Diaspora Jepang
Jumlah populasi | |
---|---|
Sekitar 130 juta | |
Daerah dengan populasi signifikan | |
Jepang 127 juta | |
Populasi Nikkei yang signifikan: | |
Brasil | 1.400.000[2] |
Amerika Serikat | 1.200.000[3] |
Filipina | 120.000[4] |
Tiongkok | 115.000[5] |
Kanada | 85.000[6] |
Peru | 81.000[7] |
Britania Raya | 51.000[8] |
Jerman | 30.125[9] |
Argentina | 30.000[10] |
Prancis | 28.000[11] |
Australia | 27.000[12] |
Singapura | 23.000[13] |
Meksiko | 20.000[14] |
Indonesia | 19.717[15] |
Taiwan | 16.000[16] |
Korea Selatan | 15.000[17] |
Bahasa | |
Jepang · Ryukyu · Ainu | |
Agama | |
Shinto dan Buddha
|
Diaspora Jepang (Bahasa Jepang: nikkei (日系 ), sebutan perseorangan untuk mereka) adalah emigran dari Jepang dan keturunan mereka yang terdapat di berbagai belahan dunia. Emigrasi dari Jepang pertama kali terjadi dan tercatat pada abad ke-12 ke Filipina, tetapi belum menjadi fenomena masal sampai Zaman Meiji; yaitu ketika orang Jepang mulai pergi ke Amerika Utara yang dimulai pada 1897 dengan 35 emigran ke Meksiko[1] dan kemudian ke Amerika Latin yang dimulai pada tahun 1899 dengan 790 emigran ke Peru.[2] Terdapat pula emigrasi yang signifikan ke wilayah-wilayah Kekaisaran Jepang di masa kolonial, akan tetapi kebanyakan emigran tersebut dipulangkan ke Jepang setelah berakhirnya Perang Dunia II di Asia.[3]
Menurut Asosiasi Nikkei dan Bangsa Jepang di Luar Negeri, terdapat sekitar 2,5 juta nikkei yang berada di negara-negara tempat tinggal mereka. Kelompok yang terbesar adalah masyarakat Jepang di Brasil, Amerika Serikat, dan Filipina. Keturunan dari para emigran Zaman Meiji masih membentuk komunitas yang dikenal di negara-negara tersebut, sebagai kelompok etnis yang berbeda dari berbagai kelompok etnis Jepang yang berada di Jepang.[4]
Sejarah awal
Pada 1640-an, Keshogunan Tokugawa mengenakan peraturan pembatasan maritim yang melarang warga Jepang meninggalkan negerinya, dan melarang kembali bila mereka sudah berada di luar negeri. Kebijakan ini kemudian tidak dicabut selama lebih dari dua ratus tahun. Pembatasan perjalanan mulai berkurang setelah Jepang membuka hubungan diplomatik dengan negara-negara Barat. Pada tahun 1867, pemerintahan bakufu mulai mengeluarkan dokumen perjalanan untuk perjalanan ke luar negeri dan emigrasi.[5]
Sebelum tahun 1885, relatif sedikit orang yang beremigrasi dari Jepang; sebagian karena pemerintah Meiji enggan mengizinkan emigrasi, sebagian karena tidak memiliki kekuatan politik untuk cukup melindungi emigran Jepang, ssebagian lagi karena kehadiran orang Jepang sebagai buruh kasar di luar negeri akan menghambat kemampuan pemerintah untuk merevisi perjanjian yang tidak adil. Sebuah pengecualian akan kecendrungan ini adalah imigrasi 153 buruh kontrak - tanpa paspor resmi - ke Hawaii pada tahun 1868.[6]. Sebagian dari kelompok ini tetap tinggal setelah berakhirnya kontrak kerja pertama, mereka kemudian membentuk inti masyarakat nikkei di Hawaii. Pada 1885, pemerintah Meiji mulai beralih kepada program emigrasi yang disponsori secara resmi, untuk mengurangi tekanan kelebihan penduduk dan efek deflasi Matsukata di daerah pedesaan. Selama dekade berikutnya, pemerintah terlibat erat dalam seleksi dan instruksi pra-keberangkatan bagi emigran. Pemerintah Jepang sangat berkeinginan agar para emigran Jepang bersikap baik selama di luar negeri, untuk menunjukkan kepada Barat bahwa Jepang adalah masyarakat yang bermartabat dan patut dihormati. Pada pertengahan 1890-an, perusahaan imigrasi (imin-Kaisha 移民会社) yang tidak disponsori oleh pemerintah, mulai mendominasi proses perekrutan emigran; namun ideologi dari pemerintah tetap mempengaruhi pola emigrasi.[7]
Amerika
Orang-orang Jepang mulai bermigrasi ke Amerika Serikat dan Kanada dalam jumlah yang signifikan sejak terjadinya perubahan politik, budaya, dan sosial yang terjadi karena Restorasi Meiji tahun 1868. (Lihat Jepang-Amerika dan Jepang-Kanada). Khususnya setelah Undang-Undang Pengecualian Cina tahun 1882, pengusaha mencari imigran Jepang untuk menggantikan imigran Cina. Pada 1907, terjadi "gentlemen's agreement" antara pemerintah Jepang dan Amerika Serikat mengakhiri imigrasi pekerja Jepang (laki-laki), namun tetap mengizinkan imigrasi dari pasangan imigran Jepang sudah berada di Amerika. Undang-undang Imigrasi tahun 1924 melarang semua imigrasi kecuali sedikit sekali orang Jepang; dan sampai Undang-undang Imigrasi tahun 1965 sangat sedikit terjadi imigrasi dari Jepang. Adapun imigrasi yang terjadi sebagian besar adalah para pengantin perang. Mayoritas orang Jepang yang menetap di Hawaii yang sekarang ini mencapai sepertiga dari penduduk negara bagian tersebut, lain-lainnya terdapat di Pantai Barat Amerika Serikat (California, Idaho, Nevada, Oregon dan negara bagian Washington), serta komunitas penting lainnya juga terdapat di wilayah Northeast dan Midwest Amerika Serikat.
Diaspora Jepang dianggap unik karena tidak adanya emigrasi baru yang terjadi di paruh kedua abad ke-20.[8]
Dengan adanya pembatasan memasuki Amerika Serikat, tingkat imigrasi Jepang ke Amerika Latin kemudian mulai meningkat. Imigran Jepang (terutama dari Prefektur Okinawa) tiba dalam jumlah kecil selama awal abad ke-20. Jepang-Brasil adalah etnis terbesar masyarakat Jepang di luar Jepang (berjumlah sekitar 1,5 juta,[9] bandingkan dengan 1,2 juta di Amerika Serikat), dan São Paulo memiliki konsentrasi terbesar orang Jepang di luar Jepang. Imigran Jepang pertama (791 orang, sebagian besar petani) datang ke Brasil pada tahun 1908 dengan kapal Kasato Maru dari pelabuhan Kobe di Jepang, yang pergi ke Brasil untuk mencari kondisi hidup yang lebih baik. Banyak di antara mereka yang akhirnya bekerja sebagai buruh di perkebunan kopi.
Nisei (generasi kedua) pertama Jepang-Argentina, Seicho Arakaki, dilahirkan pada tahun 1911. Saat ini terdapat sekitar 32.000 orang keturunan Jepang di Argentina menurut Asosiasi Nikkei dan Bangsa Jepang di Luar Negeri.
Jepang-Peru juga membentuk kelompok etnis masyarakat Jepang yang terkenal, di antara anggotanya adalah mantan presiden Peru Alberto Fujimori.
Catatan kaki
- ^ Ministry of Foreign Affairs (MOFA), Japan: Japan-Mexico relations
- ^ Palm, Hugo. "Desafíos que nos acercan," El Comercio (Lima, Peru). March 12, 2008.
- ^ Azuma, Eiichiro (2005). "Brief Historical Overview of Japanese Emigration". International Nikkei Research Project. Diakses tanggal 2007-02-02.
- ^ Shoji, Rafael (2005). "Book Review" (PDF). Journal of Global Buddhism 6. Diakses tanggal 2007-02-02.
- ^ Untuk informasi lebih jauh tentang sejarah dokumen perjalanan dan paspor di Jepang modern, lihat "外交史料 Q&A その他" (Bahan Sejarah Diplomatik (Q & A), serba neka.). 外務省 (Departemen Luar Negeri) [1].
- ^ Dikenal sebagai Gannen-mono (元年者), atau "orang-orang tahun pertama" karena mereka meninggalkan Jepang pada tahun pertama Era Meiji. Jonathan Dresner, "Petunjuk untuk Buruh Emigrant, 1885-1894: "Kembali dalam Kemenangan" atau 'Mengembara di Ambang Kelaparan,"" Dalam Japanese Diasporas: Unsung Pasts, Conflicting Presents, and Uncertain Futures, ed. Nobuko Adachi (London: Routledge, 2006), 53.
- ^ Dresner, 52-68.
- ^ Maidment, Richard et all. (1998). Culture and Society in the Asia-Pacific, hlm. 80.
- ^ Ministry of Foreign Affairs (MOFA), Japan: Japan-Brazil relations
Referensi
- Maidment, Richard A. and Colin Mackerras. (1998). Culture and Society in the Asia-Pacific. London: Routledge. 10-ISBN 0-415-17278-0/13-ISBN 978-0-415-17278-3
- Sakai, Junko. (2000). Japanese Bankers in the City of London: Language, Culture and Identity in the Japanese Diaspora. London: Routledge. 10-ISBN 0-415-19601-9/13-ISBN 978-0-415-19601-7
- Fujita, Yuiko (2009) Cultural Migrants from Japan: Youth, Media, and Migration in New York and London. MD: Lexington Books, Rowman & Littlefield, 10-ISBN 0-7391-2891-4/13-ISBN 978-0-7391-2891-6