Lompat ke isi

Animandaya

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 5 Januari 2016 03.14 oleh Rachmat-bot (bicara | kontrib) (Robot: Perubahan kosmetika)
Begawan Animandaya
Dewa Hindu
Batara Darma berubah wujud menjadi anjing milik Yudhistira di kisah lain di Mahabarata, setelah peristiwa pengutukannya oleh Batara Animandaya
GolonganBrahmana

Begawan Animandaya disebut juga Begawan Nimandaya atau Nimandawya adalah petapa sakti yang mengutuk Batara Darma sehingga dewa kejujuran, keadilan dan kebenaran itu harus menjalani hidup sebagai manusia biasa menjalani hidup sebagai manusia biasa yang dilahirkan oleh wanita berdarah sudra. [1][2][3]

Kisah Begawan Animandaya

Pada suatu saat ketika Begawan Animandaya sedang bertapa membisu, seorang pencuri masuk ke pertapaannya.[1] Pencuri itu menyembunyikan barang pencuriannya di salah satu sudut pertapaan, kemudian ia barsembunyi ke tempat lain.[1][4] Beberapa saat kemudian datanglah para punggawa kerajaan yang mengejar pencuri itu.[1] Mereka menanyakan kepada sang petapa, di manakah pencuri itu bersembunyi.[1] Namun, karena selama bertapa mbisu tidak boleh berbicara, Begawan Animandaya tidak menjawab sepatah kata pun.[1] Ia tetap meneruskan proses tapanya.[1] Karena tidak mendapat jawaban, para prajurit lalu masuk dan menggeledah pertapaan.[1] Tidak lama kemudian, mereka menemukan barang curian itu. Karena adanya barang bukti itu, Begawan Animandaya ditangkap dan dibawa ke hadapan Raja.[1] Sang Raja menanyakan soal barang curian yang ditemukan di pertapaan itu kepada Begawan Animandaya tetapi petapa itu tetap saja membisu.[1] Akibatnya, sang Raja marah dan menjatuhkan hukuman yang amat berat kepada Begawan Animandaya.[1] Tubuh petapa itu itu ditusuk dengan tombak di bagian anusnya, tembus ke bagian ubun-ubun. Namun karena kesaktian yang dimilikinya, Begawan Animandaya tidak mati.[1] Ia tetap hidup dan sehat, walaupun sebatang tombak menghunus di sepanjang tubuhnya.[1] Melihat kesaktian sang petapa yang luar biasa, sang Raja menyesal dan meminta maaf atas kecerobohannya menjatuhkan hukuman.[1] Sang petapa memaafkannya.[1] Bertahun-tahun kemudian Begawan Animandaya meninggal karena usia tua.[1] Di kahyangan, suksma sang petapa datang menemui Batara Darma dan menanyakan tentang pengalamannya hidup di dunia.[1] Ia menanyakan tentang mengapa ketika masih hidup, dulu ia harus menerima nasib buruk dan mengalami penyiksaan keji padahal ia selalu berbuat kebaikan.[1] Batara Darma menjawab, memang seingat Animandaya ia selalu berbuat kebaikan dan tidak berbuat kejahatan.[1] Namun, Batara Darma mengingatkan ketika ia masih kecil, Animandaya pernah menyiksa seekor belalang dengan menusuk tubuh binatang itu hidup-hidup dengan sebatang lidi.[1] Menurut dewa keadilan itu, apa yang pernah dialami oleh Begawan Animandaya semasa hidupnya sudah sesuai dengan karmanya..[1] Jawaban Batara Darma itu tidak memuaskan Begawan Animandaya..[1] Setahu petapa itu, aturan agama apa pun menyebutkan bahwa perbuatan anak-anak tidak dianggap sebagai perbuatan dosa, apa lagi bila anak tersebut belum paham mengenai soal salah dan benar. Mendengar bantahan Animandaya itu, Batara Darma terdiam.[1] Ia tidak dapat menjawab.[1][5] Karena merasa tidak puas, Animandaya lalu mengudapkan kutukannya, Batara Darma haru menjalani hidup di dunia sebagai manusia biasa dan dilahirkan oleh seorang wanita berdarah sudra..[1] Kutukan itu ternyata terbukti. Batara Darma terpaksa turun ke dunia dan menitis kepada Yama Widura, putra Abiyasa dari Dayang Drati, seorang pelayan istana yang berdarah sudra..[1]

Rujukan

  1. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z Tim Penulis SENA WANGI (1999). Ensiklopedi Wayang Indonesia. Yogyakarta: SENA WANGI. hlm. 99,200. 
  2. ^ "Begawan Animandaya". Wayangpedia. Diakses tanggal 14 April 2014. 
  3. ^ "Begawan Animandaya". Adjisaka. Diakses tanggal 14 April 2014. 
  4. ^ "Begawan Animandaya". Brahmam. Diakses tanggal 14 April 2014. 
  5. ^ "Begawan Animandaya". Hadisukirno. Diakses tanggal 14 April 2014.