Tohjaya
Apanji Tohjaya (lahir: ? - wafat: 1250) adalah raja Kediri bawahan Tumapel. Menurut Nagarakretagama ia sama sekali tidak pernah menjadi raja di Kerajaan Tumapel. Tetapi menurut Pararaton, Tohjaya adalah raja Kerajaan Tumapel (atau Singhasari) yang memerintah tahun 1249 - 1250.
Apanji Tohjaya | |
---|---|
nāraryya toḥ jaya | |
Raja Kadiri | |
Berkuasa | 1249 - 1250 |
Pendahulu | Guningbhaya |
Penerus | Seminingrat |
Kelahiran | Nāraryya Toḥjaya Tumapel, Jawa Timur |
Wangsa | Rajasa |
Ayah | Ken Angrok |
Ibu | Ken Umang |
Agama | Hindu Saiwa |
Kisah Hidup dalam Pararaton
Tohjaya adalah putra Ken Arok yang lahir dari selir bernama Ken Umang. Setelah Ken Arok tewas, anak tirinya yang bernama Anusapati naik takhta di Tumapel. Tohjaya mengetahui kalau pembunuh ayahnya tidak lain adalah Anusapati sendiri. Maka, ia pun menyusun rencana balas dendam.
Meskipun Anusapati memperketat pengawalan atas dirinya, tetapi Tohjaya mampu memanfaatkan kelemahannya. Suatu hari Tohjaya mengajak Anusapati menyabung ayam. Anusapati menuruti tanpa curiga karena hal itu memang menjadi kegemarannya. Saat Anusapati asyik memperhatikan ayam aduan yang sedang bertarung, Tohjaya segera membunuhnya dengan menggunakan keris Mpu Gandring. Peristiwa itu terjadi tahun 1249.
Tohjaya kemudian menjadi raja Tumapel. Karena hasutan pembantunya yang bernama Pranaraja, ia pun berniat membunuh kedua keponakannya, yaitu Ranggawuni (putra Anusapati), dan Mahisa Campaka (putra Mahisa Wonga Teleng) yang dianggapnya berbahaya terhadap kelangsungan takhta. Yang ditugasi untuk membunuh adalah Lembu Ampal.
Namun Lembu Ampal justru berbalik mendukung kedua pangeran yang hendak dibunuhnya. Ia bahkan berhasil menghimpun dukungan dari angkatan perang Tumapel untuk bersama mendukung Ranggawuni - Mahisa Campaka. Maka terjadilah pemberontakan terhadap Tohjaya di istana Tumapel. Tohjaya tertusuk tombak namun berhasil melarikan diri. Karena lukanya itu, ia akhirnya meninggal dunia di desa Katang Lumbang. Peristiwa ini terjadi tahun 1250.
Bukti Sejarah
Kisah hidup Tohjaya hanya terdapat dalam Pararaton, tetapi naskah ini ditulis ratusan tahun sesudah zaman Kerajaan Tumapel sehingga kebenarannya perlu untuk dibuktikan. Nagarakretagama yang ditulis tepat pada pertengahan zaman Majapahit (1365) ternyata sama sekali tidak menyebutkan adanya nama Tohjaya. Menurut Nagarakretagama, sepeninggal Anusapati yang menjadi raja selanjutnya adalah Wisnuwardhana (alias Ranggawuni).
Nama Tohjaya justru ditemukan dalam prasasti Mula Malurung yang dikeluarkan oleh Kertanagara atas perintah ayahnya yang bernama Maharaja Seminingrat (nama asli Wisnuwardhana versi prasasti) tahun 1255. Prasasti ini telah membuktikan kalau Tohjaya merupakan tokoh sejarah yang benar-benar ada, bukan sekadar tokoh fiktif ciptaan Pararaton.
Akan tetapi dalam prasasti itu ditulis bahwa Tohjaya bukan raja Tumapel atau Singhasari, melainkan raja Kadiri yang menggantikan adiknya, bernama Guningbhaya. Adapun Guningbhaya menjadi raja setelah menggantikan kakaknya yang bernama Bhatara Parameswara. Ketiga raja Kadiri tersebut merupakan paman dari Seminingrat.
Selain itu tertulis pula bahwa pendiri Kerajaan Tumapel adalah Bhatara Siwa yang wafat di atas takhta kencana, yaitu kakek dari Seminingrat.
Sebagai Raja Kadiri
Prasasti Mula Malurung telah diulas dan dianalisis oleh sejarawan Slamet Muljana dalam bukunya yang berjudul Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya (1979). Dalam buku itu ia mencoba menafsirkan kembali sejarah Kerajaan Tumapel berdasarkan prasasti Mula Malurung, Nagarakretagama, dan Pararaton.
Kerajaan Kadiri runtuh tahun 1222 akibat pemberontakan Bhatara Siwa (alias Ken Arok). Ia kemudian mendirikan Kerajaan Tumapel di mana Kadiri menjadi negeri bawahan, dan diserahkan kepada putranya yang bernama Bhatara Parameswara. Hal ini membuat cemburu Anusapati yang merasa sebagai putra tertua. Mungkin ia memang benar membunuh Bhatara Siwa karena menurut prasasti Mula Malurung raja pertama Tumapel itu wafat di atas takhtanya.
Sementara itu sepeninggal Bhatara Parameswara di Kadiri, takhta jatuh kepada adiknya, bernama Guningbhaya. Kemudian sepeninggal Guningbhaya takhta jatuh kepada kakaknya, yaitu Tohjaya.
Dalam Pararaton, tokoh Bhatara Parameswara identik dengan Mahisa Wonga Teleng, putra tertua pasangan Ken Arok dan Ken Dedes. Sedangkan Guningbhaya identik dengan adik kandung Mahisa Wonga Teleng, yaitu Agnibhaya. Sementara itu, Tohjaya sendiri disebut sebagai kakak Guningbhaya. Berita ini sesuai dengan Pararaton di mana Tohjaya merupakan putra tertua Ken Arok yang lahir dari Ken Umang. Maka, dapat dipastikan kalau Tohjaya lahir lebih dulu daripada Agnibhaya.
Yang berbeda dengan Pararaton adalah, Tohjaya merupakan raja Kadiri bukan raja Tumapel atau Singhasari. Jika benar ia melakukan kudeta disertai pembunuhan, mungkin ia melakukannya terhadap Guningbhaya, bukan terhadap Anusapati. Kiranya, Tohjaya yang hanya putra selir membunuh Guningbhaya untuk merebut takhta Kadiri.
Pengganti Tohjaya
Menurut Pararaton pengganti Tohjaya sebagai raja Tumapel sejak tahun 1250 adalah Ranggawuni bergelar Wisnuwardhana. Namun Nagarakretagama memberitakan bahwa Wisnuwardhana naik takhta sejak 1248 menggantikan Anusapati. Lagi pula prasasti Mula Malurung telah membuktikan kalau Tohjaya adalah raja Kadiri.
Prasasti Mula Malurung dikeluarkan tahun 1255 oleh Kertanagara selaku yuwaraja di Kadiri atas perintah dari Seminingrat (Wisnuwardhana), ayahnya di Tumapel. Rupanya Kertanagara mendapat hak atas takhta Kadiri karena ibunya yang bernama Waning Hyun adalah putri Bhatara Parameswara.
Nama Mahisa Campaka alias Narasinghamurti putra Bhatara Parameswara memang tidak terdapat dalam prasasti itu. Nama yang mirip adalah Narajaya sepupu Wisnuwardhana yang menjadi raja bawahan di Hering. Kiranya Mahisa Campaka memang tidak memiliki hak atas Kadiri karena mungkin ia hanya sebagai putra bungsu, atau mungkin ia lahir dari selir ayahnya. Karena pada kenyataannya takhta Kadiri jatuh pada Kertanagara putra Waning Hyun, kakak perempuannya.
Prasasti Mula Malurung juga menyebutkan kalau Seminingrat mempersatukan kembali Kerajaan Tumapel sepeninggal Tohjaya. Mungkin sepeninggal ayahnya, Ken Arok, yang tewas di atas takhta oleh Anusapati, Bhatara Parameswara segera memisahkan Kadiri dari kekuasaan Tumapel. Atau dengan kata lain, ia menolak menjadi bawahan Anusapati. Jadi, di Jawa Timur kemudian terdapat dua buah kerajaan, dan ini berlangsung sampai pemerintahan Tohjaya. Baru sepeninggal Tohjaya, Kadiri kembali dijadikan sebagai negeri bawahan Tumapel oleh Seminingrat dan diserahkan kepada Kertanagara pada tahun 1254, sebagai yuwaraja di sana.
Kepustakaan
- R.M. Mangkudimedja. 1979. Serat Pararaton Jilid 2. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah
- Slamet Muljana. 2005. Menuju Puncak Kemegahan (terbitan ulang 1965). Yogyakarta: LKIS
- Slamet Muljana. 1979. Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta: Bhratara
Lihat pula
Gelar kebangsawanan | ||
---|---|---|
Didahului oleh: Guningbhaya |
Raja Kadiri ? - 1250 |
Diteruskan oleh: Kertanagara |