yan Shusen 嚴樹森
Jiangxi Shen Baozhen 沈葆楨
Jiangsu Li Hongzhang 李鴻章
Guangxi Liu Changyou 劉長佑
Hunan Mao Hongbin 毛鴻賓

Pada November 1861, beberapa hari setelah kudeta, Cixi menghadiahi Pangeran Gong atas bantuannya. Ia menjadi kepala Urusan Umum dan Internal. Namun, Cixi tidak memberi Yixin kekuatan politik absolut seperti Dorgon selama era Kaisar Shunzhi. Sebagai salah satu dari tindakan pertama dari belakang tirai, Cixi (bersama dengan Ci'an) mengeluarkan dua dekrit penting atas nama Kaisar. Dekrit pertama menyatakan bahwa kedua Ibusuri adalah pembuat keputusan "tanpa campur tangan", dan dekrit kedua mengubah nama era kekuasaan Kaisar dari Qixiang (祺祥) menjadi Tongzhi (同治).

Membersihkan birokrasi

Dampak dari Perang Candu Kedua masih menghantui negara. Pemberontakan Taiping terus berlanjut, memakan Qing sedikit demi sedikit. Birokrasi digerogoti oleh korupsi. 1861 merupakan tahun pemeriksaan nasional, dimana pejabat-pejabat dari semua tingkat mempresentasikan laporan politik mereka tiga tahun terakhir. Cixi meminta audensi dengan semua pejabat diatas tingkat gubernur provinsi, yang harus melapor kepadanya secara langsung. Cixi juga mengeksekusi dua pejabat penting: Qingying, shilang militer yang mencoba menyogok agar tidak diturunkan pangkatnya, dan He Guiqing, Viceroy Liangjiang, yang lari ke Changzhou ketika tentara Taiping datang.

Tantangan penting lain bagi Cixi adalah meningkatnya kelemahan orang-orang penting Manchu. Sejak awal dinasti kebanyakan posisi penting di istana diduduki oleh orang Manchu. Cixi, melawan tradisi kerajaan, menyerahkan komando satuan militer paling kuat di Tiongkok kepada seorang suku Han, Zeng Guofan, untuk melawan pemberontak Taiping. Tahun-tahun berikutnya ia menunjuk pejabat Han untuk menjadi gubernur semua provinsi selatan Tiongkok.

Kemenangan melawan Taiping dan Pangeran Gong

Dibawah komando Jendral Zeng Guofan, Dinasti Qing berhasil mengalahkan tentara Taiping dalam pertempuran besar di Tianjing (kini Nanjing) pada Juli 1864. Zeng Guofan mendapat gelar Marquess Yiyong, Kelas Satu, dan saudaranya Zeng Guoquan bersama dengan Li Hongzhang dan Zuo Zongtang, semua jendral Han dalam perang, mendapatkan hadiah dengan gelar. Dengan hilangnya ancaman Taiping, Cixi bisa lebih fokus dalam ancaman internal baru terhadap kekuasaannya. Pangeran Gong memiliki banyak orang yang setia padanya (hampir setengah negara), dan juga menguasai urusan istana. Oleh sebab itu ia dianggap sebagai ancaman oleh Cixi.

Cai Shaoqi, pejabat yang kurang terkenal, mengisi petisi yang meminta Pangeran Gong mundur. Pangeran Gong menganggap petisi ini tidak penting. Namun Cixi menggunakan petisi ini sebagai salah satu cara untuk menjatuhkan Pangeran Gong. Pada April 1865, dibawah alasan bahwa ia "melakukan hal yang tidak pantas terhadap kedua Ibusuri" dan alasan lainnya, semua jabatan Pangeran Gong dicabut kecuali gelarnya.[7] Hal ini mengejutkan pejabat dan bangsawan, dan menyebabkan munculnya petisi yang meminta posisinya kembali. Yicong, Pangeran Tun, dan juga Yixuan, Pangeran Chun, meminta kembalinya posisi saudara mereka. Pangeran Gong sendiri, dalam audensi dengan kedua Ibusuri, meneteskan air mata.[8] Karena banyak tekanan, Cixi mengembalikan posisi Pangeran Gong sebagai kepala menteri luar negeri. Ia tidak pernah memperoleh kepentingan politik lagi, dan juga kebijakan liberal dan pro-reformasinya. Penurunannya menunjukan tangan besi Cixi dalam politik Qing, dan juga ketidakinginannya memberikan kekuatan absolut pada siapapun, termasuk sekutunya yang paling penting dalam Kudeta Xinyou, Pangeran Gong.

Pengaruh asing

Cixi dengan perempuan-perempuan asing

Kekalahan Tiongkok dalam Perang Opium Kedua menjadi panggilan untuk bangkit terhadap penguasa-penguasanya. Cixi menguasai negara yang strategi militer dan persenjataannya sudah kadaluarsa. Merasakan ancaman langsung dari orang asing dan menyadari ekonomi berbasis agrikultur Tiongkok tidak akan menyaingi industri Barat, Cixi memilih untuk belajar dari kekuatan Barat dan mempelajari ilmu pengetahuan dan teknologi mereka. Tiga pejabat Han, Zeng Guofan, Li Hongzhang dan Zuo Zongtang, memulai program industri di wilayah selatan Tiongkok. Untuk mendukung program tersebut, Cixi menyatakan pembukaan Tongwen Guan tahun 1862, institusi seperti universitas di Beijing yang menyewa orang asing sebagai pengajar. Beberapa pemuda juga dikirim untuk belajar di Amerika Serikat.

Militer Tiongkok perlu direformasi, dan solusi Cixi, atas saran pejabat istana, membeli tujuh kapal perang Britania. Ketika kapal perang tersebut tiba di Tiongkok, kapal tersebut malah membawa pelaut Britania dibawah komando Britania Raya. Tiongkok marah dengan hal tersebut, dan negosiasi dibatalkan, lalu Tiongkok mengembalikan kapal perang Britania. Para ahli terkadang menghubungkan kegagalan program luar negeri Cixi dengan pemikiran Cixi yang kuno. Karena alasan kereta api berin mengganggu makan Kaisar, Cixi melarang pembangunan rel kereta api. Ketika konstruksi berlangsung tahun 1877 atas rekomendasi Li Hongzhang, Cixi meminta kereta ditarik oleh kuda.[9] Cixi curiga dengan pemikiran liberal orang yang belajar di luar negeri, dan melihatnya sebagai ancaman terhadap kekuasaannya. Pada tahun 1881, Cixi menghentikan pengiriman pelajar ke luar negeri, dan menghentikan sikap terbukanya terhadap orang asing.

Catatan kaki

  1. ^ Chung, S.F, The Much Maligned Empress Dowager, hal. 3.
  2. ^ Laidler, Keith (2003), "The Last Empress" (hal. 58), John Wiley & Sons Inc., ISBN 0-470-84881-2.
  3. ^ Immanual Hsu (1985), The Rise of Modern China (hal. 215).
  4. ^ Edward Behr, The Last Emperor, 1987, hal. 44
  5. ^ Sui Lijuan: Carrying out the Coup. CCTV-10 Series on Cixi, Ep. 4
  6. ^ a b Edward Behr, The Last Emperor, 1987, hal. 45
  7. ^ 清史稿:恭忠親王奕訢,宣宗第六子
  8. ^ 清史稿:恭忠親王奕訢傳記載:“王入謝,痛哭引咎”。
  9. ^ [Professor Sui Lijuang: Lecture Room Series on Cixi, Episode 9]

Pranala luar

Media tentang Empress Dowager Cixi di Wikimedia Commons