Lompat ke isi

Bank Commonwealth

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 31 Agustus 2024 11.21 oleh Dani1603 (bicara | kontrib)
PT Bank Commonwealth
Bank Commonwealth Indonesia
Anak perusahaan
IndustriJasa keuangan
Kantor pusatTreasury Tower 65th Floor

Lot. 28 SCBD Jl. Jenderal Sudirman Kav 52-54

Jakarta 12190
Tokoh kunci
Lauren Sulistiawati (Presiden Direktur)
PemilikPT Bank OCBC NISP Tbk
Situs webwww.commbank.co.id
Logo Bank Commonwealth (2020-2022)
Logo Bank Commonwealth (2020-2022)

PT Bank Commonwealth adalah sebuah perusahaan perbankan di Indonesia yang pernah berdiri dari tahun 1997 hingga 2024.

Sejarah

Cikal-bakal bank ini dapat ditarik ke tahun 1992, ketika sebuah bank terkemuka di Australia, Commonwealth Bank of Australia (CBA, Bank Persemakmuran Australia) membuka kantor perwakilannya di Jakarta.[1] Pada tanggal 20 Agustus 1996, bersama dengan Bank Internasional Indonesia (BII, kini Maybank Indonesia), bank tersebut mendirikan PT Bank BII Commonwealth.[2] Pada saat itu komposisi kepemilikannya adalah 50%-50% untuk BII dan CBA dengan modal disetor mencapai Rp 150 miliar. Adapun izin operasional bank campuran ini diberikan lewat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia pada 11 Juni 1997[3] dan operasionalnya diresmikan di tanggal 29 Oktober 1997, dalam sebuah acara yang dihadiri oleh Perdana Menteri Australia, John Howard yang saat itu berkunjung ke Indonesia.[4] BII Commonwealth didirikan demi melayani nasabah korporat dari Australia[5] dengan diklaim mampu menggabungkan kompetensi CBA selama hampir seabad dan kekuatan BII sebagai bank swasta terkemuka saat itu.[6]

BII Commonwealth merupakan bank campuran terakhir yang didirikan (hingga saat ini) di Indonesia. Pendiriannya yang berdekatan dengan jatuhnya Indonesia dalam krisis moneter membuat operasionalnya cukup terdampak.[7] Meskipun demikian, pihak CBA saat itu tetap menganggap pasar Indonesia cukup potensial untuk digarap, dan sudah menargetkan bisnis ritel untuk dikembangkan oleh BII Commonwealth.[8] Jatuhnya kondisi BII akibat krisis tersebut membuat CBA memutuskan mengakuisisi seluruh saham partnernya tersebut di bank ini pada tahun 1999.[9] Pada 10 Juli 2000, akuisisi senilai Rp 75,6 miliar tersebut resmi dilakukan,[10] yang diikuti perubahan nama perusahaan pada hari yang sama dari PT Bank BII Commonwealth menjadi PT Bank Commonwealth.[2] Pada saat itu, bank ini mencatatkan aset sebesar Rp 999,11 miliar (naik dari Rp 329,76 miliar pada 1998).[11]

Adapun nama baru perusahaan ini sebagai Bank Commonwealth mulai diperkenalkan ke publik sejak September 2000. Pada akhir tahun yang sama, Bank Commonwealth meresmikan kantornya yang kedua, yang dilanjutkan kantor pertamanya di luar Jakarta pada Januari 2003 (Surabaya). Per 29 Desember 2005, bank ini sudah memiliki 16 kantor cabang. Fokusnya kini ada di bisnis ritel, termasuk UMKM dan wealth management.[12] Seiring upaya bank memperkuat bisnis UMKM-nya, Bank Commonwealth pada akhir 2006 menandatangani kesepakatan pembelian sebuah bank yang berpusat di Surabaya, PT Bank Arta Niaga Kencana Tbk (Bank ANK). Bank yang berdiri sejak tahun 1969 tersebut[13] memiliki aset Rp 1,19 triliun pada 2005 dan saat itu dikendalikan keluarga Wijaya yang bergerak di bisnis properti. Pada mulanya Commonwealth ditargetkan hanya membeli 57% saham,[14] namun, pasca-finalisasi transaksi pada 26 Juli 2007, CBA tercatat memiiki 95% saham ANK, sisanya masih milik pemegang saham lama.[15][16] Setelah itu, pada 31 Desember 2007 Bank ANK dimerger dengan Bank Commonwealth, yang dilanjutkan transformasi cabang-cabang ANK ke Commonwealth Bank mulai 2 Januari 2008. Pasca-merger, Bank Commonwealth mencatatkan kenaikan kantor menjadi 53 lokasi dan menargetkan fokus baru di Indonesia Timur.[17]

Pada tahun 2011, tercatat Commonwealth Bank memiliki sekitar 130.000 nasabah,[18] aset Rp 14,8 triliun dengan fokus pasar kalangan menengah ke atas.[19] Di Juni pada tahun yang sama Commonwealth Bank merilis aplikasi perbankan bergerak (mobile banking).[20] Sementara itu, di tahun 2012, bank mencatatkan 91 kantor cabang yang berlokasi di 32 kota besar di Indonesia plus 141 mesin ATM.[21] Meskipun demikian, memasuki pertengahan 2010-an, bank ini mulai mengalami kerugian dengan pada 2016 mencatatkan kerugian hingga Rp 436 miliar dan penurunan aset.[22] Dengan hadirnya direktur utama baru bank, Lauren Susilawati pada Februari 2016, Commonwealth Bank mulai melakukan berbagai pembenahan. Bank ini mulai berfokus pada sektor UMKM dan ritel, setelah sebelumnya berfokus di sektor korporat. Produk-produk yang berbasis digital pun diluncurkan, seperti kantor cabang digital; kiosk TymeBooth (yang kemudian sempat mencapai 100 lokasi); pembukaan rekening dalam waktu 10 menit; kartu debit MasterCard; kredit tanpa agunan dan mobile banking TymeDigital, dan lainnya. Di tahun 2020, bank juga memperkenalkan produk CommBank Mobile. Keberhasilan refocusing tersebut sempat membuat Commonwealth Bank mencatatkan penghargaan seperti Bank Service Excellence Monitor Awards yang diselenggarakan oleh Marketing Research Indonesia dan majalah Infobank. Pada saat yang sama, jumlah kantor cabang bank terus merosot, dari 91 pada 2014 menjadi 38 pada 2019.[23][24]

Meskipun demikian, kinerja Commonwealth Bank yang memiliki aset Rp 20,37 triliun pada 2021 ini kemudian tidaklah bagus, dengan sempat mencatatkan kerugian beberapa kali pada 2020[25] dan 2023.[26] Kondisi tersebut disebabkan salah satunya oleh pandemi COVID-19 yang menggoyang sektor UMKM, sebagai target penting bank yang memiliki 1,39 juta nasabah ini.[27] Kondisi yang kurang baik inilah, ditambah keinginan CBA mendapatkan dana segar, membuat mereka memutuskan menjual anak usahanya di Indonesia kepada pemilik baru. Memasuki awal 2023, sejumlah media massa melaporkan berbagai lembaga keuangan internasional berminat membeli PT Bank Commonwealth, seperti CIMB (Malaysia), J Trust (Jepang), Cathay Financial Holdings (Taiwan), Bajaj Finance (India), dan lainnya dengan harga jual sekitar US$ 400-500 juta.[28][29]

Komisaris dan direksi (sebelum merger)

  • Presiden Komisaris: David Cohen
  • Komisaris Independen: Suwartini
  • Komisaris Independen: Khairil Anwar
  • Komisaris Independen: Teuku Radja Sjahnan
  • Presiden Direktur: Lauren Sulistiawati
  • Direktur Operations, IT & Finance: Tim Delahunty
  • Direktur Retail & SME Business: Sukarman Omar
  • Direktur Sumber Daya Manusia: Bagus Harimawan

Referensi

Pranala luar