Paku laut
Paku laut | |
---|---|
Paku laut, Acrostichum aureum dari Labuan Bakti, Teupah Selatan, Simeulue | |
Klasifikasi ilmiah | |
Kerajaan: | |
Divisi: | |
Kelas: | |
Ordo: | |
Famili: | |
Genus: | Acrostichum
|
Spesies: | A. aureum
|
Nama binomial | |
Acrostichum aureum L., 1758
|
Paku laut adalah sejenis paku-pakuan berukuran besar, yang biasa tumbuh di tanah di bawah naungan hutan bakau atau lahan basah lainnya. Paku atau pakis ini juga dikenal dengan banyak nama lain seperti paku larat, papah, piai (Mal.: piai raya), paku hata diuk (Sd.), warakas, krakas, kakakeok (Jw.), rewayang (Hal.) dan lain-lain.[1] Nama-namanya dalam bahasa Inggris di antaranya golden leather fern, swamp fern, dan mangrove fern.
Pemerian botanis
Paku dalam rumpun yang besar, dapat mencapai tinggi 4 m, dan lebar rumpun yang kurang lebih sama. Batang pendek dan kekar, tegak, tertutupi oleh sisik-sisik besar kecoklatan.
Daun-daun majemuk menyirip, liat serupa kulit (jangat), panjangnya dapat mencapai 3 m, namun dengan tak lebih dari 30 pasang anak daun yang terletak tak beraturan dan, kadang-kadang, renggang. Beberapa pasang (5 pasang atau lebih) anak daun di ujung kerap fertil dan berwarna karat atau kecoklatan, dengan sisi bawah yang tertutupi oleh banyak sporangia yang besar-besar. Anak-anak daun yang steril (mandul) berada di bagian bawah, lebih panjang dan berujung tumpul atau membulat, serta dengan tonjolan ujung kecil yang pendek.[2]
Ekologi
Tumbuh menahun, paku laut hidup di lingkungan hutan bakau (mangrove), rawa pantai, tambak, serta di sepanjang sungai, parit dan kanal dekat laut. Meski demikian, Acrostichum aureum tak seberapa tahan oleh penggenangan pasang air laut dan tak menyukai tanah-tanah dengan salinitas tinggi; tak sebagaimana kerabat dekatnya, A. speciosum.[2]
Meski bersifat halofit (halophytic), paku laut membutuhkan pasokan air tawar yang cukup agar dapat tumbuh optimal. Di tempat-tempat di mana frekuensi penggenangan pasang laut cukup tinggi (10-28 kali perbulan), pakis ini tumbuh kerdil atau bahkan sama sekali tak mau tumbuh. Terhadap penyinaran matahari, paku ini dapat mentolerir pelbagai kondisi seperti tumbuh di bawah naungan hingga ke tempat-tempat terbuka yang terik.[3] Bahkan, paku ini dapat menginvasi lahan-lahan bekas tebangan dan membentuk padang paku laut yang cukup luas.
Manfaat
Daun-daun paku laut yang dikeringkan dipergunakan sebagai atap rumah. Pucuknya yang muda juga dimanfaatkan sebagai sayuran di beberapa daerah.[1] Daun-daun yang tua dan juga akarnya digunakan sebagai bahan obat tradisional.[2]
Penyebaran
Acrostichum aureum ditemukan menyebar di wilayah-wilayah tropis dan ugahari di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.
Jenis yang serupa
Acrostichum speciosum memiliki perawakan yang mirip dengan A. aureum, dengan sedikit perbedaan. Anak-anak daun yang steril pada A. speciosum memiliki ujung yang meruncing, tak seperti A. aureum yang berujung tumpul atau membulat.[2] (Lihat pula foto pada laman Piai raya, pada Guide of the Mangroves of Singapore).
A. speciosum ditemukan pada habitat yang serupa dengan A. aureum di Nusantara, namun umumnya lebih menyukai tempat-tempat yang kelindungan.[2]
Acrostichum danaefolium serupa pula bentuknya dengan A. aureum. Hanya saja anak daun yang fertil –dengan sporangia di sisi bawahnya– tidak terbatas pada pasangan anak-anak daun di ujung, melainkan juga hingga pasangan-pasangan dekat pangkal daun.[4] A. danaefolium tidak terdapat di Nusantara.
Referensi
- ^ a b Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia, jil. 1. Yay. Sarana Wana Jaya, Jakarta. Hal. 90.
- ^ a b c d e Giesen, W., S. Wulffraat, M. Zieren and L. Scholten, 2006. Mangrove Guidebook for Southeast Asia. RAP Publication 2006/07. FAO and Wetlands International. p.265
- ^ Medina et. al. 1990 dalam Acrostichum aureum, Linnaeus 1758. Artikel pada Smithsonian Marine Station at Fort Pierce, diakses 20/IX/2008.
- ^ Lloyd and Greg 1975 dalam Acrostichum aureum, Linnaeus 1758. Artikel pada Smithsonian Marine Station at Fort Pierce, diakses 20/IX/2008.