Lompat ke isi

Suhita

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 5 Juni 2024 12.14 oleh Envapid (bicara | kontrib) (penjelasan tidak tercatat di naskah pararaton dan negarakretagama sudah dijelaskan. Cerita malaysia tersebut juga tidak mengklaim Ranggah Rajasa dari Malaysia.)
Suhita
ꦯꦸꦲꦶꦡ
Prabhu Stri Suhita
Ilustrasi Suhita
Maharani Majapahit ke 6
Berkuasa Majapahit
(1429–1447)
PendahuluWikramawardhana
PenerusKertawijaya
KelahiranSuhita
1409
Kematian1447
Majapahit
Pemakaman
Singhajaya
(Situs Reco Guru/Reco Manten)?
PasanganAji Ratnapangkaja (Bhre Kahuripan)
Nama lengkap
Prabu Sri Suhita
DinastiWangsa Rajasa
AyahWikramawardhana
IbuBhre Daha (Putri Bhre Wirabhumi)
AgamaSiwa-Buddha

Prabu Sri Suhita (ejaan China Su King Ta[1]) adalah maharani Majapahit keenam yang memerintah tahun 1429–1447 M, bersama dengan suaminya yang bernama Aji Ratnapangkaja.

Arca Suhita permaisuri Majapahit (memerintah 1429-1447 M) dari Jebuk, Kalangbret, Tulungagung. Kini koleksi Museum Nasional.

Silsilah Suhita dan hubungan dengan Bhre Daha

Diagram silsilah Wangsa Rajasa, keluarga kerajaan Singhasari dan Majapahit

Kitab Pararaton tidak menyebut secara jelas nama ibu Suhita. Silsilah Suhita muncul sebelum pemberitaan Perang Regreg. Hal ini menimbulkan kesan, seolah-olah Suhita sudah lahir dan menikah dengan Ratnapangkaja sebelum perang terjadi.

Menurut Pararaton, Ratnapangkaja bingung harus berpihak pada siapa ketika perang meletus. Apabila ia sudah menikahi Suhita tentu ia akan langsung memihak Wikramawardhana, mengingat Pararaton tidak secara tegas menyebutkan kalau ibu Suhita adalah putri Bhre Wirabhumi.

Penulis Pararaton memang sering mengabaikan urutan peristiwa secara kronologis. Misalnya, pemberontakan Ranggalawe disebut terjadi tahun 1295, tetapi baru diberitakan setelah Jayanagara naik takhta (1309).

Seputar pemberitaan Bhre Wirabhumi dijumpai adanya tiga tokoh yang menjabat Bhre Daha. Tokoh pertama adalah ibu angkat Bhre Wirabhumi yang wafat sebelum perang meletus. Bhre Daha yang kedua adalah yang diboyong Wikramawardhana setelah perang Paregreg dan meninggal sebelum peristiwa bencana kelaparan terjadi tahun 1426. Sedangkan Bhre Daha ketiga adalah Suhita yang naik takhta menggantikan Wikramawardhana dan menghukum mati Raden Gajah (pembunuh Bhre Wirabhumi dalam Perang Paregreg).

Bhre Daha yang pertama dipastikan adalah Rajadewi putri bungsu Raden Wijaya. Menurut Nagarakretagama, Bhre Wirabhumi dinikahkan dengan Nagarawardhani cucu Rajadewi.

Dari perkawinan tersebut lahir seorang putri yang kemudian menjabat sebagai Bhre Daha sepeninggal Rajadewi. Bhre Daha yang kedua inilah yang diboyong Wikramawardhana sebagai selir setelah kekalahan Bhre Wirabhumi tahun 1406.

Dari perkawinan tersebut, lahir Suhita sebagai Bhre Daha ketiga, menggantikan ibunya yang wafat menjelang bencana kelaparan 1426. Sepeninggal Wikramawardhana, Bhre Daha ketiga alias Suhita naik takhta tahun 1429. Usianya saat itu diperkirakan sekitar 20-an tahun.

Silsilah Aji Ratnapangkaja

Aji Ratnapangkaja, suami Suhita menurut Pararaton, bergelar Bhra Hyang Parameswara Ratnapangkaja, Ibu Ratnapangkaja bernama Surawardhani alias Bhre Kahuripan, adik Wikramawardhana. Ayahnya bernama Raden Sumirat yang menjadi Bhre Pandansalas, bergelar Ranamanggala.

Dalam Nagarakretagama (ditulis 1365), Surawardhani masih menjabat Bhre Pawanuhan dan belum menikah. Gelar Bhre Kahuripan saat itu masih dijabat neneknya, yaitu Tribhuwana Tunggadewi. Menurut Pararaton, sepeninggal Tribhuwana Tunggadewi dan Surawardhani, jabatan Bhre Kahuripan kemudian diwarisi Ratnapangkaja.

Ratnapangkaja memiliki tiga saudara perempuan, yaitu Bhre Mataram, Bhre Lasem, dan Bhre Matahun. Ketiganya masing-masing secara unik dinikahi oleh ayah, anak, dan cucu, yaitu Wikramawardhana, Bhre Tumapel, dan Bhre Wengker.

Bhre Wengker dari istri lain, memiliki putri Bhre Jagaraga dan Bhre Pajang, yang keduanya dinikahi Ratnapangkaja. Silsilah ini semakin rumit ketika Ratnapangkaja menikahi Suhita, putri Wikramawardhana.

Masa Pemerintahan Suhita dan Ratnapangkaja

Suhita memerintah berdampingan dengan suaminya, Ratnapangkaja, yang bergelar Bhatara Parameswara Ratnapangkaja. Pada tahun 1433 Suhita membalas kematian Bhre Wirabhumi dengan cara menghukum mati Raden Gajah alias Bhra Narapati penguasa Djinggan. Dari berita ini terasa masuk akal kalau hubungan Bhre Wirabhumi dan Suhita adalah kakek dan cucu, meskipun tidak disebut secara tegas dalam Pararaton.

Nama Suhita juga muncul dalam kronik Tiongkok dari Kuil Sam Po Kong sebagai Su-king-ta, yaitu raja Majapahit yang mengangkat Gan Eng Cu sebagai pemimpin masyarakat Tionghoa di Tuban dengan pangkat A-lu-ya. Tokoh Gan Eng Cu ini identik dengan Arya Teja, kakek Sunan Kalijaga.

Hubungan dengan kerajaan Kelantan

Menurut cerita rakyat dari Kelantan, hubungan Kelantan dan Majapahit bermulai dari Raja Kerajaan Chermin (yang meliputi Kelantan, Singgora, dan Langkasuka) yang bernama Bharubhasa atau Sultan Mahmud Jiddah Riayah Saadatussalam (1339-1362) yang bergabung dengan Majapahit untuk meminta perlindungan dari serangan pasukan Thai pada tahun 1357. Raja Bharubasa kemudian dilanjutkan oleh anaknya Sultan Baki Shah (1391-1418), yang memiliki dua orang anak; Sultan Sadik Muhammad Shah (1418-1429) dan Sultan Iskandar Shah atau Raja Kemas Jiwa (1429-1467). Dirinya dipercaya pernah menikah dengan Ratu Suhita, dan memakai gelaran Bhre Parameshwara Sang Aji Jaya Ningrat ketika tinggal di Jawa. Raja Kemas Jiwa terpaksa harus bercerai dengan Ratu Suhita karena dilantik sebagai Sultan Kelantan pada tahun 1429 ketika Iskandar Shah meninggal dan Suhita naik takhta. Di Kelantan ia menamakan kerajaannya sebagai kerajaan Majapahit II. Pengaruh Majapahit ini hanya bertahan hingga anaknya Sultan Mansur Shah (1467-1511), karena pasukan Kelantan-Majapahit ditaklukan pasukan Pattani-Ayutthaya. Keris kebesaran kerajaannya yaitu Keris Pelangi Merbo juga dinamakan dengan Keris Majapahit karena dipercaya berasal dari Jawa dan masih menjadi keris pusaka raja-raja Kelantan turun temurun hingga sekarang. [2][3] Walau begitu riwayat hubungan Suhita dengan keturunan penguasa Kelantan sebelum menjadi maharani tidak dicatat di dalam sumber tertulis mengenai sejarah Majapahit yakni Negarakertagama dan Pararaton ataupun prasasti tidak pernah menuliskan mengenai pernikahan Ratu Suhita dengan seseorang dari Kelantan, sehingga diragukan kebenarannya.

Akhir Hayat

Pada tahun 1437 Bhatara Parameswara Ratnapangkaja meninggal dunia. Sepuluh tahun kemudian, yaitu tahun 1447 Suhita meninggal pula. Pasangan suami istri itu dicandikan bersama di Singhajaya.

Karena tidak memiliki putra mahkota, Suhita digantikan adiknya, yaitu Dyah Kertawijaya, sebagai raja selanjutnya.

Kepustakaan

  • M.C. Ricklefs. 1991. Sejarah Indonesia Modern (terjemahan). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
  • Poesponegoro, M.D., Notosusanto, N. (editor utama). Sejarah Nasional Indonesia. Edisi ke-4. Jilid II. Jakarta: Balai Pustaka, 1990.
  • Slamet Muljana. 2005. Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara (terbitan ulang 1968). Yogyakarta: LKIS

Catatan kaki

  1. ^ (Indonesia) Muljana, Slamet (2005). Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya negara-negara Islam di Nusantara. PT LKiS Pelangi Aksara. hlm. 61. ISBN 9798451163. ISBN 9789798451164
  2. ^ Ramadhanny, Fitraya (2017-06-19). "Siapa Ali Nurul Alam, Sang Patih Arya Gajah Mada?". detiknews. Diakses tanggal 2023-10-19. 
  3. ^ "Jawa dan Melayu dalam sejarah". Malaysiakini. 2018-08-02. Diakses tanggal 2022-02-20. 
Didahului oleh:
Wikramawardhana
Ratu Majapahit
1429—1447
Diteruskan oleh:
Dyah Kertawijaya