Lompat ke isi

Peristiwa Kanigoro

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 4 September 2021 07.43 oleh Masvikindonesia (bicara | kontrib) (Parafrasa kalimat)

Peristiwa Kanigoro adalah peristiwa pengepungan dan penangkapan peserta pelatihan mental Pelajar Islam Indonesia di Pondok Pesantren Al Jauhar, Desa Kanigoro, Kecamatan Kras, Kabupaten Kediri, Jawa Timur pada 13 Januari 1965. Peristiwa yang terjadi pada waktu shubuh, sekitar pukul 04.30 WIB, ini dilakukan oleh Barisan Tani Indonesia dan Pemuda Rakyat Kecamatan Kras. PII sendiri merupakan organisasi yang terkait dengan Partai Masyumi dan sejak 1960, status Masyumi adalah terlarang.

Acara pelatihan mental yang dimulai sejak 9 Januari 1965 memiliki peserta berjumlah 127 dan panitianya 36 orang. M. Samelan, mantan aktivis Masyumi, yang direncanakan akan mengisi ceramah pada acara itu terkena larangan dari Komandan Kodim Kediri. Namun, salah satu panitia yang merupakan Pengurus PII Jawa Timur, Anis Abiyoso, tetap memaksa Samelan untuk berceramah. Hal itulah yang membuat acara tersebut digeruduk oleh gabungan massa BTI dan PR yang saat itu dikenal sebagai organisasi sayap Partai Komunis Indonesia.[1]

Pada 1960-an, menurut Sari Emingahayu dalam Sisi Senyap Politik Bising (2007: 84-86), “Kanigoro terkenal sebagai basis PKI.” Buruh tani di sana kebanyakan berafiliasi dengan Barisan Tani Indonesia (BTI). Di masa itu, gerakan dan mobilisasi partai politik makin meningkat, baik berupa kampanye maupun pawai. Hal yang menarik, meski sudah tahu Kanigoro adalah basis PKI, Pelajar Islam Indonesia (PII) Jawa Timur memiliki nyali yang besar untuk mengadakan Mental Training (Mantra) di desa itu.

Seperti tercatat dalam Komunisme di Indonesia Jilid IV: Pemberontakan G30S/PKI dan Penumpasannya (2009: 129), yang dirilis Pusat Sejarah TNI (Pusjarah), diketahui bahwa penggeruduk berjumlah 2000 orang. Dengan jumlah sebanyak itu, bukanlah hal sulit membubarkan para pelajar yang hanya ratusan orang, apalagi dengan senjata tajam. Panitia keamanan acara tersebut tak berdaya menghadapi aktivis dan simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI) berpakaian hitam-hitam dengan jumlah mencapai ribuan orang pimpinan Suryadi dan Harmono tersebut yang langsung menyeruak ke dalam masjid membubarkan acara PII itu.[2]

Saksi menuturkan, bahwa saat kejadian tersebut gerombolan dengan alas kaki, sandal, dan kaki telanjang yang membuktikan bahwa mereka memasuki masjid dengan seenaknya. Selain itu, ada yang menuturkan bahwa beberapa di antara mereka menginjak-injak, merobek, dan membanting kitab suci Alquran. Setelah semua peserta acara tersebut dapat dikuasai, KH. Jauhari beserta para panitia dan peserta diarak sejauh 7 kilometer ke Kantor Polisi Sektor Kras. Mereka tiba di kantor polisi pada pukul 07.00 WIB.

Kabar tentang Peristiwa Kanigoro tersebut menyebar dengan cepat. Putra KH. Jauhari, Gus Maksum Jauhari segera bersiap memegang kendali organisasi Barisan Ansor Serbaguna (BANSER) Kediri, salah satu badan otonom Nahdlatul Ulama' (NU). Pada tanggal 18 Januari 1945, delapan truk yang membawa Banser bergerak ke Desa Kanigoro. Karena hal tersebut, polisi mengambil langkah-langkah pengamanan. Salah satu langkah yang diambil polisi adalah menangkap Suryadi dan Harmono sebagai pihak yang bertanggung jawab atas kejadian tersebut.

Sebulan setelah kejadian itu, tepatnya pada 1 Februari 1965, rapat akbar digelar ratusan anggota PII. Rapat dilanjutkan dengan pelemparan kantor PKI, yang merupakan induk dari Pemuda Rakyat dan BTI. Anis Abiyoso pun menjadi buronan polisi gara-gara kejadian ini. Pada akhirnya, kasus ini dianggap selesai oleh polisi ketika Anis menyerahkan diri pada 12 Februari 1965 di Malang.

Kejadian ini juga diabadikan sebagai adegan pertama pada film Pemberontakan G30S/PKI.

  1. ^ https://tirto.id/peristiwa-kanigoro-teror-pki-kepada-aktivis-islam-cCYH
  2. ^ https://www.merdeka.com/peristiwa/peristiwa-kanigoro-saat-massa-pki-menyerang-masjid-selepas-subuh.html