Lompat ke isi

A.M. Hendropriyono

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 27 September 2012 06.43 oleh Tontowy (bicara | kontrib)
A.M. Hendropriyono
Berkas:Hendropriyono tempo.jpg
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia 9
Masa jabatan
14 Maret 1998 – 21 Mei 1998
PresidenSoeharto
Sebelum
Pengganti
Petahana
Sebelum
Masa jabatan
21 Mei 1998 – 26 Oktober 1999
PresidenAbdurrahman Wahid
Informasi pribadi
Lahir17 Mei 1945 (umur 79)
Jepang Yogyakarta, Masa Pendudukan Jepang
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Abdullah Makhmud Hendropriyono atau A.M. Hendropriyono (lahir 7 Mei 1945) adalah Kepala Badan Intelijen Negara pada Kabinet Gotong Royong. Beliau adalah lulusan Akademi Militer Nasional Magelang angkatan tahun 1967.

Pada pertengahan April 2010, dia menjadi komisaris di PT Carrefour Indonesia[1].

Karier

Lain-lain

  • 1994 - 1998 - Ketua KTI (Komisi Tinju Indonesia)

Kilas Balik

19 Januari 1991

Danrem 043/Garuda Hitam Kol (Inf) Drs [A.M. Hendropriyono] dengan bijaksana dan seksama melakukan pemindahan petani kopi (perambah hutan) dari kawasan hutan lindung di Kecamatan Pulau Panggung, Kabupaten [Lampung Selatan] dan Kecamatan Sumber Jaya, Kabupaten Lampung Utara, melalui operasi senyum Binter Tanggamus, ke sejumlah lokasi baru seperti Rawa Jitu dan Rawa Pitu, [Lampung Utara].

Sebelumnya, pemindahan petani kopi ini dari kawasan hutan lindung ini dilaksanakan oleh Pemda Lampung Selatan dibawah kordinasi langsung Bupati, namun menimbulkan keributan, karena sejumlah perumahan di dalam kawasan tersebut dibakar.

Keberhasilan operasi senyum Binter Tanggamus yang diprakarsai Danrem 043/Garuda Hitam Kol (Inf) Drs [A.M. Hendropriyono], karena setiap KK (dari sekitar 4000 KK) yang dipindahkan mendapat fasilitas sebuah rumah serta lahan usaha pertanian seluas dua hektar, termasuk lahan pekarangan 0,25 ha. Juga, diberikan alat-alat pertanian serta jaminan hidup berupa beras dan lauk-pauk selama 18 bulan. (KOMPAS, Selasa, 22 Januari 1991, halaman 12. Telah Dipindahkan, "Petani Liar" Hutan Lindung Pulau Punggung.)

21 Januari 1991

Brigjen Drs H. [A.M. Hendropriyono] menempati posisi Direktur "D" Bais ABRI, menggantikan Brigjen TNI Todo Sihombing. Sebelumnya, Hendropriyono, menjabat sebagai Komandan Resor Militer 043 Garuda Hitam (Kodam II/Sriwijaya), dengan pangkat Kolonel (infanteri). (KOMPAS, Senin, 21 Januari 1991, halaman 12. Nama dan Peristiwa: Alih Tugas Jabatan Markas ABRI)

02 April 1993

Mayjen Drs H. [A.M. Hendropriyono] dilantik oleh KSAD Jenderal [Edi Sudradjat] sebagai Pangdam Jaya ke-11 menggantikan Mayjen K. Harseno. Sebelumnya A.M. Hendropriyono menjabat Direktur A Bais ABRI, dengan pangkat Brigjen (1992). (KOMPAS, Sabtu, 03 April 1993, halaman 1. ABRI tidak Hendaki, Kemajuan dengan Perubahan Menyimpang.)

12 April 1993

Meski belum genap dua pekan Mayjen Drs H. [A.M. Hendropriyono] menjabat sebagai [Pangdam Jaya], ia sudah memperhatikan dengan serius aspek kesejahteraan prajurit di lingkungan [Kodam] (Komando Daerah Militer) Jaya/Jayakarta. Khususnya yang berkaitan dengan perumahan dinas prajurit yang saat itu dalam kondisi kumuh.

Sejak 12-14 April 1993 Mayjen Drs H. [A.M. Hendropriyono] selaku [Pangdam Jaya] melakukan kunjungan ke beberapa kesatuan di luar Makodam Jaya Jl. Mayjen Sutoyo, [Cililitan], Jaktim. Yaitu, berkunjung ke Markas Komando Brigif-1 Pengamanan Ibukota Jaya Sakti dan Yonif 201-Jaya Yudha di kawasan Pasar Rebo, [Jakarta Timur]; juga perumahan dinas para prajurit di Detasemen Zeni Tempur 3 Kodam Jaya di kawasan Cijantung, [Jakarta Timur]; serta berkunjung ke Men Arhanud-1 dan Yon Arhanud Se-6 di kawasan Lagoa, [Tanjung Priok], [Jakarta Utara].

Kepada stafnya yang menangani masalah kesejahteraan, Mayjen Drs H. [A.M. Hendropriyono] saat itu menginstrusikan untuk melakukan inventarisasi kondisi perumahan prajurit di lingkungan Kodam Jaya yang tergolong kumuh, untuk segera ditingkatkan kualitasnya. (KOMPAS, Rabu, 14 April 1993, halaman 7. Diprioritas, Perumahan Dinas Prajurit Kodam Jaya)

23 April 1993

Tidak hanya memperhatikan aspek kesejahteraan prajurit, Mayjen Drs H. A.M. Hendropriyono juga sangat serius memperhatikan aspek kedisiplinan prajuritnya. Ketika dilaporkan ada oknum prajurit yang melakukan tindakan tak patut, Hendropriyono memprosesnya secara hukum. Bahkan pada 27 April 1993, oknum pelaku pungutan ilegal tersebut dipecat melalui apel luar biasa yang berlangsung di Markas [Pomdam Jaya] Jl. Guntur, [Jakarta Selatan].

Sebagaimana diberitakan media, seorang [Tamtama] berpangkat [Kopral] dilaporkan melakukan pungutan ilegal terhadap puluhan pengemudi kendaraan umum metromini T-42 dan T- 47. Dalam melakukan aksinya, oknum [Kopral] tersebut menggunakan sepeda motor dinas dan berseragam dinas lengkap. (KOMPAS, Sabtu, 24 April 1993, halaman 7. Pangdam Jaya: Diperiksa, Oknum ABRI yang Pungli Sopir Metromini)

03 Mei 1993

Upaya menegakkan serta mengawasi penerapan tatatertib dan kedisiplinan militer, yang dilakukan Mayjen Drs H. [A.M. Hendropriyono] selaku [Pangdam Jaya] antara lain ditempuh dengan memberikan nasehat-nasehat. Sebagaimana pernah terjadi pada oknum [Tamtama] yang terjaring dalam operasi "Bulan Penghormatan" periode I di wilayah Garnisun I/Jakarta. Saat terjaring oknum [Tamtama] berpangkat [Kopral] mengendarai sepeda motor mengenakan ‘helm proyek’ dan berambut gondrong. (KOMPAS, Senin, 03 Mei 1993. Foto: Rambut Gondrong)

08 Mei 1993

Pada tanggal 29 April 1993, sejumlah tujuh orang yang berstatus mahasiswa, guru, atlet, pegawai Deppen Pusat dan karyawan swasta datang ke Pelabuhan Perikanan Samudera Jakarta (PPSJ) Muara Baru untuk belanja ikan. Ketujuh orang tadi sempat mengalami tindak kekerasan (dipecuti dengan ekor ikan pari kemudian direndam di air dalam kolam) dari oknum petugas yang ditempatkan di sana. Sekitar sepekan kemudian, peristiwa tersebut dipublikasikan media massa (07 Mei 1993).

Mayjen TNI [A.M. Hendropriyono] selaku [Pangdam Jaya] yang mengetahui peristiwa tersebut dari media massa langsung mengambil tindakan, memerintahkan Dan [Pomdam Jaya] segera mengusut tuntas peristiwa tersebut.

Selain mengambil tindakan tegas, Pangdam Jaya Mayjen TNI [A.M. Hendropriyono] juga mengapresiasi sikap warga yang berani mengadukan tindakan tidak terpuji yang dilakukan oleh oknum petugas, sebagai tindakan yang tepat. (KOMPAS, Sabtu, 08 Mei 1993, halaman: 7. Pangdam Jaya: Diusut, Kasus Penganiayaan oleh Oknum Petugas di PPSJ)

Juli 1993

Sejak awal Juli 1993, Pangdam Jaya Mayjen TNI [A.M. Hendropriyono] memberikan kesempatan kepada organisasi kemasyarakatan (ormas) maupun [organisasi politik] (orpol) bertatap muka dan berdialog langsung dengannya untuk menyampaikan berbagai permasalahan, sambil minum kopi atau sarapan. Caranya, melakukan pendaftaran terlebih dahulu, dan dalam bentuk kelompok (organisasi).

Melalui forum coffee morning yang berlangsung mulai pukul 07:00 pagi dimaksudkan untuk memperoleh masukan langsung dari masyarakat tanpa harus melalui jalur birokrasi.

Selain ormas dan orpol, forum coffee morning ini antara lain pernah dihadiri oleh para gepeng (gelandangan dan pengemis) yang berpoperasi di tujuh wilayah yaitu [Jakarta Barat], [Jakarta Utara], [Jakarta Timur], [Jakarta Selatan], [Jakarta Pusat], [Bekasi] dan [Tangerang]. (KOMPAS, Rabu, 21 Juli 1993, halaman 7. Info Jabotabek: Pangdam Jaya Dan Gepeng)

10 Juli 1993

Program [ABRI] Masuk Desa (AMD) yang ke-43 berlangsung sejak 10 Juli 1993 hingga 03 [Agustus] 1993. Pekerjaan yang dilakukan dalam program AMD di wilayah [Jakarta Pusat] tersebut adalah perbaikan dua [Balai Warga], satu [Musholla], dan pengerasan jalan. Selain itu, juga dilakukan pekerjaan non fisik seperti ceramah kesadaran berbangsa dan bernegara kepada masyarakat dan pelajar.

Pangdam Jaya Mayjen TNI [A.M. Hendropriyono] pada acara penutupan AMD ke-43 kala itu berharap, hasil kerja AMD bisa bermanfaat dan dapat dipelihara oleh warga, bahkan pada kesempatan berikutnya dapat dikembangkan lebih jauh lagi. (KOMPAS, Selasa, 03 Agustus 1993, halaman 7. Info Jabotabek: Pangdam Tutup AMD-XLIII)

11 Agustus 1993

Pada Rabu siang tanggal 11 Agustus 1993, Pangdam Jaya Mayjen TNI [A.M. Hendropriyono] mendatangi [Lembaga Bantuan Hukum] (LBH) yang terletak di Jalan Diponegoro 74 [Jakarta Pusat], untuk mengucapkan selamat atas pengangkatan Dr [Adnan Buyung Nasution] SH sebagai tokoh hak asasi manusia.

[Adnan Buyung Nasution] yang saat itu menjabat sebagai Ketua Dewan Pengurus [YLBHI] periode 1993-1997, ditemani oleh Direktur Eksekutif YLBHI Drs [Mulyana W Kusumah] serta Kepala Divisi Khusus YLBHI [Hendardi]. Pertemuan berlangsung selama sekitar 10 menit.

Dalam sejarah berdirinya [LBH], [A.M. Hendropriyono] adalah pejabat militer pertama yang datang ke [LBH] atas inisiatifnya sendiri, bukan atas undangan [LBH] untuk menghadiri suatu acara. Bagi Buyung sendiri, pertemuannya dengan Hendropriyono merupakan pertemuan pertamanya. "Dia seorang perwira tinggi yang punya keberanian untuk melakukan terobosan. Setidaknya, mencoba menghilangkan kesan bahwa militer itu angker. Itu terobosan simpatik." Demikian komentar [Adnan Buyung Nasution] kepada [harian Kompas].

Sekitar sebulan kemudian, tepatnya tanggal 8 September 1993, langkah Hendropriyono diikuti Brigjen Pol (Dra) [Roekmini Koesoemo Astoeti], yang juga menemui Buyung di kantornya. Saat itu Roekmini bertugas di Mabes ABRI sebagai staf di Kassopol [ABRI]. Roekmini juga pernah menjadi anggota Komisi II [DPR] mewakili F-ABRI dan ketika itu dikenal sebagai salah seorang anggota [DPR] yang sangat vokal. (KOMPAS - Kamis, 12 Aug 1993 Halaman: 1 Hendropriyono Temui Buyung)

12 Agustus 1993

Menegakkan serta mengawasi penerapan tatatertib dan kedisiplinan militer yang diupayakan Pangdam Jaya Mayjen TNI [A.M. Hendropriyono], kembali mendapat ujian ketika pada Rabu siang 11 Agustus 1993 terjadi tindakan penganiayaan yang dilakukan oleh dua oknum prajurit terhadap wartawan harian [Pos Kota] yang sedang melakukan tugas jurnalistik di kompleks Pengujian Kendaraan Bermotor (PKB) [DLLAJR] di Ujung Menteng, [Jakarta Timur].

Aries Byantoro ([wartawan] [Pos Kota] yang saat itu berusia 39 tahun), dikabarkan diinterogasi di sbeuah ruangan, ditendang dan dipukul pakai pistol sehingga menderita luka pada dagu, punggung dan kedua kakinya, meskipun sudah menunjukkan kartu [PWI] Jaya dan kartu karyawan Pos Kota.

Menyikapi hal tersebut, Pangdam Jaya Mayjen TNI [A.M. Hendropriyono] memerintahkan jajarannya untuk mengusut tuntas kasus tersebut. Karena, tindakan semena-mena dan main hakim sendiri yang dilakukan oleh oknum [prajurit] tadi, merupakan tindakan tercela dan dapat dikategorikan melanggar tata tertib dan disiplin [TNI].

Selain itu, Hendropriyono juga mengimbau, agar warga masyarakat yang mengalami perlakukan semena-mena oleh oknum prajurit segera melapor. "Langsung lapor ke atasannya atau ke saya, tidak perlu lewat jalur birokrasi. Selonong saja ke saya. Dari hari Selasa sampai Jumat kan saya 'buka praktek' dari jam 7.00 sampai 8.00 pagi lewat minum kopi pagi (coffe morning). (KOMPAS, Jumat, 13 Agustus 1993, halaman 7. Pangdam: Usut Kasus Penganiayaan Wartawan "Pos Kota")

13 Agustus 1993

Sebagaimana diulas harian Kompas edisi 13 Agustus 1993, pada masa kepemimpinan [A.M. Hendropriyono] sebagai [Pangdam Jaya], ada dikenal program [Sekolah Khusus Kodam Jaya] sebagai langkah kongkret [Kodam Jaya] mengatasi maraknya perkelahian pelajar yang dari tahun ke tahun semakin ganas, brutal dan berani. Bahkan, dari berbagai peristiwa, para pelajar yang berkelahi itu telah melecehkan guru, orangtua dan aparat keamanan.

Perkelahian antar pelajar itu tidak sekedar baku hantam, tetapi juga merusak sarana angkutan umum, membajak bus kota, melukai awak bus. Juga, menghadirkan rasa takut di kalangan masyarakat umum pengguna kendaraan umum.

Sejumlah pelajar yang pernah terlibat perkelahian kala itu, kemudian diikutkan ke dalam program sekolah khusus ini yang berlangsung selama sebulan. Kepada mereka dilatih kedisiplinan.

Dalam acara coffee morning Pangdam Jaya Mayjen TNI [A.M. Hendropriyono] pada hari Selasa tanggal 10 [Agustus] 1993 di Makodam Jaya [Cililitan], sejumlah orangtua memuji program itu sebagai gagasan yang bagus.

Sekitar satu bulan kemudian, gagasan yang dipraktekkan Kodam Jaya tersebut juga diterapkan di [Kodim] [Tangerang]. Sekolah khusus bagi pelajar bermasalah ini dibuka Dandim [Tangerang] (saat itu), Letkol (Inf) Darizal Basir pada hari Kamis tanggal 16 [September] 1993 siang.

Pesertanya, 11 pelajar STM dari 3 STM yang ada di Kotamadya Tangerang. Para pelajar ini akan dididik oleh para guru pelajar bersangkutan dan aparat Kodim, dengan waktu pendidikan minimal 1 minggu dan maksimal 1 bulan tergantung dari pelajar bersangkutan. Sekolah khusus ini merupakan petunjuk Pangdam Jaya, Mayjen TNI [A.M. Hendropriyono] tentang pendidikan bagi pelajar bermasalah yang memerlukan pembinaan dan pengasuhan khusus. Selama pendidikan, para pelajar harus tetap tinggal di Makodim. Tujuannya, adalah mendidik dan mendisiplinkan remaja pelajar yang terlibat perbuatan tidak terpuji. (KOMPAS, Jumat, 13 Agustus 1993, halaman 4. Tajuk Rencana: Menempatkan Kehadiran Sekolah Khusus yang Diselenggarakan Kodam Jaya)

23 Agustus 1993

Selain dikenal pandai melakukan terobosan seperti [Sekolah Khusus Kodam Jaya], Pangdam Jaya Mayjen TNI [A.M. Hendropriyono] juga pernah melakukan terobosan berupa ‘keharusan’ membuat karya tulis bagi narapidana politik yang akan menjalani masa bebas bersyarat.

Menurut [Menteri Kehakiman] (saat itu) [Oetojo Oesman] SH, gagasan Pangdam Jaya tersebut merupakan gagasan bagus. Peraturan Menkeh tahun 1991, memang memberi kewenangan [Bakorstanas] untuk berperan sebagai pengamat dalam proses pembebasan bersyarat. Pangdam Jaya dalam hal ini adalah juga Ketua [Bakorstanasda] Jaya.

Salah satu narapidana politik yang ‘menikmati’ gagasan ini adalah [AM Fatwa], yang pernah menjadi sekretaris pribadi mantan Gubernur DKI Jakarta [Ali Sadikin], dan dijatuhi hukuman 18 tahun penjara oleh [Pengadilan Negeri] [Jakarta Pusat] pada tahun 1984.

Selain [AM Fatwa] ada juga [Abdul Qadir Jaelani] terpidana [kasus Tanjung Priok 1984] yang menyampaikan ‘karya tulisnya’ secara lisan. (KOMPAS, Senin, 23 Agustus 1993, halaman 6. Menkeh Oetojo Oesman: Perlu Dikaji, Gagasan Napi Politik Membuat Skripsi; KOMPAS - Rabu, 25 Aug 1993 Halaman: 6 Kasdam Jaya Brigjen Wiranto: Bakorstanasda Tidak Mengada-ada).

01 Oktober 1993

Pangdam Jaya Mayjen TNI [A.M. Hendropriyono] menjadi anggota Dewan Kehormatan [PB Pertina] (Pengurus Besar Persatuan Tinju Amatir Indonesia) periode 1993-1998, bersama-sama [Saleh Basarah] (mantan ketua PB Pertina), [Sahala Radjagukguk], dan [Bob Hasan]. (KOMPAS, Sabtu, 02 Oktober 1993, halaman 15. Mayjen Paul Toding: Ketua Umum PB Pertina)

12 November 1993

Salah satu kejutan Hendropriyono lainnya adalah mengatifkan kembali geliat [Perguruan Tinggi Dakwah Islam] (PTDI) yang selama 9 tahun belakangan ditutup pihak berwajib, karena sebagian pengurusnya terkait Insiden Tanjungpriok September 1984. Bahkan Pangdam V Jaya Mayjen TNI [A.M. Hendropriyono] yang juga menjabat sebagai Kepala [Bakorstanasda] Jaya, menyampaikan kuliah perdana di hadapan sekitar 150 mahasiswa PTDII pada hari Jum’at tanggal 12 November 1993.

PTDII semula bernama Akademi Dakwah Islam, didirikan pada tahun 1960, di bawah naungan Yayasan Pesantren Islam (Yapis). Secara kelembagaan PTDII tidak ada kaitan dengan insiden Tanjung Priok 1984, namun beberapa dosen dan pengurus PTDI, termasuk Prof H. [Oesmany Al-Hamidy], sang Rektor, saat itu diduga terlibat [kasus Tanjung Priok].

Prof H. [Oesmany Al-Hamidy] sendiri sebelumnya adalah mantan perwira [CPM] (Corps Polisi Militer) yang berhenti sejak 1957. Ia sempat diadili dan menjalani hukuman penjara selama 6 tahun 10 bulan dalam kasus Tanjung Priok 1984. (KOMPAS, Sabtu, 13 November 1993, halaman 7. Pangdam Jaya Beri Kuliah Umum Perdana di PTDII)

14 Desember 1993

Kedatangan Pangdam Jaya Mayjen TNI [A.M. Hendropriyono] ke mesjid Hidayatullah yang terletak di Setiabudi Kuningan, [Jakarta Selatan], membawa berkah. Setelah berbulan-bulan terancam akan dibongkar, Mesjid Hidayatullah akhirnya tak jadi dibongkar oleh [PT Danamon]. Kepastian itu diketahui setelah terdapat permufakatan antara [developer] dengan pihak [mesjid].

Permufakatan itu ditindaklanjuti dengan membuat perjajian yang ditandatangani oleh Direktur [PT Danamon], Andreas, serta Ketua pengurus mesjid, KH Nawawi Hakam, serta 29 anggota pengurus.

Isi perjanjian kesepakatan itu antara lain, developer menjamin [mesjid] tak akan rubuh akibat galian tanah di sekelilingnya dengan membangun penyanggah. Sedang jalan menuju mesjid digeser ke pojok, namun diperlebar (hingga 6 meter) dan atas biaya [developer]. Kemudian developer mengakui bahwa lokasi tanah areal mesjid adalah sertifikat hak milik [mesjid].

Ketua pengurus [mesjid], Nawawi, mengatakan bahwa [mesjid] baru yang sudah dibangun [developer] dengan biaya milyaran sekitar 1,5 km dari lokasi sengketa, yang tadinya diperuntukkan bagi penggantian mesjid yang lama, akhirnya direlakan oleh [PT Danamon].

"Mesjid itu sudah mulai dimakmurkan masyarakat setempat, dan rasanya tak ada yang mempersoalkan keberadaannya sekarang. Terus terang semua ini berkat kedatangan Pangdam Hendropriyono ke mesjid…” ucap KH Nawawi Hakam. (KOMPAS, Rabu, 15 Desember 1993, halaman 7. MESJID HIDAYATULLAH TAK JADI DIBONGKAR)

17 Desember 1993

Pangdam Jaya Mayjen TNI [A.M. Hendropriyono] pada 17 Desember 1993 ditetapkan sebagai [Man of the Year 1993] oleh majalah berita [Editor]. Penghargaan tersebut berlangsung di [Hotel Sahid], Jakarta.

Sepanjang sejarah majalah tersebut, Pangdam Jaya Mayjen TNI [A.M. Hendropriyono] merupakan [Man of the Year] ketiga yang berasal dari [ABRI] sejak pemilihan tokoh dilakukan pertama kali tahun 1988. Dua nama lain yang pernah dipilih adalah Jenderal (Pur) [LB Moerdani] (1988), dan Jenderal (Pur) [Rudini] (1991). Tiga tokoh lain yang pernah dipilih Editor yaitu Drs Marzuki Usman (1989), KH [Abdurrahman Wahid] (1990), dan Prof Dr Ing [BJ Habibie] (1992).

Mayjen TNI [A.M. Hendropriyono] dipilih sebagai tokoh karena memiliki gagasan yang orisinal, dan mungkin juga kontroversial. Misalnya, di tengah maraknya peristiwa politik di tanah air, sejak dilantik menjadi [Pangdam Jaya] April 1993, dia membuka dialog dengan tokoh-tokoh kritis, misalnya [Adnan Buyung Nasution], [Ali Sadikin], dan tokoh-tokoh lain dari [Petisi 50]. Juga, melontarkan dan melaksanakan sekolah khusus di markas Kodim bagi pelaku perkelahian antarpelajar. Pangdam Jaya itu juga yang melontarkan ide pembuatan "skripsi" bagi narapidana politik yang belakangan semakin banyak dibebaskan. (KOMPAS, Kamis, 16 Desember 1993, halaman 16. Nama dan Peristiwa: Pangdam Jaya Mayjen TNI Abdullah Mahmud Hendropriyono (47) ditetapkan sebagai Man of the Year 1993)

20 Desember 1993

Pangdam Jaya Mayjen TNI [A.M. Hendropriyono] membawakan puisi karya [Taufiq Ismail] berjudul Ibunda Kita Suarga Kita dalam acara "Bapak- Bapak Baca Puisi" menyambut Hari Ibu di Graha Bhakti Budaya [Taman Ismail Marzuki] (TIM) hari Senin tanggal 20 Desember 1993, malam. Mengaku deg-degan menunggu giliran membaca, dan bingung membaca puisi buatan sendiri, akhirnya Hendro memilih puisi karya [Taufiq Ismail]. Acara yang diselenggarakan Yayasan Ananda dan [Pusat Kesenian Jakarta], dipandu oleh penyair [Taufiq Ismail], menampilkan belasan bapak-bapak terkemuka di negeri ini.

Hadir membacakan puisi antara lain Menaker [Abdul Latief], pengusaha HMNM [Hasjim Ning], ketua PPP H [Ismail Hasan Metareum], mantan Menkeh [Ismail Saleh], Sekjen Deptrans Mayjen [ZA Maulany], dan mantan Sekmil Presiden Mayjen [Syaukat Banjaransari]. (KOMPAS, Selasa, 21 Desember 1993, halaman 5. Puisi Hari Ibu)


Referensi

  1. ^ Firdaus, Arie (17 April 2010). "Chairul Tanjung beli Carrefour". Koran Tempo. hlm. C11. 

Pranala luar

Didahului oleh:
Kepala BIN
- 8 Desember 2004
Diteruskan oleh:
Syamsir Siregar
Didahului oleh:
Siswono Yudohusodo
Menteri Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan
1998 - 1999
Diteruskan oleh:
Al Hilal Hamdi (Menteri Negara Transmigrasi dan Kependudukan)