Koalisi Seni
Artikel ini memiliki beberapa masalah. Tolong bantu memperbaikinya atau diskusikan masalah-masalah ini di halaman pembicaraannya. (Pelajari bagaimana dan kapan saat yang tepat untuk menghapus templat pesan ini)
|
Artikel ini tidak memiliki referensi atau pranala luar ke sumber-sumber tepercaya yang dapat menyatakan kelayakan dari subyek yang dibahas.Artikel ini akan dihapus pada 10 Januari 2024 jika tidak diperbaiki. Untuk pemulai artikel ini, jika Anda mempertentangkan nominasi penghapusan ini, jangan menghapus peringatan ini. Silakan hubungi sang pengusul, hubungi seorang pengurus, atau pasang tag {{tunggu dulu}} |
Tanggal pendirian | Januari 2013 |
---|---|
Pendiri | |
Tipe | |
Kantor pusat | Jakarta, Indonesia |
Lokasi |
|
Bidang | Advokasi kebijakan seni |
Jumlah anggota | 350 anggota perseorangan dan lembaga dari 24 provinsi di Indonesia |
Kusen Alipah Hadi | |
Situs web | koalisiseni.or.id kebebasanberkesenian.id |
Koalisi Seni adalah lembaga nirlaba berfokus membangun ekosistem seni lebih baik di Indonesia lewat advokasi dan penelitian kesenian.
Sejarah
Koalisi Seni lahir dari inisiatif Yayasan Kelola dengan dukungan Hivos menggagas dan menyelenggarakan pertemuan perdana di Bogor, Jawa Barat,5-6 April 2010. Dalam pertemuan tersebut, 21 individu dan kelompok sepakat meneruskan upaya membentuk lembaga ini, dalam pertemuan berikutnya di Yogyakarta, 4-5 Mei 2010.
Dalam pertemuan berikutnya di Bandung, Jawa Barat, 21-22 Juni 2010, nama Koalisi Seni Indonesia lahir[1]. Saat itu, terpilih pula lima orang anggota Komite Pengarah (Steering Committee) yang bertugas hingga badan hukum organisasi ini diresmikan. Rancangan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang telah disiapkan oleh Komite Pengarah dibahas pada pertemuan berikutnya di Jakarta, 19 Maret 2011. Pertemuan itu menyepakati Koalisi Seni harus diperkenalkan kepada sebanyak mungkin orang yang bekerja di dunia kesenian dan mengajak lebih banyak lagi calon anggota.
Pemajuan Kebudayaan
Wacana Rancangan Undang-undang (RUU) Kebudayaan pertama kali muncul tercatat pada 1982[2], kemudian kembali dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada kisaran 2014[3]. Saat itu, RUU dirancang dengan paradigma pelestarian budaya yang cenderung takut pada budaya asing dan berisi banyak larangan bagi warga negara. Salah satu drafnya bahkan diselipi kepentingan industri, yakni mencantumkan kretek sebagai warisan kebudayaan yang harus dilindungi[4].
Bersama pemangku kepentingan lain, Koalisi Seni aktif mengadvokasi RUU tersebut sejak 2014[5] agar bergeser ke paradigma pemajuan budaya dan menempatkan pemerintah sebagai fasilitator alih-alih tukang larang. Advokasi tersebut berhasil, dan UU Pemajuan Kebudayaan disahkan pada 2017[6].
UU Pemajuan Kebudayaan menekankan pada pelindungan, pembinaan, pengembangan, dan pemanfaatan budaya, serta bersifat bottom up. Pada 2019, Koalisi Seni meluncurkan hasil pemantauan dan evaluasi 2 tahun UU Pemajuan Kebudayaan[7]. Koalisi Seni juga meluncurkan laman pemajuankebudayaan.id.
Pada 2021, Koalisi Seni mengadakan webinar tentang 4 tahun pelaksanaan UU Pemajuan Kebudayaan[8]. Kemudian pada 2022, Koalisi Seni mengadakan webinar 5 tahun implementasi UU Pemajuan Kebudayaan[9].
Tata Kelola Industri Musik
Dalam upaya untuk memperbaiki ekosistem kesenian di Indonesia, Koalisi Seni telah berperan aktif dalam gerakan untuk meningkatkan kualitas tata kelola industri musik. Proses ini dimulai dengan memfasilitasi sesi Bincang Musik dalam Konferensi Musik Indonesia pada tahun 2018, yang menjadi forum diskusi mengenai kondisi dan aspirasi dalam ekosistem musik.
Pada awal tahun 2019, Koalisi Seni turut serta dalam advokasi menolak Draf RUU Permusikan yang disusun oleh DPR. Alasannya, draf tersebut dianggap represif karena mengandung pasal karet, mewajibkan standarisasi bagi musisi, dan tumpang tindih dengan berbagai aturan perundang-undangan lainnya[10]. Dalam kolaborasi dengan gerakan lain seperti Kami Musik Indonesia (KAMI) dan Koalisi Nasional Tolak RUU Permusikan, advokasi ini membuahkan hasil dengan ditariknya Draf RUU tersebut dari daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) pada tanggal 17 Juni 2019.
Koalisi Seni dan KAMI juga bekerja sama dalam persiapan Konferensi Musik Indonesia 2019 yang berlangsung pada November 2019[11]. Upaya bersama ini mencerminkan komitmen Koalisi Seni dalam memajukan sektor musik Indonesia melalui partisipasi aktif dalam advokasi dan kolaborasi industri.
Pada 2023, dengan dukungan dari Unesco dan KFIT, Koalisi Seni melakukan riset mengenai situasi hak cipta musik digital di Indonesia[12]. Hasil riset tersebut dituangkan dalam buku Diam-Diam Merugikan: Situasi Hak Cipta Musik Digital Di Indonesia dan modul Semua yang Musisi Perlu Tahu Tentang Hak Cipta Digital.
Terbitan
- Imajinasi Kebudayaan: Kompilasi Pidato Kebudayaan DKJ 1998-2013 (2013)
- Keberlangsungan Lembaga Seni di 8 Kota di Indonesia (2016)
- Dampak Seni di Masyarakat (2018)
- Pemantauan dan Evaluasi Dua Tahun Pelaksanaan UU Pemajuan Kebudayaan (2019)
- Menjaga Nyala: Model Pendanaan Bagi Suar Kehidupan Kesenian (2019)
- Dana Perwalian Kebudayaan: Tata Kelola dan Prioritas Pemanfaatan untuk Sektor Seni (2020)
- Seni Memberi Untuk Seni (2020)
- Kebebasan Berkesenian di Indonesia 2010-2020: Studi Pustaka (2020)
- Belajar Advokasi Kebijakan Seni: Pengantar (2021)
- Belajar Advokasi Kebijakan Seni: Metode (2021)
- Merawat Seni dengan Hati: Kondisi Kerja Emosional Perempuan (2021)
- Potret Ekosistem Musik di Indonesia (2021)
- Dalih Baru Opresi: Potret Kebebasan Berkesenian 2021 (2021)
- Stop Stigmatisasi Seni Terus: Laporan Pelanggaran Kebebasan Berkesenian (2022)
- Diam-Diam Merugikan: Situasi Hak Cipta Musik Digital Di Indonesia (2023)
- Semua yang Musisi Perlu Tahu Tentang Hak Cipta Digital (2023)
- Panduan Praktis Kebebasan Berkesenian (2023)
Referensi
- ^ "Tentang Kami". Koalisi Seni. Diakses tanggal 2024-01-04.
- ^ Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (2017). "NASKAH AKADEMIK RUU tentang Kebudayaan" (PDF). Diakses tanggal 4 Januari 2024.
- ^ Mar. "Masih Banyak Perdebatan, Pembahasan RUU Kebudayaan Akan Ditunda". hukumonline.com (dalam bahasa Indonesia). Diakses tanggal 2024-01-04.
- ^ antaranews.com (2015-09-30). "Taufiq Ismail: kretek bukan warisan budaya". Antara News. Diakses tanggal 2024-01-04.
- ^ "Pemajuan Kebudayaan". Koalisi Seni. Diakses tanggal 2024-01-04.
- ^ "UU No. 5 Tahun 2017". Database Peraturan | JDIH BPK. Diakses tanggal 2024-01-04.
- ^ Indonesia, Koalisi Seni (2019-07-03). "Ringkasan Eksekutif: Pemantauan dan Evaluasi Dua Tahun Pelaksanaan UU Pemajuan Kebudayaan". Koalisi Seni. Diakses tanggal 2024-01-04.
- ^ "Pegiat Seni Budaya Bersuara Lantang Tagih Janji Presiden Joko Widodo Majukan Kebudayaan Indonesia". Wartakotalive.com. Diakses tanggal 2024-01-04.
- ^ DA, Ady Thea. "Koalisi Ingatkan Pentingnya Strategi Pemajuan Kebudayaan". hukumonline.com (dalam bahasa Indonesia). Diakses tanggal 2024-01-04.
- ^ Media, Kompas Cyber (2019-02-05). "4 Alasan Ratusan Musisi Tolak Pengesahan RUU Permusikan Halaman all". KOMPAS.com. Diakses tanggal 2024-01-04.
- ^ Sarana, PT Balarusa Mitra (2019-11-21). "Konferensi Musik Indonesia (KAMI) 2019 Digelar Di Bandung". POP HARI INI (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-01-04.
- ^ Prabowo, Haris. "Riset Koalisi Seni: UU Hak Cipta Rugikan Musisi di Era Digital". tirto.id. Diakses tanggal 2024-01-04.
Artikel ini tidak memiliki kategori atau memiliki terlalu sedikit kategori. Bantulah dengan menambahi kategori yang sesuai. Lihat artikel yang sejenis untuk menentukan apa kategori yang sesuai. Tolong bantu Wikipedia untuk menambahkan kategori. Tag ini diberikan pada Januari 2024. |