Lompat ke isi

Tes amplifikasi asam nukleat

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 22 Maret 2021 04.21 oleh JumadilM (bicara | kontrib) (menambahkan teks dan referensi)

Tes amplifikasi asam nukleat adalah salah satu jenis tes antigen yang umumnya memanfaatkan reaksi berantai polimerase.[1] Metode LAMP merupakan metode uji diagnostik molekuler cara langsung berdasarkan uji identifikasi asam nukleat bakteri yang mulai dikembangkan pada tahun 1999 oleh Notomi, et.al. Pengembangan metode mengacu pada beberapa metode amplifikasi asam nukleat sebelumnya yang efisien dan memiliki kemudahan teknologi, yaitu dari metode: nucleic acid sequencebased amplification (NASBA), self-sustained sequence replication (3SR), dan strand displacement amplification (SDA). Metode NASBA dan 3SR menerapkan amplikasi asam nukleat pada suhu tetap dengan teknik pemanfaatan set primer transcription dan reverse transcription sementara metode SDA juga meniadakan siklus denaturasi dengan memanfaatkan penyediaan enzim restriksi dan substrat DNA. Ketiga metode memungkinkan proses amplifikasi berlangsung tanpa perlu menunggu suhu denaturasi serta dapat meniadakan instrument thermocycler dalam pelaksanaan reaksi. Gabungan dari ketiga mekanisme kerja ini kemudian menjadi prinsip kerja dari metode LAMP. [2]

Metode

Metode Loop-Mediated Isothermal Amplification (LAMP)

Metode LAMP dikembangkan pada tahun 1999 di Jepang sebagai teknik diagnostik molekuler. Pengembangannya bertujuan untuk mengatasi kendala-kendala dalam penerapan uji diagnostik molekuler.[3] Amplifikasi DNA yang menggunakan metode LAMP hanya dilakukan pada suhu tetap, sehingga peralatan siklus termal tidak diperlukan. Pada suhu tetap, amlipfikasi dapat terjadi dengan jumlah primer yang lebih banyak. Prinsip kerja amplifikasi berdasarkan reaksi berantai polimerase tersarang atau reaksi berantai polimerase transkiptase balik.[4]

Proses amplifikasi pada metode LAMP dapat mengalami kegagalan. Selama proses reaksi amplifikasi berlangsung, kegagalan dicegah dengan menambahkan enzim yang dapat menjadi substrat. Sistem deteksi menggunakan metode LAMP sangat sederhana karena hanya memerlukan 1 arena amplikon berbentuk endapan. Penambahan reagen pengendap dilakukan pada saat proses reaksi dimulai. Bahan ampifikasi juga dapat berupa fluoresen dengan penambahan reagen fluoresens selama proses reaksi. Kondisi ini membuat deteksi hasil akhir dapat diamati secara visual secara langsung. Prinsip amplifikasi DNA bakteri pada suhu tetap dianggap sebagai suatu keunggulan. Anggapan yang sama juga diberikan pada hasil yang terdeteksi berupa presipitasi ataupun pendar fluoresensi yang dapat dengan mudah diamati. Metode LAMP direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia sebagai uji diagnosis rutin dalam laboratorium rujukan mengenai tuberkulosis di sejumlah negara.[5]

Instrumen sederhana berupa penangas air atau pelat pemanas dapat digunakan pada metode LAMP karena amplifikasi DNA dilakukan pada suhu tetap. Proses penafsiran hasil reaksi dilakukan secara sederhana, Pengamatan hanya menggunakan mata telanjang atau sinar ultraungu sederhana. Pemakaian metode LAMP sesuai pada negara-negara dengan sumber daya teknologi yang terbatas.[6]

Amplifikasi

Amplifikasi gen 16S rRNA

Molekul 16S rRNA mempunyai fungsi yang identik pada seluruh organisme, terdistribusi secara universal dan bersifat sangat lestari. Molekul rRNA lainnya pada prokariot adalah 5S rRNA, dan 23S rRNA. Ukuran gen 5S rRNA adalah sekitar 120 basa, 23S rRNA sekitar 2900 basa, 16S rRNA sekitar 1500 basa. Ukuran gen 16S rRNA cukup memadai dan memudahkan dalam proses amplifikasi gen tersebut secara PCR dan dalam proses sekuensing3,4,6. Gen 16S rRNA memiliki daerah-daerah yang secara universal bersifat lestari. Pada beberapa bagian lain terdapat daerah yang bersifat semi-lestari, dan variabel. Pada gen 16S rRNA terdapat 9 daerah variabel yang ditandai dengan V1 sampai. Daerah-daerah variabel tersebut memungkinkan untuk membedakan organisme dalam genus, bahkan spesies namun tidak antar strain dalam spesies yang sama. Pada daerah yang sangat lestari (absolutely conserved) dapat dijadikan primer universal untuk amplifikasi gen 16S rRNA bakteri menggunakan metoda PCR. Gambar 5.2 memuat daerah tersebut pada 16S rRNA Escherichia coli.[7]

Amplifikasi gen 16S rRNA bakteri dengan metoda PCR dapat digunakan primer universal dan primer spesifik untuk spesies bakteri tertentu. Primer universal gen 16S rRNA bakteri adalah primer yang komplemen dengan suatu urutan nukleotida yang umum banyak terdapat dalam gen 16S rRNA dari bermacam-macam sumber bakteri yang berbeda. Daerah ini merupakan daerah yang paling lestari pada gen 16S rRNA bakteri. Primer universal yang dipakai untuk amplifikasi gen 16S rRNA bakteri diantaranya adalah primer 27F (GAGAGTTTGATCCTGGTCCAG), 765R (CTGTTT GCTCCCCACGCTTC) dan 1495R (CTACGGCTA CCTTGTTACGA). Primer yang dirancang berdasarkan penjajaran urutan gen 16S rRNA Bacillus adalah 400F (GGAG CGACGCCGCGTGAGCG), 700F (GCAACTGA CGCTGAGGCG), 1000F (GCAAC GCGAAGAACCTTA). Primer 16S rRNA untuk mendeteksi Paenibacillus macerans adalah MAC 1 (ATCAAGTCTTCCGCATGGGA), MAC 2 (ACTCTAGAGTGCCCAMCWTT), sedangkan untuk Bacillus subtilis adalah Bsub5F (AAGTCGAGCGGACAGATGG), Bsub3R (CCAGTTTCCA ATGACCCTCCCC).[8]

Deteksi virus

Deteksi genetik HIV

Materi genetik dari virus HIV dapat dideteksi melalui tes amplifikasi asam nukleat dengan pemeriksaan reaksi berantai polimerase. Deteksi secara khusus berpusat pada bagian yang paling dipertahankan dari gen GAG HIV. Tes amplifikasi asam nukleat juga lebih dikhususkan pada deteksi dini. Penggunaan tes amplifikasi asam nukleat berkembang pesat di Amerika Serikat sejak tahun 2001 M. Tes asam nukleat telah dipakai dalam skrining darah donor. Selan itu, tes ini digunakan untuk memperpendek periode jendela menjadi sekitar 12-15 hari dalam rentang masa infeksi dan detektabilitas genom virus. Pemeriksaan diagnostik kualitatif yang menunjukkan adanya infeksi virus HIV dapat diperoleh melalui tes DNA dan RNA. Tes ini juga digunakan pada pemantauan prognosis atau pengobatan dengan sistem deteksi kuantitatif yang mengukur kadar dari kopi asam nukleat HIV.[9]

Konfirmasi infeksi SARS-Cov-2

Konfirmasi standar infeksi SARS-CoV-2 akut didasarkan pada deteksi sekuens virus unik melalui tes amplifikasi asam nukleat (NAAT), seperti real time reverse-transcription polymerase chain reaction (rRT-PCR).[10]

Jika memungkinkan, infeksi SARS-CoV-2 aktif yang diduga terjadi sebaiknya dites dengan NAAT seperti rRT-PCR. Asai NAAT sebaiknya menarget genom SARS-CoV-2. Karena saat ini belum diketahui terjadi penyebaran SARS-CoV-1 secara global, sekuens khusus sarbecovirus juga menjadi target yang wajar. Untuk asai yang tersedia di pasaran, interpretasi hasil harus dilakukan sesuai instruksi penggunaan. Diagnostik yang optimal terdiri dari asai NAAT dengan setidaknya dua target genom SARS-CoV-2 yang tidak terkait, tetapi di wilayah-wilayah dengan persebaran SARS-CoV-2 secara meluas, algoritma sederhana dengan satu target pembeda tunggal dapat digunakan. Saat menggunakan asai dengan target tunggal, dianjurkan agar strategi memantau mutasi yang dapat berdampak pada kinerja dipersiapkan. Informasi lebih lanjut dapat dilihat di bagian “Informasi latar tentang pemantauan mutasi di bagian primer dan probe”.[11]

Banyak asai rRT-PCR milik sendiri dan yang tersedia di pasaran telah tersedia dan beberapa di antaranya telah divalidasi secara independen. Beberapa pertimbangan untuk memilih NAAT yang tepat untuk laboratorium dicantumkan dalam Lampiran 3. Beberapa sistem NAAT memiliki kemampuan melakukan tes secara otomatis penuh yang mengintegrasikan pemrosesan sampel serta kapasitas ekstraksi, amplifikasi, dan pelaporan RNA. Sistem-sistem tersebut memberikan akses pada tes di wilayah-wilayah dengan kapasitas laboratorium yang terbatas serta waktu ketersediaan hasil yang cepat saat digunakan untuk tes di dekat pasien. Validasi data dari sebagian asai ini sekarang sudah tersedia. Saat menjalankan asai-asai ini di tempat-tempat tertentu, staf yang melakukan tes harus cukup dilatih, kinerjanya harus dinilai di tempat tersebut, dan harus ada sistem pemantauan kualitas. Metode amplifikasi/deteksi tambahan yang dapat bermanfaat seperti CRISPR (yang menarget klaster urutan berulang palindromik pendek berjarak reguler), teknologi amplifikasi asam nukleat isotermal (seperti amplifikasi isotermal mediasi lingkar transkripsi balik (RT-LAMP), dan asai mikrolarik molekuler sedang dikembangkan atau dikelola agar dapat dipasarkan. Validasi kinerja analitis dan klinis asai-asai ini, demonstrasi potensi kegunaan operasionalnya, pembagian cepat data, serta pengkajian darurat atas peraturan tentang tes berkinerja baik yang dapat diproduksi disarankan agar dilakukan untuk meningkatkan akses pada tes SARS-CoV-2. Hasil NAAT positif lemah perlu diinterpretasi secara hati-hati, karena beberapa asai terbukti menghasilkan sinyal palsu dengan nilai Ct yang tinggi. Saat hasil tes terbukti invalid atau diragukan, pengambilan sampel pasien harus diulang dan pasien dites lagi. Jika sampel-sampel tambahan dari pasien tidak tersedia, RNA harus diekstraksi kembali dari sampel awal dan dites lagi oleh staf yang banyak berpengalaman. Hasilnya dapat dikonfirmasi melalui tes NAAT alternatif atau pengurutan virus jika beban virusnya cukup tinggi. Laboratorium didorong untuk mencari konfirmasi laboratorium referensi atas setiap hasil yang tidak terduga.[12]

Diagnosis penyakit

Diagnosis tuberkulosis

Diagnosis tuberkulosis pada pasien yang mengidap HIV dapat dilakukan dengan metode foto toraks, kultur, mikroskopi sputum, pemeriksaan histologi dan kultur jaringan. Namun, metode-metode tersebut memiliki sensitivitas yang terbatas sehingga memerlukan banyak waktu agar diagnosis dapat diselesaikan. Tes amplifikasi asam nukleat menjadi salah satu metode yang digunakan untuk mempersingkat diagnosis tuberkulosis pada penderita HIV.[13]

Penyingkatan periode jendela

Serokonversi rata-rata memiliki periode jendela selama 22 hari dengan tes antibodi HIV-1 subtipe B. Melalui tes antigen, periode jendela dapat dipersingkat menjadi sekitar16 hari. Sedangkan pada tes antigen berjenis tes Amplifikasi Asam Nukleat, periode jendela dipersingkat lagi menjadi 12 hari.[14]

Referensi

  1. ^ Gunung, dkk. 2003, hlm. 60.
  2. ^ Lisdawati, dkk. 2012, hlm. 5.
  3. ^ Lisdawati, dkk. 2012, hlm. 3.
  4. ^ Lisdawati, dkk. 2012, hlm. 3-4.
  5. ^ Lisdawati, dkk. 2012, hlm. 4.
  6. ^ Lisdawati, dkk. 2012, hlm. 4-5.
  7. ^ Syukur, Sumaryati (2017). Bioteknologi Dasar dan Bakteri Asam Laktat Antimikrobial. Padang: Lembaga Pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (LPTIK), Universitas Andalas. hlm. 68. ISBN 978-602-5539-05-3. 
  8. ^ Azhar, Minda (2016). Biomolekul Sel: Karbohidrat, Protein, dan Enzim (PDF). Padang: UNP Press. hlm. 52. ISBN 978-602-1178-12-6. 
  9. ^ Menon dan Kamarulzaman 2009, hlm. 89.
  10. ^ World Health Organization 2020, hlm. 2.
  11. ^ World Health Organization 2020, hlm. 5.
  12. ^ World Health Organization 2020, hlm. 6.
  13. ^ Menon dan Kamarulzaman 2009, hlm. 16.
  14. ^ Menon dan Kamarulzaman 2009, hlm. 86.

Daftar pustaka

  1. Gunung, dkk. (2003). Buku Pegangan Konselor HIV / AIDS (PDF). Prahran: Macfarlane Burnet Institute for Medical Research and Public Health Limited. ISBN 1-876-644-01-X. 
  2. Menon, A., dan Kamarulzaman, A. (2009). Inikah HIV? Buku Pegangan Petugas Kesehatan (PDF). Darlinghurst: The Australasian Society for HIV Medicine. ISBN 978-1-920773-73-1. 
  3. Lisdawati, dkk. (2012). Pedoman Operasional Baku Uji diagnostik Molekuler: Loop Mediated Isothermal Amplification (LAMP) untuk Deteksi Cepat TB Paru (PDF). Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. ISBN 978-602-235-172-6. 
  4. World Health Organization (11 September 2020). "Tes Diagnostik untuk SARS-CoV-2: Panduan Interim" (PDF). www.who.int. World Health Organization.