Lompat ke isi

Sunan Prawoto

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Sunan Prawoto (nama lahirnya Raden Mukmin atau ejaan China Muk Ming[1]) adalah raja Demak keempat bergelar Sultan Prawoto, yang memerintah tahun 1546-1547. Sunan Prawoto lebih cenderung sebagai seorang ahli agama daripada ahli politik. Pada masa kekuasaannya, daerah bawahan Demak seperti Banten, Cirebon, Surabaya, dan Gresik, berkembang bebas tanpa mampu dihalanginya. Menurut Babad Tanah Jawi, ia tewas dibunuh oleh Rungkud, orang suruhan Adipati Jipang Arya Penangsang, yang tak lain adalah sepupunya sendiri. Setelah kematiannya, Arya Penangsang menggantikannya menjadi Raja Demak lalu memindahkan pusat pemerintahan ke Jipang. Masa ini dikenal dengan sebutan DemakJipang.

Masa muda

Naskah babad dan serat[butuh rujukan] menyebut Raden Mukmin sebagai putera sulung raja Demak Trenggana. Sunan Prawoto lahir saat ayahnya masih sangat muda dan belum menjadi raja.

Pada tahun 1521, Pangeran Sabrang Lor meninggal dunia tanpa keturunan. Kedua adiknya, yaitu Raden Trenggana dan Raden Kikin/ Pangeran Surowiyoto, bersaing memperebutkan tahta. Raden Trenggana adalah adik kandung Pangeran Sabrang Lor, sama-sama lahir dari permaisuri Raden Patah; sedangkan Raden Kikin yang lebih tua usianya lahir dari selir, yaitu putri bupati Jipang.

Raden Mukmin memihak ayahnya dalam persaingan ini. Ia mengirim pembantunya bernama Ki Surayata untuk membunuh Raden Kikin/ Pangeran Surowiyoto sepulang salat Jumat. Raden Kikin tewas di tepi sungai, sedangkan para pengawalnya sempat membunuh Ki Surayata. Sejak saat itu Raden Kikin terkenal dengan sebutan Pangeran Sekar Seda ing Lepen, dalam bahasa Jawa artinya "bunga yang gugur di sungai".

Pemerintahan

Sepeninggal Trenggana yang memerintah Demak tahun 1521-1546, Raden Mukmin selaku putra tertua naik tahta. Namun, keterampilan berpolitiknya tidak begitu baik, dan ia lebih suka hidup sebagai ulama daripada sebagai raja. Sebagai pewaris sah Demak, Sunan Prawoto, seharusnya menggantikan kedudukan Sultan Trenggana. Tetapi ia diceritakan tidak ingin naik takhta, dan secara sukarela menjadi Priayi Mukmin atau Susuhunan di wilayah Prawoto, sebuah pasanggarahan yang digunakan Raja/ Sultan Demak selama musim hujan. Hal itulah yang kemudian mempermudah Jaka Tingkir untuk mengambil alih kekuasaan. Oleh karena itu, Raden Mukmin pun terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto.

Konflik antara Kadipaten Jipang dan Kadipaten Pajang menimbulkan keresahan di kalangan rakyat. Demi meredam kegaduhan tersebut, Sunan Kudus dipercaya menjadi penengah oleh para raja. Sunan Kudus memiliki wibawa besar karena kedudukannya sebagai salah satu dari Wali Songo, kelompok wali utama penyebar Islam di tanah Jawa. Di samping perannya sebagai Imam Besar Masjid Agung Demak dan Masjid Menara Kudus.

Diceritakan HJ De Graaf dalam Awal Kebangkitan Mataram: Masa Pemerintahan Senapati, Sunan Kudus mengangkat Arya Panangsang, Jaka Tingkir, dan Sunan Prawoto menjadi muridnya. Hal itu dilakukan agar perselisihan di antara ketiganya dapat diredam. Mereka menjadi murid Sunan Kudus yang paling setia.

Namun kemudian keadaan kembali memanas ketika dua murid Sunan Kudus, Jaka Tingkir dan Sunan Prawoto, memilih untuk berguru juga kepada Sunan Kalijaga, salah satu Wali Songo yang ikut menyebarkan Islam di wilayah Jawa. Keputusan itu, kata De Graaf, membuat Sunan Kudus merasa wibawanya tercoreng. Baginya belajar pada dua orang guru, terlebih kepada Sunan Kalijaga, adalah tindakan yang salah.

Perbedaan pendapat antara Sunan Kudus dan Sunan Kalijaga sering kali terjadi. Seperti ketika tahun 1543 keduanya memiliki pandangan berlainan tentang penentuan awal bulan Ramadhan. Sultan Trenggana yang dalam hal ini lebih mendengar Sunan Kalijaga membuat kecewa Sunan Kudus. Akibatnya, Sunan Kudus memutuskan mundur dari jabatannya sebagai Imam Masjid Demak. Tidak lama setelahnya, Sunan Kalijaga diangkat sebagai imam. Ia juga diberi tanah untuk berdakwah di tanah perdikan Kadilangu.

Kematian

Sepeninggal Trenggana, selain Sunan Prawoto terdapat dua orang lagi tokoh kuat, yaitu Adipati Arya Penangsang dari Kadipaten Jipang Panolan (Bojonegoro) dan Adipati Adiwijaya (Hadiwijaya) penguasa Kadipaten Pajang. Masing-masing adalah keponakan dan menantu Sultan Trenggana.

Arya Penangsang adalah putra Pangeran Sekar Seda ing Lepen atau Pangeran Surowiyoto atau Surawiyata alias Raden Kikin adalah Adipati Babagan Caruban Lasem yang mendapat dukungan dari gurunya, yaitu Sunan Kudus untuk merebut takhta Demak. Pada tahun 1549 dia mengirim anak buahnya yang bernama Rangkud untuk membalas kematian ayahnya. Menurut Babad Tanah Jawi,[butuh rujukan] pada suatu malam Rangkud berhasil menyusup ke dalam kamar tidur Sunan Prawoto. Sunan mengakui kesalahannya telah membunuh Pangeran Seda Lepen. Ia rela dihukum mati asalkan keluarganya diampuni. Rangkud setuju, lalu menikam dada Sunan Prawoto yang pasrah tanpa perlawanan sampai tembus. Ternyata istri Sunan yang sedang berlindung di balik punggungnya ikut tewas pula. Melihat istrinya meninggal, Sunan Prawoto marah dan sempat membunuh Rangkud dengan sisa-sisa tenaganya.

Pada tahun 1549 itu pula, Aryo Penangsang berhasil dibunuh oleh Danang Sutawijaya atas siasat dari Ki Juru Martani.

Sunan Prawoto meninggalkan seorang putra yang masih kecil bernama Arya Pangiri, yang kemudian diasuh bibinya, yaitu Ratu Kalinyamat dari Jepara. Setelah dewasa, Arya Pangiri menjadi menantu Hadiwijaya, Sultan Pajang, dan diangkat sebagai Bupati Demak.

Menurut kronik Cina Kuil Sam Po Kong, Ja Tik Su melantik seorang putera dari Mukming/ Raden Mukmin sebagai raja Demak sepeninggal Mukming/ Raden Mukmin.

Kronik Cina

Raden Mukmin disebut dengan nama Muk Ming, menurut kronik Cina dari kuil Sam Po Kong, di daerah Simongan, sebelah barat daya Kota Semarang. Disebutkan bahwa pada tahun 1529, ia menggantikan Kin San (Raden Kusen) sebagai kepala galangan kapal di Semarang. Kin San adalah adik Jin Bun (Raden Patah).

Muk Ming dibantu masyarakat Cina yang muslim dan non muslim bekerja menyelesaikan 1.000 kapal besar yang masing-masing dapat memuat 400 orang prajurit. Pembangunan kapal-kapal perang tersebut untuk kepentingan angkatan laut ayahnya, yaitu Tung-ka-lo (Trenggana) yang berniat merebut Maluku. Belum sempat Tung-ka-lo merebut Maluku, ia lebih dulu tewas saat menyerang Panarukan tahun 1546. Muk Ming pun naik takhta namun dimusuhi sepupunya yang menjadi Adipati JIpang (Arya Penangsang). Perang saudara terjadi, dan kota Demak dihancurkan Adipati Jipang. Muk Ming pindah ke Semarang tapi terus dikejar musuh, sehingga ia akhirnya tewas di kota itu. Galangan kapal hancur terbakar pula, dan yang tersisa hanya masjid dan kelenteng saja.

Kepustakaan

  • Babad Tanah Jawi. 2007. (terj.). Yogyakarta: Narasi
  • H.J.de Graaf dan T.H. Pigeaud. 2001. Kerajaan Islam Pertama di Jawa. Terj. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
  • Moedjianto. 1987. Konsep Kekuasaan Jawa: Penerapannya oleh Raja-raja Mataram. Yogyakarta: Kanisius
  • Slamet Muljana. 2005. Runtuhnya Kerajaan Jindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara (terbitan ulang 1968). Yogyakarta: LKIS

Catatan kaki

  1. ^ (Indonesia) Muljana, Slamet (2005). Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya negara-negara Islam di Nusantara. PT LKiS Pelangi Aksara. hlm. 70. ISBN 9798451163. ISBN 9789798451164
Gelar kebangsawanan
Didahului oleh:
Trenggana
Raja Demak
1546—1549
Diteruskan oleh:
Hadiwijaya