Lompat ke isi

Ngoko

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Ngoko adalah salah satu tingkatan bahasa dalam bahasa Jawa. Bahasa ini menggunakan kata, awalan, dan akhiran ngoko. Contoh awalan ngoko adalah dak-, ko-, di-, sedangkan akhiran ngoko adalah -ku, -mu, -(n)é, dan -(k)aké. Pemakaiannya dihindari untuk berbicara dengan orang yang dihormati atau orang yang lebih tua. Tingkatan bahasa ini dipakai untuk berbicara dengan orang yang sudah akrab atau dengan orang yang lebih muda.

Untuk penggunaan zaman sekarang, ada ngoko yang dianggap halus dan tidak halus. Jadi, ngoko dibagi menjadi dua: ngoko alus dan ngoko lugu. Sebelumnya, ngoko dibagi menjadi tiga: ngoko lugu, ngoko antya-basa, dan ngoko basa-antya.[1]

Ngoko merupakan bahasa dasar dalam bahasa Jawa. Sebelumnya, di atas tingkat ngoko ada madya, sedangkan krama ada di tingkat paling atas. Kini, di atas ngoko langsung krama.

Deskripsi

Tingkat tutur ngoko yaitu ungah ungguh bahasa jawa yang berintikan leksikon ngoko. Ciri-ciri katanya terdapat afiks di-,-e dan –ake. Ragam ngoko dapat digunakan oleh mereka yang sudah akrab dan oleh mereka yang merasa dirinya lebih tinggi status sosialnya daripada lawan bicara (mitra wicara). Ragam ngoko mempunyai dua bentuk varian, yaitu ngoko lugu dan ngoko alus (Sasangka 2004:95).

Ngoko Lugu

Yang dimaksud dengan ngoko lugu adalah bentuk unggah-ungguh bahasa Jawa yang semua kosakatanya berbentuk ngoko dan netral (leksikon ngoko dan netral) tanpa terselip leksikon krama, krama inggil, atau krama andhap, baik untuk persona pertama (01), persona kedua, persona kedua (02), maupun kedua (02), maupun untuk persona ketiga (03).

Contoh:

  1. yen mung kaya ngono wae, aku mesthi ya iso! “Jika Cuma seperti itu saja, saya pasti juga bisa!”
  2. Yen mung kaya ngono wae, kowe mesthi ya iso! “Jika Cuma seperti itu saja, kamu pasti juga bisa!”
  3. Yen mung kaya mengono wae, dheweke ya iso! “Jika Cuma seperti itu saja, dia pasti juga bisa!”

Ngoko Alus

Yang dimaksud dengan ngoko alus adalah bentuk unggah-ungguh yang di dalamnya bukan hanya terdiri atas leksikon ngoko dan netral saja, melainkan juga terdiri atas leksikon krama inggil, krama andhap, atau leksikon krama yang muncul di dalam ragam ini sebenarnya hanya digunakan untuk menghormati mitra wicara (orang ke 2 atau 3) (Sasangka 2004:99-100).

Contoh:

  1. Wingenane simbah tindak mrene (Sudaryanto 1991:153). ‘Kemarin dulu nenek ke sini’
  2. Pak guru basa Jawa sing anyar iku asmane sapa? (Sasangka 2001:183). ‘Pak guru bahasa Jawa yang baru itu namanya siapa?’

Tampak bahwa pada butir tindak ‘pergi/berangkat’ dan asmane ‘namanya’ merupakan leksikon krama inggil yang berfungsi untuk menghormati mitra tutur (Sasangka 2004:100).

Contoh dari bahasa ngoko:

Lihat Pula

Referensi

  1. ^ Suwadji 2013, hlm. 10-11.

Daftar pustaka