Penyensoran di Turki
Penyensoran di Turki diatur oleh undang-undang domestik dan internasional. Terlepas dari ketentuan hukum, kebebasan pers di Turki mulai memburuk sejak 2010, dan terus mengalami penurunan yang signifikan menyusul upaya kudeta pada Juli 2016.[1][2] Pemerintah Turki Recep Tayyip Erdoğan telah menangkap ratusan jurnalis, menutup atau mengambil alih puluhan media, dan mencegah jurnalis dan keluarganya bepergian. Menurut beberapa akun, Turki saat ini menyumbang sepertiga dari jumlah kasus pemenjaraan jurnalis di seluruh dunia.[3]
Pada tahun 2012 dan 2013 Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ) menempatkan Turki sebagai pemenjara jurnalis terburuk di dunia (di atas Iran dan China), dengan 49 jurnalis mendekam di penjara pada 2012 dan 40 pada 2013.[4][5] Laporan Transparansi Twitter tahun 2014 menunjukkan bahwa Turki mengajukan lima kali lebih banyak permintaan penghapusan konten ke Twitter daripada negara lain pada paruh kedua 2014, dengan permintaan meningkat sebanyak 150% di tahun 2015.[6][7]
Sejarah
Penyensoran secara regional sudah berlaku sebelum berdirinya Republik Turki. Pada 15 Februari 1857, Kesultanan Utsmaniyah mengeluarkan undang-undang yang mengatur percetakan ("Basmahane Nizamnamesi"); di mana buku pertama harus ditujukan kepada gubernur, yang diteruskan ke komisi pendidikan ("Maarid Meclisi") dan keamanan. Seterusnya, pihak Kesultanan akan memeriksanya. Jika tidak melewati proses ini buku-buku tidak diizinkan terbit secara legal.[8] Pada tanggal 24 Juli 1908, di awal Era Konstitusi Kedua, penyensoran dicabut, tetapi surat kabar yang menerbitkan berita yang dianggap berbahaya bagi keamanan luar dan dalam negeri ditutup.[8] Hingga antara tahun 1909 - 1913 terjadi kasus pembunuhan yang menewaskan empat jurnalis; Hasan Fehmi, Ahmet Samim, Zeki Bey dan Hasan Tahsin.
Menyusul pembubaran kekhalifahan pada tahun 1924, terjadi peristiwa pemberontakan Sheikh Said sebagai bagian dari konflik etnis yang meletus dengan penciptaan identitas nasionalisme Turki sekuler yang ditolak oleh bangsa Kurdi, yang telah lama setia kepada Khalifah. Sheikh Said, seorang syekh Naqsabandiyah, menuduh kaum nasionalisme Turki "merendahkan Khalifah menjadi parasit," hingga pecahlah pemberontakan dan darurat militer diberlakukan pada 25 Februari 1925. Ketidaksepakatan di partai Cumhuriyet Halk Partisi (Partai Rakyat Republik) pada akhirnya mendukung tindakan yang lebih keras dan di bawah kepemimpinan İsmet İnönü, undang-undang Takrir-i Sükun Kanunu diusulkan pada 4 Maret 1925.[9] Undang-undang ini memberikan kekuasaan yang tidak terkendali kepada pemerintah, dan memiliki sejumlah konsekuensi termasuk penutupan semua surat kabar kecuali Cumhuriyet dan Hakimiyet-i Milliye. Hasilnya adalah menyensor setiap kritik terhadap partai yang berkuasa, pengikut sosialis dan komunis ditangkap dan diadili oleh Pengadilan Tinggi yang didirikan di Ankara di bawah kekuasaan hukum. Tevhid-i Efkar, Sebül Reşat, Aydınlık, Resimli Ay, dan Vatan, termasuk di antara surat kabar yang ditutup dan beberapa wartawan ditangkap untuk diadili di pengadilan.[8] Pengadilan juga menutup kantor partai oposisi Terakkiperver Cumhuriyet Fırkas pada 3 Juni 1925, dengan dalih bahwa dukungan mereka secara terbuka untuk perlindungan adat agama telah berkontribusi pada pemberontakan Sheikh Said.[9][10]
Selama Perang Dunia II (1939–1945) banyak surat kabar diperintahkan untuk tutup, termasuk koran harian Cumhuriyet (5 kali, selama 5 bulan dan 9 hari), Tan (7 kali, selama 2 bulan dan 13 hari), dan Vatan (9 kali, selama 7 bulan dan 24 hari).[8]
Referensi
- ^ "Turkey | Freedom House". web.archive.org. 2015-06-08. Diakses tanggal 2022-09-14.
- ^ "CPJ testifies on Turkey's press freedom record after failed coup attempt". Committee to Protect Journalists (dalam bahasa Inggris). 2016-09-14. Diakses tanggal 2022-09-14.
- ^ Benhabib, Seyla (16 Maret 2017). "Turkey is about to take another step toward dictatorship". The Washington Post. Diakses tanggal 15 September 2022.
- ^ "Turkey increases Pressure on the Media - Fanack Chronicle". web.archive.org. 2015-07-14. Diakses tanggal 2022-09-14.
- ^ "2013 prison census: 211 journalists jailed worldwide - Committee to Protect Journalists". web.archive.org. 2014-10-07. Diakses tanggal 2022-09-14.
- ^ "Turkey tops countries demanding content removal: Twitter". Reuters (dalam bahasa Inggris). 2015-02-09. Diakses tanggal 2022-09-14.
- ^ "Twitter's transparency report: Turkey tops countries demanding content removal- Technology News, Firstpost". Tech2. 2015-02-10. Diakses tanggal 2022-09-14.
- ^ a b c d Şahhüseyinoğlu, H. Nedim (2011-07-26). "Censorship of Thought and the Press from Yesterday to Today (bahasa Turki)". web.archive.org. ISBN 9789756134085. Diakses tanggal 2022-09-17.
- ^ a b Hassan, Mona. Longing for the Lost Caliphate: A Transregional History. Princeton University Press. hlm. 169.
- ^ Arat, Yeşim (2012-02-01). Rethinking Islam and Liberal Democracy: Islamist Women in Turkish Politics (dalam bahasa Inggris). State University of New York Press. hlm. 7. ISBN 978-0-7914-8316-9.
Bacaan lebih lanjut
- Akdeniz, Yaman; Altiparmak, Kerem (November 2008). İnternet: Girilmesi Tehlikeli ve Yasaktır (PDF) (dalam bahasa Turki). İmaj Yayınevi. ISBN 978-975-8752-65-2.
- Yaman, Akdeniz; Altiparmak, Kerem (25 November 2008). Internet: Restricted Access (PDF) (dalam bahasa Inggris). İmaj Yayınevi. ISBN 978-975-8752-65-2.
- "Yesterday, Today, Tomorrow. Freedom of Expression in Turkey Report (1995- 2015)". rcmediafreedom.eu. Initiative for Freedom of Expression. Januari 2015. Diakses tanggal 15 September 2022.
- Tunç, Asli (21 Juni 2015). "Monitoring EU Guidelines in Turkey: Instruments of political propaganda and censorship". mediaobservatory.net. South Eastern European Media Observatory. Diakses tanggal 15 September 2022.
- Çandar, Tuba (Mei 2016). "Hrant Dink: An Armenian Voice of the Voiceless in Turkey". rcmediafreedom.eu. Transaction Publisher. Diakses tanggal 15 September 2022.