Lompat ke isi

Keratuan Darah Putih

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 21 Februari 2024 15.41 oleh Nyilvoskt (bicara | kontrib) (Mengembalikan suntingan oleh Ngegekhinung (bicara) ke revisi terakhir oleh 103.144.18.242)
Keratuan Darah Putih

Jawi : كيراتوان دارا فو تيه
1401–sekarang
Lambang
Tari Kiamat berasal Lampung Selatan adalah peninggalan Keratuan Darah Putih
Tari Kiamat berasal Lampung Selatan adalah peninggalan Keratuan Darah Putih
Ibu kotaKuripan
Bahasa yang umum digunakanLampung Kuripan (resmi)
Agama
Islam
PemerintahanMonarki
Sultan 
• 1401–1425
Muhammad Aji Saka
• 1828-1834
Radin Imba Kusuma
• 1850-1856
Radin Inten II
• 1991-sekarang
Nurhalim Minak Kejalo Ratu
Sejarah 
• Berkembangnya Islam
1401
• Lampung dijajah Belanda
1850
• Pembubaran Daerah Istimewa Sumatra Selatan
sekarang
Sunting kotak info
Sunting kotak info • Lihat • Bicara
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini

Keratuan Darah Putih adalah keratuan yang berdiri di Lampung, tepatnya Lampung Selatan. Keratuan ini turut andil pula dalam menyebarkan agama Islam di Lampung.Dalam sejarahnya, sosok Ratu Darah Putih adalah putra dari Syarif Hidayatullah yang lebih dikenal dengan nama Sunan Gunung Djati. Ketika Sunan Gunung Djati menjadi Sultan Cirebon dan kemudian mendirikan Kesultanan Banten, Sunan Gunung Djati melihat pancaran cahaya yang tegak menembus langit. Ia lalu mendatangi sumber cahaya itu, dan ternyata cahaya itu keluar dari Keratuan Pugung Lampung Timur. Pada saat mendatangi Keratuan Pugung, Sunan Gunung Djati melihat Putri dari Ratu Pugung, yaitu Putri Sinar Alam. Ketika Sunan Gunung Djati mengutarakan maksud untuk menikahi Putri Sinar Alam, ternyata Ratu Pugung menolak pinangan tersebut. Alasannya, putri pertama tidak boleh menikah dengan selain Keturunan Keratuan Pugung. Untuk mengobati kekecewaan Sunan Gunung Djati, Ratu Pugung menikahkan putri keduanya dengan Sunan Gunung Djati. Dari pernikahan ini, Sunan Gunung Djati dan putri kedua Ratu Pugung mendapatkan keturunan dan diberi nama Minak Gejala Bidin.

Ketika Sunan Gunung Djati kembali ke Cirebon, beliau kembali melihat pancaran sinar yang terlihat seperti awal mengunjungi Keratuan Pugung. Dan akhirnya setelah setahun berlalu, Sunan Gunung Djati kembali mengunjugi Keratuan Pugung dan beliaupun akan menikahi Putri Sinar Alam, dan akhirnya disetujui oleh Ratu Pugung dan dinikahkan dengan putri pertamanya. Ketika Putri Sinar Alam melahirkan putranya, Sunan Gunung Djati tidak sedang ada di Keratuan Pugung dan diberikan nama Minak Gejala Ratu. Ketika mereka besar dan ayah mereka belum pernah mengunjungi mereka, merekapun bertanya "Dimana ayah kami" dan ibunda merekapun menjawab "Ayah kalian adalah seorang Sultan di Cirebon." Akhirnya mereka berduapun berangkat dengan menaiki perahu untuk menemui ayahnya. Sesampainya di pertengahan jalan, sang kakak yaitu Minak Gejala Bidin merasa cincinnya tertinggal. Dan ia pun memerintahkan adiknya untuk kembali dan mengambil cincinnya itu. Ketika Minak Gejala Ratu kembali untuk mengambil cincin, ibunya pun berkata cincin kakakmu aku selipkan di perbekalan. Sementara karena merasa menunggu lama, Minak Gejala Ratu akhirnya meninggalkan adiknya dan menuju Cirebon sendirian dan disambut oleh sang ayah dan diberikan harta yang banyak.

Ia kemudian kembali ke Lampung. Malangnya, sang adik melihat sang kakak sudah berangkat terlebih dahulu akhirnya Minak Gejala Ratu berangkat juga seorang diri. Ketika menghadap di Kesultanan Cirebon, Minak Gejala Ratu tidak diakui karena baru saja kakaknya yang juga mengaku sebagai putranya dari ibu yang berasal dari keturunan Keratuan Pugung. Dengan tidak menyerah, Minak Gejala Ratu terus berusaha meyakinkan sang ayah. Akhirnya sang ayahpun berkata, "Jika kamu anakku, maka darahmu berwarna putih." Akhirnya Minak Gejala Ratu mengambil padi dan ditorehkan dikeningnya, yang kamudian mengeluarkan dan meneteskan darah berwarna putih. Setelah itu, kemudian Sunan Gunung Djati mengganti namanya menjadi Muhammad Aji Saka dan memberikan warisan hanya berupa peti kecil. Ayahnya berpesan "Buka peti itu dimana hatimu merasa pas akan tempat itu." Akhirnya Muhammad Aji Saka berlayar ke Lampung. Karena dirasa hatinya pas untuk membuka peti akhirnya Muhammad Aji Saka melabuh dan membukanya. ketika dibuka sungguh tak disangka isi peti tersebut berterbangan dan menjadi pasukan yang taat mengabdi kepada Muhammad Aji Saka dan mendirikan Keratuan. Karena darahnya putih maka keratuan tersebut diberi nama Keratuan Darah Putih pada abad ke-15. Kemudian Ratu Darah Putih menikah dengan Putri Sultan Aceh yang bernama Putri Tun Penatih. Adapun makam Ratu Darah Putih berasama sang istri terletak di Keramat Saksi, Kuripan, Penengahan, Kabupaten Lampung Selatan. Dari Ratu Darah Putih inilah nantinya akan menurunkan pahlawan nasional Lampung, yaitu Radin Inten II.[1]

Daftar Penguasa

  • Muhammad Aji Saka (Minak kejalo Ratu) (1041-1425)
  • Radin Imba Kesuma Ratu I
  • Dalom Kesuma Ratu I
  • Dalom Ratu Kesuma
  • Radin Bangsa Kesuma Ratu
  • Radin Imba Kesuma Ratu II (1828-1834)
  • Radin Inten II (1850-1856)
  • Dalo Kesuma Ratu II
  • Radin Imba Kesuma Ratu III
  • Dalom kesuma Ratu III
  • Radin Imba Kesuma Ratu IV
  • Nurhalim Minak Kejalo Ratu (1991-sekarang)

Referensi

  1. ^ "Pentas Seni dan Budaya Keratuan Darah Putih Semarakkan Panggung Utama Lampung Fair 2019". www.lampungselatankab.go.id. Diakses tanggal 21 Maret 2023.