Lompat ke isi

Tafsiran Injil Lukas 8: 16-18

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 23 Februari 2011 11.03 oleh PT46Nyssa (bicara | kontrib)

TAFSIR PERUMPAMAAN

“Perumpamaan Tentang Pelita” (Lukas 8: 16-18)


Latar Belakang Teks

Injil Lukas ditulis sekitar tahun 80-85 Masehi. Tradisi Kristen mula-mula mengatakan bahwa Injil Lukas ditulis oleh seorang non-Yahudi yang berbahasa Yunani (kemungkinan dari Anthiokhia), ia adalah dokter medis, berpendidikan, dan menjadi kawan seperjalanan Paulus, orang ini bernama Lukas. Namun demikian, Lukas menyerahkan buku hasil tulisannya ini (Injil Lukas) kepada Teofilus (seseorang yang memegang jabatan tinggi dalam pemerintahan kekaisaran Romawi) dengan maksud supaya tulisannya itu dapat diperbanyak dan disebarkan ke beberapa wilayah di sekitar Roma. Sementara itu, sidang pembaca Injil Lukas adalah suatu jemaat yang berbahasa Yunani dan mereka bukan keturunan Yahudi, secara menyeluruh mereka adalah orang yang berkebangsaan dan berkebudayaan Yunani. Walapun sidang pembaca Injil Lukas bukan orang Yahudi, namun penulis Injil Lukas memastikan bahwa pembacanya sudah akrab dengan kitab-kitab PL.

Secara keseluruhan, Injil Lukas berbicara mengenai “Yesus yang datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang”. Dengan kata lain, penyataan diri Yesus sebagai Anak Allah yang Maha Kuasa merupakan tema pokok Injil Lukas. Penulis Injil Lukas sepenuhnya membahas tentang karya-karya Yesus dari pasal pertama hingga akhir Injil Lukas. Tak jarang pula, penulis Injil Lukas menulis perumpamaan-perumpamaan yang dibuat oleh Yesus dengan maksud untuk memanggil dan menyelamatkan yang hilang.


Analisis Sumber

Dalam bagian pendahuluan Injil Lukas (1: 1-4), Lukas menyatakan bahwa tulisannya ini dibuat berdasarkan penelitian intensif mengenai sejarah Injil, agar ia mampu menulis laporan yang dapat dipercaya. Selain itu, dalam menyususn tulisannya ini juga membaca tulisan-tulisan yang berisi informasi-informasi handal dari saksi-saksi mata yang dapat dipercaya. Salah satu dokumen yang dipelajari dan dikutip oleh Lukas yaitu Injil Markus. Oleh karena itu, perumpamaan seperti ini juga terdapat di dalam Injil Markus 4 ayat 21-25. Dari hal ini dapat dilihat bahwa Injil Lukas menggunakan Injil Markus sebagai sumber.


Analisis Eksegetis

Dalam pasal ini, Yesus kembali menggunakan perumpamaan untuk menyampaikan kabar baik, kabar kerajaan Allah kepada umatnya. Dapat diduga bahwa pendengar-pendengarnya adalah khalayak umum. Sementara itu, umat yang mendengarkan perumpamaan yang diucapkan oleh Yesus justru tidak mengerti apa yang ingin Yesus ucapkan. Seringkali muncul pernyataan bahwa, “Yesus menggunakan perumpamaan untuk membuat orang tidak mengerti ucapan-Nya”. Namun demikian, Yesus menepis anggapan ini. Yesus menggunakan kutipan dari Kitab Yesaya 6:9 untuk melukiskan kenyataan bahwa beberapa orang akan melihat, tetapi tidak menangkap, mendengar tetapi tidak memahami karena hatinya keras. Sementara itu, bukan berarti orang-orang yang tidak medengar dan memahami makna.pesan Yesus yang terdapat dalam perumpamaan adalah orang-orang yang dilupakan Yesus. Sebaliknya, Yesus mengutus para murid untuk memberitakan sabda Allah ke seluruh dunia serta menyadarkan dan membuat oranglain mengerti dan melaksanakan perintah kerajaan Allah (melalui perumpamaan itu).

Dalam pasal ini, Yesus menggunakan beberapa benda sebagai alat perumpamaan-Nya, di antaranya: pelita, tempayan, tempat tidur, kaki dian, cahaya. Dalam ayat 16 ketika Yesus menggunakan pelita (sebagai perumpamaannya) yang dalam bahasa Yunani adalah lampas, adalah obor kain yang digunakan sebagai sumbu dan dicelupkan dalam minyak, pelita ini biasanya digunakan sebagai penerangan dalam rumah dan juga saat perjamuan kawin. Dalam ayat ini, Yesus menggunakan ‘pelita’ sebagai alat perumpamaan-Nya dengan maksud memberitakan terang Injil yang Ia bawa kepada manusia melalui perumpamaan. Melalui perumpamaan ini, Yesus ingin mencerahkan kehidupan spiritual dan keagamaan para pendengar-Nya untuk patuh dan setia kepada Injil jangan meletakkan terang tersebut di bawah tempat tidur, yang mana ‘tempat tidur’ di sini melambangkan kemalasan atau segala sesuatu yang menyebabkan terang Injil yang harus diberitakan kepada semua orang, justru tidak dilihat oleh orang-orang tersebut.

Selanjutnya, melalui pasal ini Yesus ingin mengatakan bahwa orang yang tidak menutup hatinya terhadap Firmah Allah akan diberi kekayaan kerajaan Allah di dalam hati, pikiran, tindakan mereka akan selalu dilindungi, disinari oleh terang kerajaan Allah. Kesimpulan dari ketiga ayat ini, yaitu Yesus memberikan simbol ‘terang Injil atau terang kerajaan Allah’ melalui simbol ‘pelita’. Jika pelita itu diletakan di tempat yang dapat dilihat oleh orang, maka pelita itu akan berguna bagi orang lain. Sebaliknya, jika pelita itu diletakkan di bawah tempat tidur atau di dalam tempayan, maka sinarnya tidak dapat dilihat jelas oleh orang di sekitarnya. Begitu pula halnya dengan kehidupan, jika dalam kehidupan ini kita tidak menerapkan Injil atau pesan Allah melalui Alkitab, maka orang-orang di sekitar kita tidak dapat melihat kita sebagai anak-anak Allah.


Penerapan

Melalui perumpamaan ini, terdapat beberapa pesan kehidupan yang dapat diterapkan dalam kehidupan setiap hari, yaitu : - Layaknya pelita yang berfungsi sebagai penerang, maka dalam kehidupan setiap hari orang Kristen harus menjadi terang dalam arti, memberikan contoh kehidupan yang baik kepada sesamanya sesuai dengan Injil yang berfungsi sebagai penerang dalam kehidupan setiap hari. - Untuk itu, sebagai pengikut Kristus harus membaca Alkitab dan menemukan pesan apa yang ingin diungkapkan dalam Alkitab. Pengikut Kristus harus bergaul erat dengan Alkitab, sebagai sabda Allah yang tertulis. - Dengan begitu membaca dan menerapkan FirmanAllah dalam kehidupan, maka Allah akan menuntun setiap langkah dan kehidupan kita setiap hari. Dan kita terus-menerus mendapatkan kasih dan berkat Allah dalam kehidupan.


Daftar Pustaka

James Burton Coffman, “Commentary on Luke”, Texas: Firm Foundation Publishing House, 1975 Douglas J.D. “Ensiklopedi Alkitab Masa Kini 1”, Jakarta: Yayasan Bina Kasih/OMF, 1992 B.F. Drewes, “Satu Injil Tiga Pekabar”, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1998 C. Groenen OFM, “Pengantar Ke Dalam Perjanjian Baru”, Yogyakarta: Kanisius, 1984 Lembaga Biblika Indonesia, “Tafsir Alkitab Perjanjian Baru”, Yogyakarta: Kanisius, 2002