Lompat ke isi

Keruntuhan Turki Utsmani

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 3 Agustus 2024 07.50 oleh Aeni220202 (bicara | kontrib) (menambahkan suntingan)

Konflik Internal Di Dunia Muslim

Selain Tanangan yang ditimbulkan oleh penjajag Barat, Khalifah Utsmaniyah menghadapi tantangan dari dalam dunia Muslim, terutama dari kekuatan besar Muslim lainnya, Kerajaan Persia yang berpusat di Iran saat ini. Padatahun 1501 seorang Muslim syah (raja) atau pemimpin tertinggi dari kekaisaran Persia, yang terletak di sebelah timur. Seperti halnya khaifah dalam Muslim Sunni, syah Persia memegang kekuasaan baik agama maupun politik.

Ismail dan Syah muda memimpin Persia dalam kontes yang sengit dengan Khalifah Utsmaniyah untuk menguasai Jazirah Arab timur (daerah barat daya Asia antara Laut Merah dan Teluk Persia).

Sebagian besar pertempuran sebenarnya mereka lakukan di wilayah Irak saat ini Bagdad, ibu kota wilayah tersebut, yang dinilai sangat beharga oleh kedua imperium tersebut. konflik antara kedua imperium ini berlanjut daam berbagai pertempuran dan perperangan hingga tahun 1823, ketika kedua beah pihak menyetujui perbatasan baru yang memberikan tanah yang setara untuk Utsani maupun Persia.

Salah satu alasan perdamaian akhirnya dibuat antara keduanya adalah karena mereka terancam oleh ekspansi Rusia dan perlu mengirim pasukan dan sumber

daya untuk melawan Rusia. Terlepas dari perdamaian yang dibuat, bentrokan militer yang panjang antara kedua kekuatan Musim ini memberikan kontribusi besar terhadap berlanjutnya ketidakpercayaan dan permusuhan antara Muslim Sunni dan Syah.

Selain itu, Usmani juga menghadapi sejumlah tantangan dari gerakan- gerakan kemerdekaan di dalam wilayah kekuasaan. Sejak Mesir dibawa dalam Kekhalifahan Utsmaniyah pada tahun 1517, terbukti menjadi wilayah yang sulit dikendalikan. Meskipun dihuni oleh etnis Arab, orang Mesir bangga dengan sejarah budaya mereka yang khas,yang berasal dari zaman kuno, dan mereka tidak suka menerima instruksi dari para pemimpin Kesultanan Turki. Mereka berperang dengan pengusa Utsmani untuk mengendalikan kekayaan yang dihasilkan oleh pertanian maju mereka, serta berusaha untuk tetap mengontrol jalur perdagangan yang menyediakan jaur antara Laut Merah dan Laut Tengah. Banyak gubernur Mesir setempat memprebutkan kekuasaan dengan kepala militer Utsamani.

Salah satu gubernur Mesir tersebut ialah Ali Bey (1728-1773), menguasai Mesir pada tahun 1768, merebut wilayah Hijaz dan Jazirah Arab, dan untuk sementara menguasai Suriah sebelum dia kehilangan kekuasaan. Menawarkan bantuannya kepada Utsmani pada tahun- tahun setelah pemberontakan Bey, pasukan Prancis pada tahun 1801.

keterlibatan Inggris dimaksudkan untuk memulihkan kekuasaan Utsmani, tetapi setelah 1801 sekutu sultan Utsmani kelahiran Albania bernama Mohammad Ali (1769-1849) muncul sebagai kekuatan baru di wilayah itu. Ali adalah pemimpin yang cakap. Dia dengan cepat memodernisasi Mesir, membangun saluran irigasi untuk menyediakan air ke daerag gurun, meningkatkan teknologi pertanian, membangun sekolah, da mengembangkan militer yang lebih kuata.

salah satu penerus Ali, Ismail Pasha (1830-1895), melanjutkan pekerjaan Ali dan memimpin pembangunan Terusan Suez, jalur air penting yang menghubungkan Laut Mediterania dan Laut Merah. Ketika kebijakan Pasha membawa Mesir ke dalam krisis keuangan Inggris dan Prancis terlibat, hampir mengambil kendali negara pada tahun 1879 sebelum Inggris memantapkan dirinya sebagai satu- satunya kekuatan di Mesir pada tahun 1882, peran yang dipegangnya sampai negara tersebut mendeklarasikam kemerdekan pada tahun 1953.

Tantangan besar lainnya terhadap pemerintahan Utsmani datang dari gerakan keagamaan Arab yang dikena sebagai Wahhabi, sebutan yang muncul mengikuti nama pendirinya, Muhammad bin Abdul Wahhab (1703)1792).

Ibn Abdul Wahhab dan para pengikutnya mengkhotbahkan versi islam secara fudamental, mereka ingin umat Islam mentakzimkan Nabi Muhammad dan mengikuti syariah, atau hukum islam, dengan sangat ketat . Wahhabi percaya pada ketaaan yang ketat terhadap sholat sehari- hai dan mengecualikan perempuan dari hal- hal seperti pekerjaan, posisi kepemimpinan, kepemilikan tanah, dan bidang kehidupann lainnya yang dianggap oleh wahhabi hanya diperuntukn bagi laki- laki.

Pada 1744 Ibn Abdul Wahhab bersekutu dengan seorang pemimpin suku atau syekh bernama Muhammad bin Saud 1710-1765), yang memerintah di wilayah Semenanjung Arab di Najd. Berrsama- sama, Ibn Saud dan Ibn Abdul Wahhab membangun pengikut dan pasukan, para pasukan mulai merebuut kekuasaan di Jazirah Arab bagian selatan. Pasa akhir abad itu mereka menguasai kota- kota suci Mekkah dan Madinah, serta memiliki pasukan maju sejauh utara Suriah. Sementara pasuka Mesir mampu membatasi penyebaran gerakan Wahhabi, Ibn Saud dan keluarganya mempertahankan kendali di daerah gurun Arabia.

Selama perang Dunia 1, Saudi memberikan dukungan untuk Inggris melawan Khalifah Utsmaniyah yang sekarat. Pada tahun 1932 wilayah tersebut memperoleh kemerdekaan sebagai Arab Saudi. Sampai hari ini, orang Saudi mengikuti ajaran Wahhabi yang konservatif.