Volunterisme
Volunterisme atau kesukarelawanan[1] adalah paham yang menyatakan bahwa kehendak adalah kunci untuk segala yang terjadi dalam hidup manusia.[2] Kehendak manusia memiliki kontrol penuh atas apa yang ia anggap baik dan benar.[3] Kehendak manusia menjadi dasar paling fundamental dalam pengambilan keputusan moral.[3][4] Kehendak dipandang lebih unggul dibandingkan hal-hal lain yang biasanya dalam etika dipandang sebagai sumber moral, seperti "suara hati", kemampuan rasional, intuisi, tradisi, dan perasaan-perasaan manusia.[4][5]
Awal Mula
Istilah ini berasal dari bahasa Latin voluntas yang artinya 'kehendak'.[4] F. Toennies adalah orang yang pertama kali memperkenalkan istilah ini pada tahun 1883.[4] Ketika itu, Tonnies sedang melakukan kajian atas pemikiran Spinoza.[4] Menurutnya, voluntarisme bertolak belakang dengan rasionalisme yang sedang berkembang saat itu.[4]
Jenis-Jenis Volunterisme
Voluntarisme Metafisis
Volunterisme metafisis adalah paham volunterisme yang memandang bahwa kehendak adalah inti terdalam dari realitas.[4] Filsuf yang mendukung pandangan ini misalnya Schopenhauer dan Eduard von Hartmann.[4] Schopenhauer mengatakan bahwa dasar paling fundamental yang mengatur segala hal di dunia bukanlah rasio atau moral melainkan kehendak.[3][6] Lebih jelasnya, Schopenhauer mengatakan bahwa kehendak untuk hidup adalah hakikat dari segala realitas di dunia.[6]
Volunterisme Psikologis
Paham volunterisme model ini menyatakan bahwa kehendak memiliki posisi lebih tinggi dibandingkan intelek manusia.[4] Misalnya saja, Yohanes Duns Scotus menyatakan bahwa intelek hanya merupakan tambahan bagi kehendak.[4]
Volunterisme Teologis
Paham ini percaya bahwa tatanan dunia dan segala hal di dalamnya bergantung mutlak pada kehendak Allah.[4] Contoh teolog yang termasuk jenis ini dalam taraf tertentu adalah Martin Luther dan William Ockham.[4] Mereka menjadikan seluruh hukum moral tergantung pada kemauan Allah.[4]
Volunterisme Epistemologis
Volunterisme model ini berasal dari pemikiran Kant.[4] Kant mengatakan bahwa akal budi praktis lebih unggul ketimbang akal budi teoretis.[4]
Volunterisme Etis
Paham voluntarisme etis ini didasarkan pada pemikiran Friedrich Nietzsche.[4] Menurut Nietzsche, kehendak untuk berkuasa adalah nilai tertinggi yang harus dicapai oleh manusia.[4]
Volunterisme Sejarah
Volunterisme sejarah menyatakan bahwa kehendak manusia adalah faktor utama berjalannya sejarah.[3] Pandangan model ini amat bertentangan dengan pandangan Marxisme terhadap sejarah.[3]
Referensi
- ^ "Kembangkan Kesukarelawanan di Dalam Diri Mahasiswa". kemenpora. Diakses tanggal 2021-01-21.[pranala nonaktif permanen]
- ^ A. Mangunhardjana. 1997. Isme-Isme dalam Etika dari A sampai Z. Yogyakarta: Kanisius. 237-239.
- ^ a b c d e (Inggris)Richard Foley.1995. 'Voluntarism'. Robert Audi,ed. In The Cambridge Dictionary of Philosophy. Cambridge:Cambridge University Press. 844-855.
- ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q Lorens Bagus. 2000. Kamus Filsafat. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama. 1160-1164.
- ^ (Inggris)Albert E. Avey. 1954. Handbook in the History of Philosophy. New York: Barnes & Noble. 292
- ^ a b Simon Petrus L. Tjahjadi. 2004. Petualangan Intelektual. Yogyakarta:Kanisius. 330-332.